Oleh. Imas Rahayu, S.Pd. (Pemerhati Remaja)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Setiap kali pergantian pemimpin terjadi, harapan baru pun tumbuh di kalangan masyarakat. Hal ini sangat terlihat setelah pelantikan presiden baru, di mana banyak yang berharap perubahan besar akan segera terwujud. Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya menegaskan komitmennya untuk membawa Indonesia menuju kemajuan. Ia menyatakan, “Pemerintah ke depan akan berfokus pada pembangunan ekonomi yang inklusif dan menciptakan lapangan kerja baru”. Namun, apakah harapan ini realistis? Akankah perubahan yang dijanjikan dapat benar-benar terwujud di bawah sistem demokrasi kapitalis?
Pergantian pemimpin sering kali dianggap sebagai titik awal perubahan. Harapan baru masyarakat tercermin dari optimisme yang diungkapkan media. Salah satunya dikutip dari Antaranews.com, (21-10-2024), “Presiden baru dianggap membawa harapan baru menuju Indonesia maju”. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyoroti pentingnya keberlanjutan pembangunan ekonomi dan stabilitas politik sebagai pilar utama dalam pemerintahannya. Janji-janji seperti ini sering kali menjadi hal yang dinanti oleh masyarakat yang lelah dengan masalah sosial dan ekonomi yang belum terselesaikan.
Namun, pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa pergantian pemimpin, meskipun membawa janji-janji segar, sering kali gagal menghasilkan perubahan mendasar. Ini terjadi karena masalah utama bukan hanya terletak pada individu yang memimpin, melainkan pada sistem yang mendasari pemerintahan itu sendiri. Sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di Indonesia dan banyak negara lainnya, memiliki cacat fundamental yang menghalangi tercapainya perubahan yang hakiki.
Apa Penyebabnya?
Demokrasi kapitalisme mendorong kebebasan individu dan ekonomi pasar yang pada dasarnya berorientasi pada keuntungan. Dalam sistem ini, kebijakan pemerintah sering kali disusun untuk melayani kepentingan segelintir elite ekonomi daripada kepentingan rakyat banyak. Masalah seperti kesenjangan ekonomi, korupsi, dan ketidakadilan sosial berakar dari sistem yang mengutamakan kepentingan materi di atas nilai-nilai moral dan kesejahteraan umum.
Sebagai contoh, meskipun Presiden Prabowo telah menjanjikan fokus pada pembangunan ekonomi, kenyataannya banyak kebijakan ekonomi dalam sistem demokrasi tetap terikat oleh aturan pasar global dan kepentingan korporasi besar. Dampaknya, masyarakat kelas bawah sering kali tidak merasakan manfaat dari pembangunan tersebut. Hal ini diperparah oleh ketergantungan pemerintah pada investasi asing dan utang luar negeri, yang pada akhirnya membatasi ruang gerak pemerintah untuk membuat kebijakan yang benar-benar pro-rakyat.
Dengan demikian, meskipun sosok pemimpin berubah, namun sistem yang mendasarinya tetap sama, sistem yang cacat sejak lahir yaitu demokrasi. Sistem ini tidak hanya gagal menyelesaikan masalah, tetapi sering kali menjadi penyebab langsung dari masalah-masalah tersebut. Sehingga jika menginginkan perubahan besar tak cukup hanya pada perubahan atau pergantian pemimpin, namun juga perubahan sistem yang diterapkan sebuah negara.
Kepemimpinan dalam Sistem Islam
Islam menawarkan pandangan yang berbeda tentang kepemimpinan dan sistem pemerintahan. Dalam Islam, keberhasilan kepemimpinan tidak hanya bergantung pada kualitas individu pemimpin, tetapi juga pada sistem yang diterapkan. Sistem Islam menetapkan kriteria yang jelas bagi seorang pemimpin negara, termasuk syarat-syarat moral dan intelektual yang harus dipenuhi. Salah satu kriteria utamanya adalah seorang pemimpin harus beriman dan bertakwa, serta mampu menjalankan hukum Allah secara menyeluruh (kafah).
Islam juga mengajarkan bahwa tugas utama pemimpin adalah sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat) dan junnah (pelindung bagi rakyatnya). Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan dengan menerapkan syariat Islam secara komprehensif. Sistem ini tidak bergantung pada kepentingan individu atau kelompok tertentu, tetapi pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. yang Maha Mengetahui segala hal yang terbaik bagi umat manusia.
Salah satu contoh kepemimpinan yang sukses dalam sejarah Islam adalah masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Di bawah kepemimpinannya, Khilafah Islam mencapai kemajuan luar biasa dalam berbagai bidang, terutama dalam hal keadilan sosial dan pemerataan ekonomi. Khalifah Umar menerapkan sistem distribusi kekayaan yang adil, memperkenalkan baitulmal (lembaga keuangan negara), serta memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak-hak dasar mereka, termasuk makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Bahkan, pada masa kekhalifahannya, tidak ditemukan satu pun orang yang berhak menerima zakat, karena kemiskinan berhasil diatasi.
Selain Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Umar bin Khathab di masa kepemimpinannya terkenal dengan kebijakan-kebijakannya yang adil dan berpihak pada rakyat. Salah satu contohnya adalah ketika ia menolak menaikkan harga barang-barang pokok di pasar, meskipun ada permintaan tinggi. Ia menekankan bahwa harga harus tetap ditentukan oleh mekanisme pasar yang alami, tanpa campur tangan pemerintah yang merugikan rakyat. Keberhasilan ini menunjukkan bagaimana penerapan syariat Islam secara kafah mampu menciptakan kesejahteraan yang merata dan keadilan sosial yang nyata.
Harapan Sejati Hanya dalam Sistem Islam
Harapan untuk perubahan yang lebih baik tidak bisa hanya disandarkan pada pergantian pemimpin dalam sistem demokrasi kapitalisme. Meskipun individu pemimpin mungkin memiliki niat baik, selama sistem yang diterapkan adalah sistem yang cacat, perubahan yang diinginkan tidak akan terwujud secara menyeluruh. Demokrasi kapitalis, dengan segala kekurangannya, telah terbukti gagal memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.
Sebaliknya, Islam menawarkan solusi yang komprehensif melalui penerapan sistem yang berasal dari Allah Swt. Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan yang berbasis pada ketakwaan dan keadilan, yang dirancang untuk membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Hanya dengan kembali kepada sistem Islam inilah harapan sejati untuk perubahan yang lebih baik dapat terwujud.
Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum yang telah ditetapkan Allah, yaitu yang telah disyariatkan bagi orang-orang yang benar-benar beriman dan yang meyakini agama-nya?” (QS. Al Maidah: 50). Wallahua’lam bishawab.
Views: 13
Comment here