Opini

Badai PHK, Dampak Penerapan Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Irvana Abdillah (Aktivis Politik)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tengah menghantam Indonesia. Menurut Kemenaker pada semester pertama tahun ini telah terjadi PHK sebanyak 32.064 pekerja. Kondisi ini meningkat 95,51 % dibanding paruh pertama tahun lalu sebesar 26.400 jumlahnya. Tidak berhenti di sini, diperkirakan angka PHK akan menyentuh 70.000 di akhir tahun nanti. (bbc.com, 12/09/2024)

Maraknya produk-produk impor illegal, penurunan daya beli masyarakat akibat devaluasi rupiah, penggunaan teknologi pengganti tenaga kerja manusia, maupun dampak lesunya perekonomian global dianggap menjadi penyebab terjadinya gelombang PHK. Benarkah demikian adanya?

PHK bukanlah masalah sederhana. Ketika PHK terjadi secara besar-besaran, maka efek domino yang ditimbulkan tak bisa diremehkan. Setidaknya akan terjadi penurunan daya beli masyarakat, laju pertumbuhan ekonomi melambat, kontrakan sepi peminat, usaha-usaha kecil di sekitar pabrik sekarat, angka pengangguran dan kemiskinan pun meningkat.

Sesungguhnya badai PHK terjadi karena kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara, yakni sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ini perusahaan akan menjalankan prinsip-prinsip ekonomi dalam bisnisnya, di mana para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya, di antaranya dengan memperkecil biaya produksi. Teknologi, sumber daya alam, bahkan sumber daya manusia (pekerja) dianggap sebagai faktor produksi yang bisa dipermainkan jika ingin mendapatkan keuntungan besar.

UU Omnibus Law Cipta Kerja sebagai manifestasi liberalisasi ekonomi memberikan kemudahan kepada perusahaan untuk melakukan PHK, sementara mempekerjakan TKA syaratnya makin dipermudah. Dalam liberalisasi ekonomi regulasi pemerintah dikurangi, kegiatan ekonomi dibatasi, badan usaha milik pemerintah di swastanisasi, pajak untuk usaha diturunkan, dan batasan terhadap modal asing dihapuskan. Di sini siapa yan lebih diuntungkan? Tentu bukanlah rakyat kebanyakan, namun para pemilik modal yang hartanya tidak habis tujuh turunan.

Dalam sistem Kapitalisme pengurusan pemerintah terhadap rakyat sebatas regulator saja. Ya, sistem ini hanyalah menyejahterakan pengusaha sementara rakyatnya dibiarkan sendiri berjuang memperoleh kesejahteraannya. Dengan disahkannya undang-undang ciptaker pengangguran kian bertambah. Peran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat hilanglah sudah. Penguasa yang seharusnya bertindak sebagai pengurus rakyat justru memberi karpet merah pada perusahaan swasta untuk menguasai berbagai aset yang bisa dikomersialkan. Sementara negara hanya berperan sebagai regulator sekaligus wasit antara rakyat dengan perusahaan. Jika rakyat membutuhkan pekerjaan negara akan menghubungkannya dengan perusahaan yang ada. Namun jika perusahaan tidak butuh tenaga kerja negara tidak bisa berbuat apa-apa kecuali membiarkan rakyat mencari pekerjaan secara mandiri.

Jika demikian adanya layakkah system kapitalisme ini kita pertahankan? Sistem yang justru menciptakan kesenjangan dan ketimpangan masyarakat. Sistem yang tidak bersikap adil pada rakyatnya. Sistem yang tidak mampu menjamin kesejahteraan masyarakat secara merata. Bukankah sudah saatnya kita beralih pada system yang menjamin keberkahan hidup dalam segala aspeknya?

