Opini

Sindikat TPPO Semakin Marak

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Henidya Bundfat (Komunitas Setajam Pena)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia pada tanggal 30 Juli 2023 yang lalu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengungkapkan realita penegakan hukum Tindak Pidana Perdagangan Orang yang tidak memberikan keadilan kepada korban. Kertas laporan yang di luncurkan oleh SBMI bertajuk “Menjadi Korban Berulang Kali, Mengungkap Realita Lemahnya Penegakan Hukum Kasus Perdagangan Orang di Indonesia”. Berdasarkan kertas laporan tersebut, menggambarkan bahwa masalah TPPO tak kunjung surut. Karena kurang tegasnya hukum di negeri kita membuat kejahatan tersebut terulang lagi dan lagi.

Seperti viralnya video akhir-akhir ini, Warga Negara Indonesia (WNI) asal Jawa Barat di sekap selama hampir dua Minggu lebih di sebuah wilayah di Myanmar. Selain di sekap WNI juga mendapatkan perlakuan kasar dan bahkan hanya di beri makan sehari sekali. Kini mereka hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk segera bisa di pulangkan ke Tanah Air (Antaranwes,12/92024).

Seperti yang di informasikan oleh salah satu orang tua korban, menjelaskan awal mula anaknya berangkat karena di ajak temannya yang sudah lebih dahulu bekerja di sana dengan iming-iming penghasilan sebesar Rp 12-13 juta. Tanpa mengetahui pekerjaan apa yang akan di kerjakan di sana nanti, mereka setuju untuk berangkat. Mirisnya, isu terkait adanya keterlibatan aparat dalam kasus ini ikut mencuat.

Alasan ekonomi yang berupa iming-iming gaji besar di tengah gelombang PHK yang terjadi di negeri ini menjadi faktor yang masuk akal bagi para korban TPPO tersebut. Membuat mereka tanpa berpikir panjang untuk mengambil kesempatan yang di tawarkan, seolah-olah tidak ada alternatif pekerjaan lain. Ini di karenakan kondisi ekonomi masyarakat yang sudah terlalu menghimpit di berbagai aspek.

Beberapa faktor yang menghimpit ekonomi masyarakat yaitu, langkanya gas elpiji bersubsidi, di cabutnya BBM bersubsidi, mahalnya biaya sekolah dan kesehatan, naiknya tarif kuota internet, beberapa jenis pajak, baik potongan ataupun pungutan yang menghantui, gaji pokok para pekerja yang tidak seberapa jumlahnya. Belum lagi gaya hidup sekuler yang meracuni masyarakat dengan hedonisme dan konsumerisme yang jelas-jelas semua itu menguras kantong masyarakat.

Dengan demikian, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para korban. Akan adanya tuntutan biaya hidup yang tinggi membuat para korban berkeinginan kerja ke luar negeri dengan harapan mendapatkan gaji besar, ternyata kondisi tidak lebih baik. Justru perlakuan yang tidak manusiawi yang mereka dapatkan.

Dalam hal ini, peran negara tidak cukup hanya dengan mengevakuasi korban agar bisa kembali ke Tanah Air. Negara juga harus memberikan solusi sistematis yang mana ketika para korban sudah kembali ke Tanah Air, tidak menambah angka pengangguran. Tetapi kenyataannya selama ini peran Negara cenderung lepas tangan dalam mengurusi berbagai hajat publik di dalam negeri, bagaiman kita tidak pesimis dalam mengharap kepada pemerintah menangani kasus TPPO ini secara tuntas, dengan terjaminnya politik dan ekonomi bagi para korbannya saat sudah kembali.

Seharusnya negara berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan pekerjaan secara memadai, mengatur perdagangan luar negeri agar tidak merugikan industri dalam negeri, dan lain sebagainya. Bukan sebaliknya menjadikan para pekerja migran menjadi pahlawan devisa yang mana posisi mereka hanya di manfaatkan berdasarkan produktivitas ekonomi.

Selain itu, negara seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat melalui sistem pendidikan baik formal maupun non formal, dalam rangka mencetak SDM yang cerdas dalam menyelesaikan berbagai permasalahan teknis dalam kehidupan. Pemerintah juga harus tegas dalam menerapkan sanksi, agar tidak ada celah lagi munculnya para sindikat TPPO.

Dengan adanya kasus TPPO menunjukkan bahwa negara sekuler kapitalis telah gagal dalam melindungi dan mengayomi rakyatnya. Sebaliknya, negara Islam (Khilafah) akan menangani kasus TPPO melalui politik luar negeri sesuai syariat Islam. Politik luar negeri Daulah Islam berdiri tegak di atas asas pemikiran yang tetap dan tidak berubah-ubah, yaitu menyebarluaskan Islam keseluruhan dunia pada setiap umat dan bangsa.

Dalam lalu lintas imigrasi, Islam mengatur sedemikian rupa sesuai dengan syariat Islam. Tanpa memihak atau mudahkan salah satu diantara sesama umat dalam keluar masuk ke suatu negara. Khilafah juga menerapkan sistem ekonomi dalam menyejahterakan rakyat secara individu per individu. Rakyat khilafah tidak akan mengalami kenyataan pahit terkait pemasukan ekonomi bagi rumah tangga. Mereka tidak perlu bersusah payah bekerja keluar negeri demi mendapatkan gaji yang tinggi, karena di dalam negeri semua kebutuhan sudah di penuhi oleh negara.

Khilafah juga akan menyelenggarakan sistem pendidikan baik formal maupun non formal yang berbasis akidah Islam. Pengambilan bidang keilmuan akan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu, yang selanjutnya keahlian dan kepakaran mereka akan di pakai dalam sektor-sektor publik yang juga di kelola oleh khilafah, seperti pertanian, pertambangan, kehutanan, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Tujuan ini untuk membuka banyak lapangan pekerjaan di dalam negeri bagi para warganya.

Celah yang mungkinkan untuk pengembangan harta haram akan di tutup secara tuntas oleh khilafah, sehingga harta yang masuk kedalam kas negara dan yang beredar di tengah-tengah masyarakat adalah harta yang halal dan berkah. Jumlah gaji yang di berikan oleh pemerintah kepada pegawai negara di tetapkan menurut pendapat para ahli (khubara’) sesuai dengan pekerjaannya agar mereka tidak kekurangan gaji/harta, sehingga tidak menjadi orang yang gampang menerima suap, terutama dalam meloloskan tersangka TPPO.

Khilafah akan menerapkan sanksi yang tegas dan berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Maksud dari ‘pencegah’ disini, agar orang yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama, sedangkan arti dari ‘penebus’ agar sanksi tersebut dapat menebus dosa pelaku. Hal ini bertujuan menutup berbagai peluang munculnya kasus TPPO beserta aparat yang bisa di suap untuk memuluskan sehingga kasus ini teratasi secara tuntas. Wallahualam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here