Oleh: Normah Rosman (Pemerhati Masalah Umat)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Bhima Yudhistira Direktur Eksekutif Center of Economic and Low Studies (CELIOS) menyebutkan jika hasil implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) pada era Presiden Joko Widodo kurang banyak dirasakan oleh masyarakat luas. Ia juga menyoroti kebijakan hilirisasi yang tidak berkolerasi dengan kesejahteraan masyarakat banyak. Hal ini dikarenakan sebagian besar daerah-daerah yang berbasis hilirisasi, terutama nikel dan mineral. Persentase kemiskinan pada daerah tersebut berada di atas tingkat kemiskinan nasional. Pertumbuhan ekonominya tinggi, nilai ekspor juga tinggi, tapi masyarakatnya tetap miskin (bisnis.tempo.co, 18/10/2024).
Setelah tiga tahun berjalan, kini ribuan hektare lahan proyek Food Estate di Kalimantan Tengah ditemukan terbengkalai. Lahan yang dulunya dibuka kini dipenuhi oleh semak blukar, bahkan ratusan hektare berubah menjadi perkebunan sawit swasta. Para petani yang mengolah lahan tersebut mengaku meyerah karena kerap kali gagal panen. Temuan ini diungkapkan oleh Pantau Gambut yang memantau 30 area ekstensifikasi proyek lumbung pangan food estate di 19 desa di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau pada 2022-2023 (bbc.com, 18/10/2024).
Food Estate Bukan Solusi Tapi Masalah Baru
Proyek Food Estate digadang-gadang akan mampu mengatasi semua permasalahan pangan di negeri ini. Dengan membuka lahan pertanian yang luas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di negeri ini. Dana yang digelontorkan juga sangat fantastis, tercatat sekitar 600 triliun telah digelontorkan selama pemerintahan Jokowi. Bahkan pada penghujung kekuasaan Presiden Joko Widodo, proyek Food Estate ini dipercepat pembangunannya di bagian Marauke, Papua Selatan.
Alih-alih menjadi solusi untuk ketahanan pangan negeri ini, Food Estate malah melahirkan sejumlah masalah-masalah baru. Proyek ini memiliki segudang masalah. Mulai dari masalah politik pangan nasional, perampasan tanah terhadap rakyat yang dilakukan dengan mengatasnamakan ketahanan pangan nasional, dan pemerintah sendiri melegalkan perampasan tanah ini melalui Pasal 123 UU Cipta Kerja telah direvisi menjadi Pasal 10 UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Demi Kepentingan Umum. Masalah kerusakan lingkungan, karena sebagian besar pengadaan tanah untuk Food Estate berasal dari pembukaan hutan dan penebangan kayu secara masif. Berulangnya kegagalan Food Estate yang tak membuat jera pemerintah.
Pemerintah hanya menjadikan kedaulan pangan sebagai jargon. Dengan dalih kedaulatan pangan menghasilkan kerusakan yang sangat parah. Sejak era pemerintahan SBY sudah menyisakan kerusakan hutan yang parah, tapi proyek diperbaharui lagi dengan nama yang baru, sehingga peluang kegagalan jauh lebih besar daripada keberhasilan. Hal ini tentu dikarenakan sistem negara yang dianut oleh negeri ini, yakni sistem kapitalisme. Pembangunan dalam kapitalisme bukan untuk rakyat tapi dirancang untuk oligarki. Maka hal yang wajar jika muncuk konflik dengan rakyat setempat. Belum lagi dampak kerusakan yang ditimbulkan kelak akan sangat merugikan rakyat, sedangkan para oligarki akan berlepas tangan. Na’uzu billah.
Pertanian Dalam Islam
Islam adalah suatu agama yang tidak hanya mengatur bagaimana manusia beribadah, tapi juga mengatur setiap tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Dalam pembangunan, Islam juga mempunyai rambu-rambu syariat yang harus dipatuhi. Islam membangun untuk kepentingan rakyat, dalam kepengurusan negara yang memiliki mafhum ra’awiyah (mengurus rakuat), sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah.
Pembangunan dalam Islam haruslah memperhatikan berbagai aspek termasuk di antaranya kelestarian lingkungan, keseimbangan alam, kestabilan kehidupan sosial, dan hal lainnya. Apalagi terkait pembagunan dalam penyediaan bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat. Pertanian termasuk salah satu yang menjadi prioritas negara, karena merupakan sumber pangan. Negara berupaya mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Tentu saja dalam mewujudkan hal tersebut, negara harus mandiri dalam membiayai pembangunan, tidak boleh bergantung pada swasta maupun asing. Agar tidak disetir oleh kepentingan mereka.
Negara bertanggungjawab penuh dalam mewujudkan kesejahteraan untuk rakyatnya, sehingga negara akan benar-benar berupaya dalam mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan . Terkait penyediaan pangan, negara akan menentukan kebijakan berkaitan produksi hingga distribusi pangan yang didasarkan pada Al-Qur’an dam As-Sunnah. Terkait peningkatan pangan, syariat Islam membolehkan Khilafah untuk melakukan ekstensifikasi lahan dengan memperhatikan konsep pengaturan lahan dalam Islam. Selain itu kebijakan tersebut diambil semata untuk kemaslahatan rakyat bukan kepentingan segelintir orang (korporasi).
Khalifah wajib memperhatikan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) agar tidak berujung pada kerusakan lingkungan maupun bencana alam. Syariat Islam menetapkan bahwa tanah memiliki tiga status kepemilikin yakni: (1) Tanah yang boleh dimiliki oleh individu, seperti lahan pertanian, (2) Tanah milik umum, seperti hutan, padang rumput, lautan, dan lainnya, (3) Tanah milik negara. Karena hutan merupakan milik umum, sehingga tak boleh diberikan kepada pihak swasta untuk mengolahnya. Di sisi lain Khilafah akan memberikan bantuan kepada para petani untuk mendukung mereka mengelolah lahan pertanian yang mereka miliki. Baik itu berupa modal, sarana dan prasarana, hingga infrastruktur pendukung, secara murah bahkan gratis. Hal ini bertujuan agar memudahkan aktivitas produksi petani.
Hal ini tentu akan membuat rakyat hidup sejahtera karena terwujudnya ketahanan pangan dan kedaulatan pangan tanpa adanya perampasan lahan maupun ruang hidup masyarakat. Wallahu a’lam.
Views: 3
Comment here