Oleh: Novitasari (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, OPINI– “Bagaimana kamu bisa berasumsi bahwa hidup saya tidak berarti karena memilih untuk tidak mempunyai anak?”
Ya, begitulah kira-kira ungkapan yang dilontarkan pasangan suami istri di Indonesia ketika memutuskan untuk childfree (tidak memiliki anak). Fenomena childfree di Indonesia semakin menarik perhatian. Khususnya terkait keputusan perempuan untuk tidak memiliki anak. Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menjelaskan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak.
Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati oleh semua pihak. “Terserah mereka apakah seseorang memilih untuk memiliki anak atau tidak, itu bagian dari hak pribadi yang harus dihormati” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa pilihan hidup seperti childfree tidak boleh dipandang negatif. Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa keputusan tersebut adalah bagian dari kebebasan setiap individu dalam memilih gaya hidup
(www.rri.co.id, 15/11/2024).
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis laporan periode 2023 terkait kasus childfree. BPS melakukan survei kepada kelompok perempuan dan ditemukan 71 ribu perempuan berusia 15 hingga 49 tahun yang tidak ingin memiliki anak.
Faktor kesulitan ekonomi dilaporkan menjadi alasan lebih banyak perempuan memilih childfree, perempuan childfree berpendidikan SMA ke bawah tercatat memiliki persentase lebih tinggi. Artinya, pemicu seseorang hidup childfree tidak hanya dipengaruhi oleh membaiknya level pendidikan, tetapi juga dilatarbelakangi oleh kesulitan ekonomi
(health.detik.com, 12/11/2024).
Akar permasalahan
Childfree terjadi bukan karena tanpa alasan. Beberapa pasangan atau perempuan memiliki setidaknya dua alasan yang logis menurut mereka agar dapat memutuskan bahwa mereka memilih childfree. Mari kita bahas, apa-apa saja yang menjadi alasan bagi mereka.
Pertama karena adanya Ide Hak Reproduksi Perempuan. Ide ini lahir dari Feminisme (gerakan sosial dan politik yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan). Gerakan ini secara halus menjadikan para wanita menjadi gila akan kariernya, sehingga mereka melupakan tugas utamanya sebagai seorang perempuan atau istri.
Kedua, sistem kapitalisme juga ikut menyumbang peran mengapa childfree menjadi pilihan sebagian masyarakat Indonesia. Pasalnya, sistem kapitalis dianggap mengutamakan keuntungan di atas kesejahteraan rakyat. Sehingga membuat banyak orang merasa tertekan dan memilih untuk tidak memiliki anak.
Belum lagi, pola pikir liberal yang disengaja diaruskan untuk memengaruhi kalangan muda membuat ide childfree yang merupakan budaya barat disambut hangat oleh generasi milineal. Saat ini masyarakat sudah sangat terlena dengan gaya hidup liberalisme dimana mereka berasumsi bahwa mereka bebas memilih jalan hidup mereka sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak luar.
Sungguh ironi, permasalahan childfree juga terjadi karena adanya kekhawatiran akan rezeki dan tidak mau repot, sehingga menjadikan anak sebagai beban.
Bukan tanpa alasan, pemikiran-pemikiran seperti itu sejatinya buah dari diterapkannya sistem kapitalis sekulerisme.
Kesulitan hidup yang disebabkan oleh berkuasanya sistem kapitalis membuat seorang perempuan atau istri memilih jalan childfree, karena tidak ada jaminan untuk kesejahteraan. Sedangkan paham sekulerisme membuat orang tidak percaya konsep rezeki. Pada akhirnya childfree hanya mempertimbangkan manfaat dan kesenangan tanpa pertimbangan agama sama sekali. Mirisnya, negara hari ini malah memberi ruang pada paham-paham yang rusak dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM).
Islam sebagai pemecah masalah hakiki
Islam menjamin kesejahteraan, dan sistem Islam akan menguatkan akidah sehingga akan menolak ide childfree karena bertentangan dengan akidah Islam. Memiliki anak bukanlah suatu beban melainkan amanah yang menjadi ladang pahala bagi kedua orang tua.
Sistem Pendidikan dalam Islam berfungsi untuk menjaga akidah umat tetap lurus dan menjaga pemikiran hanya sesuai Islam. Alhasil, umat tidak akan mudah terpengaruh oleh hal-hal buruk yang bisa merugikan Agama dan diri mereka sendiri.
Dalam hal ini pasangan suami istri akan senantiasa diberi edukasi agar mereka dapat menghasilkan anak keturunan yang sholih dan sholihah, yang kelak anak keturunan mereka bisa menjadi anak yang bermanfaat untuk Umat dan Agama.
Selain itu, Negara juga akan membentengi masuknya pemikiran yang tidak sesuai dengan Islam. Misalnya negara tidak akan tinggal diam ketika ada ide childfree masuk ke tengah-tengah umat, khilafah akan memberi sanksi tegas untuk orang atau kelompok yang membawa dan menyebarkan ide tersebut. Islam senantiasa menjaga manusia dari fitrahnya, dan salah satu fitrah manusia itu adalah adanya keinginan untuk memiliki keturunan.
Allah SWT berfirman dalam Qs. An-Nahl: 72
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ
Artinya: “Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri, menjadikan bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu, serta menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik. Mengapa terhadap yang batil mereka beriman, sedangkan terhadap nikmat Allah mereka ingkar?”.
Sudah saatnya kita kembali kepada Islam secara keseluruhan. Islam akan tetap berjaya dengan atau tanpa adanya kita, maka berjuanglah agar kita tercatat menjadi bagian dari ditegakannya kembali sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Allahu Akbar!
Views: 17
Comment here