Dialah sistem Islam. Satu-satunya sistem yang diturunkan Sang Allah SWT sebagai Sang Maha Pencipta dan Pengatur alam semesta. Islam sebagai sebuah ideologi memiliki pengaturan lengkap dan paripurna. Dalam bingkai khilafah Islamiyah, satu model pemerintahan yang disyariatkan Allah, seluruh urusan umat menjadi tanggung jawabnya termasuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat secara merata. Dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah wajib hukumnya memberikan pekerjaan kepada orang membutuhkan sebagai realisasi politik ekonomi Islam.

Rasulullah bersabda:
” Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat. Dan ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap urusan rakyatnya”. (HR Al-Bukhari)

Islam juga mendorong seorang muslim untuk struggle mencari nafkah. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW memerintahkan kepada seorang lelaki dari kaum Anshor yang meminta-minta kepada beliau untuk menjual barang yang dia punya dan hasilnya digunakan sebagian untuk menafkahi keluarga sebagian yang lain untuk membeli kapak sebagai modal usaha.

Setidaknya ada tiga mekanisme yang dijalankan pemerintah Islam dalam masalah ketenagakerjaan, yakni:

Pertama, Mekanisme Individu. Dalam mekanisme ini pemerintah secara langsung memberikan pemahaman secara individu tetang wajibnya berkerja dan kedudukan orang-orang yang berkerja di hadapan Allah SWT disertai dengan pembekalan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan. Syariat Islam setiap laki-laki yang sudah baligh wajib berkerja untuk memenuhi kebutuhan dan meraih kesejahteraan.

Banyak nash Al-Qur’an maupun As-Sunah yang memberikan dorongan kepada individu untuk berkerja, misalnya firman Allah SWT dalam surat Al-Mulk ayat 15 yang artinya:

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahi lah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya…”

Jelas bahwa Islam mewajibkan kepada laki-laki yang sudah baligh untuk berkerja, ketika ada individu yang tidak berkerja baik karena malas atau pun tidak memiliki keahlian dan modal untuk berkerja maka pemimpin berkewajiban memaksa orang tersebut tersebut bekerja dengan cara menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya pendidikan.

Kedua, mekanisme Sosial Ekonomi. Negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat baik sandang, pangan, maupun papan yang layak, serta kemudahan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Negara memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan melalui mekanisme tidak langsung, yakni dengan menjamin ketersediaan lapangan kerja.

Khilafah tidak akan menyerahkan kepada pihak swasta pengurusan hajat hidup masyarakat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan memadai. Negara tidak akan membiarkan ada satu pun warganya khususnya pencari nafkah yang mampu bekerja dalam keadaan menganggur dan miskin.
Sistem ekonomi Islam menetapkan sumber daya alam yang melimpah dan tidak terbatas jumlahnya sebagai kepemilikan umum atau milik rakyat yang tidak bisa dikuasai individu bahkan negara.

Pengelolaannya dilakukan oleh negara dan hasilnya digunakan sebagai modal untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, di antaranya untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan. Dengan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri tanpa campur tangan swasta yg profit oriented, otomatis akan banyak lapangan kerja terbuka di banyak sektor kehidupan sekaligus akan menyerap tenaga kerja secara optimal, mulai dari tenaga terampil hingga tenaga ahli. Walhasil pengangguran dapat diminimalkan.

Di samping itu penentuan upah pekerja dalam Islam bukan berdasarkan upah minimum regional atau pun upah besi, “iron wages” di mana penentuan upah pekerja didasarkan pada kebutuhan minimum masyarakat untuk bertahan hidup. Itu saja, tidak lebih, sehingga para pekerja terhalangi dari menikmati kehidupan yang layak, seperti yang diterapkan dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Islam menentukan upah buruh berdasarkan nilai jasanya. Sungguh, hanya Khilafah lah yang dapat menjamin warga negaranya sejahtera, termasuk menjamin ketersediaan lapangan kerja yang memadai. Maka tunggu apa lagi, saatnya mencampakkan sistem kapitalisme dan kembali kepada sistem Islam yang dicontohkan oleh Sang Nabi, yaitu khilafah sebagai solusi hakiki. Wallahu a’lamu bish showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 30

Comment here