Surat Pembaca

Menyoal Lifestyle Pemuda Zaman Now

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Salsabillah AP (Aktivis Generasi Peradaban Islam)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kemajuan zaman yang begitu pesat tak dapat dibendung lagi, terutama dalam perkembangan teknologi yang semakin canggih. Saat ini, manusia hidup di era digitalisasi, di mana aktivitas sehari-hari ditunjang oleh teknologi. Sebagai contoh, dalam berkomunikasi, di awal 2000-an kita hanya mengenal SMS dan telepon berpulsa. Kini, melalui satu platform seperti WhatsApp, kita dapat melakukan banyak hal: chatting, telepon, mengirim foto, video, bahkan berbagi aktivitas harian dengan sangat mudah.

Selain itu, di era digital, muncul teknologi keuangan berupa dompet digital yang memudahkan transaksi pembayaran tanpa perlu membawa dompet tebal. Belanja online pun menjadi kemudahan tersendiri di era ini. Hanya dalam hitungan menit, seseorang bisa memesan barang yang diinginkan dan menerimanya tanpa harus keluar rumah atau berdesakan dengan pembeli lainnya. Namun, meski kemajuan teknologi memudahkan hidup, apakah benar kita telah memanfaatkannya dengan bijaksana?

Faktanya, banyak yang belum bijak dalam menggunakan kemajuan teknologi. Tak sedikit dari kita yang merasa takut ketinggalan zaman, atau sering disebut FOMO (Fear of Missing Out). Fenomena ini terlihat jelas dari meningkatnya penggunaan aplikasi pinjaman online yang didominasi oleh generasi Z dan milenial. Mereka menggunakan pinjaman online untuk memenuhi gaya hidup mereka, bahkan rela berutang demi penampilan agar tidak ketinggalan zaman.

Seperti yang disampaikan oleh Habriyanto, Public & Government Relations Manager 360Kredi, “Gaya hidup FOMO, YOLO (You Only Live Once), dan FOPO (Fear of Other People’s Opinion) menjadi faktor penyebab permasalahan finansial bagi anak muda hari ini jika tidak dikelola dengan baik. Memaksakan sesuatu tanpa perhitungan matang dan dana yang cukup akan membawa ketergantungan pada utang yang tidak produktif.” Sosiolog Sunyoto Usman juga menyatakan bahwa FOMO bisa memicu narsistik, di mana seseorang merasa harga diri dan statusnya naik, serta mengharapkan pujian yang berlebihan.

Fenomena lain adalah demam boneka monster Labubu yang dipopulerkan oleh Lisa Blackpink. Banyak yang ingin memilikinya meskipun bukan kebutuhan mereka, hanya karena ingin merasa tervalidasi di lingkungan sosial. Ketakutan akan ketinggalan informasi dari media sosial juga menyebabkan generasi Z dan milenial lebih suka berselancar di dunia maya, lebih memilih hubungan virtual daripada interaksi nyata.

Menggunakan Teknologi dengan Bijaksana

Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga hal yang dianggap dapat membinasakan kehidupan manusia, yaitu kekikiran (kebakhilan) yang dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti, dan ketakjuban orang terhadap dirinya sendiri.” (HR. Thabrani).

Dari fenomena yang ada, sudah seharusnya kita melakukan evaluasi bersama, termasuk dari pihak masyarakat dan pemerintah. Penyebab utama dari FOMO adalah nilai-nilai kebebasan yang dianut oleh pemuda saat ini, yang melahirkan sikap individualisme. Akibatnya, muncul pula sikap hedonistik dan konsumerisme, di mana seseorang berlebih-lebihan dalam memiliki sesuatu, tanpa mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Prioritas utamanya hanya kesenangan duniawi yang sifatnya sementara. Sikap inilah yang menjebak banyak generasi muda dalam hutang yang menjerat.

Harga yang harus dibayar pun sangat besar. Potensi pemuda sebagai agen perubahan positif terancam tergerus, padahal masa muda seharusnya menjadi waktu untuk meraih prestasi, ilmu, dan karya. Sayangnya, banyak pemuda justru disibukkan oleh usaha mengejar validasi sosial demi tidak dianggap tertinggal zaman. Indonesia, yang saat ini berada dalam fase bonus demografi, seharusnya dapat memanfaatkan potensi pemuda untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempersiapkan masa depan negara yang lebih baik.

Berani Bermimpi Besar

Potensi besar yang dimiliki oleh pemuda harus diarahkan dengan benar, dan arah yang benar hanya datang dari Allah SWT. Islam memandang pemuda sebagai agen perubahan kebangkitan peradaban, sehingga potensi mereka perlu diarahkan dengan baik. Bukti nyata dari pengelolaan potensi pemuda dalam Islam adalah generasi Shalahuddin Al-Ayyubi, sang penakluk Baitul Maqdis setelah 88 tahun dijajah pasukan Salib. Untuk melahirkan generasi ini dibutuhkan hampir lima dekade, serta kerja kolektif umat. Akidah Islamlah yang bisa mencetak generasi pembebas dan melejitkan potensi pemuda.

Akidah Islam mampu mencetak manusia berjiwa besar dan bervisi besar, dengan kematangan ideologis serta ketajaman berpikir. Sebagaimana yang disampaikan oleh M. Natsir dalam sidang Konstituante saat membahas dasar negara, “Islam itu kalau besar tidak melanda, kalau tinggi malah melindungi.” Pemuda Muslim harus berani memiliki pendirian, bercita-cita besar, dan mengurusi hal-hal yang agung agar siap menghadapi tantangan besar di masa depan. Fokus utama Islam adalah membebaskan manusia dari penghambaan sesama manusia dan hanya menghamba kepada Allah semata, dengan menerapkan aturan Islam dalam lingkup negara.

Wallahu a’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here