Opini

Jejak Khilafah Utsmani Terpatri di Tanah Barakati

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Siti Maisaroh, S. Pd.
(Relawan Media dan Opini asal Buton)

blank

Wacana-edukasi.com, –“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.” Begitulah kata Bung Karno. Sedangkan, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Hujjatul Islam, juga menerangkan, “Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang.”

Buton dijuluki sebagai “Tanah Barakati” atau tanah yang diberkahi. Bukan sekadar julukan, melainkan harapan para pendahulu dalam ucapan. Satu hal yang paling kental yaitu tidak terpisahkannya antara sejarah Buton dan pemerintahan Islam (baca: Khilafah). Bahkan, ketika ada orang-orang sekuler yang mencoba mengubur sejarah Islam di pulau Buton, sama saja mereka menantang untuk membongkar timbunan batu-batu benteng dan makam para sultan.

Betapa tidak, istana kerajaan Buton dinobatkan sebagai benteng terluas di dunia dengan panjang 2.740 meter. Benteng yang dibangun dalam kurun waktu lima puluh tahun, melampaui tiga masa Sultan. Benteng berbentuk huruf ‘dal’ dalam aksara Arab ini, disusun dari batu kapur dan pasir. Benteng ini dilengkapi dua belas pintu masuk dan enam belas kubu pertahanan.

Banyaknya meriam yang ditempatkan ditiap sisi benteng, menunjukkan masa Kesultanan Buton tidaklah mudah. Ada musuh, ada tamu asing, dan juga ada kerajaan tetangga, yang setiap saat datang sebagai lawan. Inilah salah bukti kegemilangan Islam pada masa itu.

Lebih jauh, dilansir dari Wikipedia, ada bangunan masjid yang berdiri megah dilingkungan Keraton Buton. Masjid yang pernak-pernik arsiteknya sarat makna. 99 tiang melambangkan asma ul’ husna. Sepasang meriam dibilik pintu kiri dan kanan menambah gaya klasik masjid tua itu.

Banyak yang tidak tahu kalau di negeri ini (Indonesia) yang dulu terdiri dari berbagai kerajaan dan kesultanan, pernah ada satu negeri (baca. Kesultanan Buton) — negeri yang tidak pernah dijajah Belanda ini —menerapkan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sistem kekhilafahan yang diberi nama dengan Khalifatul Khamis.

Agama Islam yang dianut masyarakat Buton dibawa oleh Syekh Abdul Wahid pada tahun 1412 masehi, dari negeri Patani melalui Sumbawa. Proses islamisasi itu terjadi pada masa kekuasaan La Kilaponto dengan gelar Sultan Murhum, sekaligus Sultan pertama di Buton.

Sistem berbangsa dan bernegara ini ditopang dengan dua lembaga utama negara yaitu Syara Khidina (baca: Agama) dan Syara Ogena (baca: Khilafah-Imamah)

Agama dengan lembaganya — syara khidina — didirikan sebagai fondasi negara. Dan syara ogena sebagai imamahnya. Dalam kepemimpinan khilafahnya, tidak didasarkan adanya putra mahkota, sebagaimana kebanyakan di negeri ini tempo dulu. Seorang raja menunjuk putra makotanya sebagai calon penggantinya. Di negeri Khilafah tidaklah demikian, “Rasulullah tidak menunjuk putra mahkota ketika wafatnya dalam memimpin negeri khalifahnya” (HR. Muslim).

Pun untuk semua khalifah, atau tepatnya 4 khalifah sesudah wafatnya Rasulullahl, Nabi Muhammad Saw. tidak menunjuk putra mahkota sebagai pengganti kepemimpinannya. Tetapi dipilih siapa yang terbaik dan mumpuni untuk menjadi imamah sebagai Sultan, sebagaimana yang diamanatkan khalifah Turki Utsmani kepada Syaikh Maulana Sayid Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman dari negeri arab — Syarif Negeri Mekkah Al Mukarrama— agar kerajaan Buton berubah menjadi kesultanan Buton di tahun 1540 M (1 Ramadan 948 H) dapat menerapkan kehidupan berbangsa dan bernegara ala pemerintahan Nabi Muhammad Saw..

Namun demikian, sultan yang terpilih bila melakukan kesalahan akan tetap dikenakan sanksi. Mulai dari pemecatan sampai dengan hukum gantung. Benar- benar aturan ini telah dipraktikkan di negeri Kesultanan Butuni (baca: Kesultanan Buton).

Lembaga Agama dan lembaga Sultan sebagai dua lembaga inti penerapan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara kesultanan Buton, telah dipraktikkan selama 450 tahun, sampai dengan tahun 1960. Setelah tahun ini, imamah khalifah diserahkan ke NKRI. Sementara, lembaga Agama (baca. Syara Khidina) Kesultanan Buton masih terus dipertahankan (Kompasiana, 28/04/2019).

Jejak-jejak khilafah di bumi Nusantara merupakan fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Sekaligus sebagai bukti kebenaran bahwa, “…. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).

Wallohualam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 29

Comment here