Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Menurut data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung itu berasal dari empat komponen, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Selain itu, dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Berdasarkan keterangan dari Kepala Bapenda Kabupaten Bandung Drs. H.Akhmad Djohara, mengatakan bahwa PAD Kabupaten Bandung, hasil kalkulasi dari keempat komponen sumber penerimaan pajak, termasuk BPHTB setiap tahunnya mengalami kenaikan. Dikatakan pada tahun 2024 ini saja, PAD mencapai sebesar Rp 1,6 triliun dibanding sebelumnya pada tahun 2021 sebesar Rp 960 miliar. Sementara, untuk APBD Kabupaten Bandung mencapai Rp 7,2 triliun.(Bandung Raya.Net, 14-11-2024)
Dalam kesempatan itu, Beliau juga menjelaskan peningkatan PAD didapat dari berbagai sektor. Seperti kenaikan pajak Penerangan Jalan Umum (PJU), pajak hiburan, pajak restoran dan hotel, yang berasal dari peningkatan pembangunan dan pengembangan destinasi wisata. Memang benar, saat ini Kabupaten Bandung selain terkenal dengan wisata kuliner juga terkenal dengan destinasi wisata yang kian menjamur hampir disetiap daerah.
Bahkan menurut data yang ada, selama tiga tahun terakhir ini PAD di Kabupaten Bandung terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, menurut Kepala Bapenda Pemkab Bandung turut menggulirkan kebijakan penghapusan denda pajak daerah bagi wajib pajak disetiap tahunnya.
Namun pada kenyataannya, kebijakan penghapusan denda pajak tidak sebanding dengan seabreg kebijakan kenaikan pajak yang lainnya, justru malah kenaikannya yang lebih dominan dibanding penghapusan denda pajaknya. Alhasil, kebijakan yang ada belum berpihak pada rakyat dan sedikutpun tidak menguntungkan masyarakat kecil.
Salah satu contohnya, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, dinilai sebagai beban tambahan bagi masyarakat. Pasalnya, sebelumnya rakyat sudah dibuat susah dengan perlambatan ekonomi global yang berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Ditambah beberapa bulan terakhir ini, telah terjadi penurunan daya beli masyarakat.
Sehingga, bila menimbang kondisi masyarakat hari ini yang hidup dilingkup sistem sekularisme kapitalisme, predikat “wajib pajak” nampaknya berat disematkan untuk rakyat. Karena dari sekian banyak kebutuhan pokok rakyat, masih sangat jauh dari pemenuhan yang layak. Jangankan untuk membayar pajak, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja terasa sulit.
Dengan demikian, penderitaan rakyat semakin kompleks, akibat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat kecil, melainkan hanya untuk memuluskan kepentingan para penguasa dan pengusaha saja. Hal ini terjadi karena aturan dalam sistem demokrasi kapitalisme dibuat oleh manusia yang bisa dirubah kapanpun sesuai pesanan para oligarki.
Beginilah sistem sekularisme kapitalisme, tak ada keberpihakan pada masyarakat sedikitpun, padahal rakyat mempunyai hak atas pemenuhan kebutuhannya yang mencakup sandang, pangan dan papan serta kesehatan dan pendidikan. Bahkan untuk PAD saja pun, pos pemasukan masih dibebankan (pajak) pada rakyat.
Padahal, dengan membuat kebijakan berupa kenaikan pajak ditengah kesulitan yang dialami rakyat merupakan bentuk kezaliman. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi “Janganlah memakan harta diantara kalian dengan cara yang batil”.
Lain halnya dengan pandangan Islam, pemimpin mempunyai tanggungjawab penuh terhadap rakyat. Rakyat banyak adalah amanah yang harus mendapatkan prioritas dalam pemenuhan segala kebutuhan hidup. Kebutuhan primer, sekunder dan tersier adalah hak rakyat yang harus terpenuhi dan kewajiban negara untuk memenuhinya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa 58 yang berbunyi ” Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, dan menyuruhmu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”.
Begitu pula dalam sistem ekonomi Islam, PAD Syariah tidak akan menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pendanaan negara, melainkan dari pos yang lain seperti hasil pengelolaan sumber daya alam, jizyah, kharaj, fai dan lain-lain. Dimana, semua sumber pendanaan tersebut dikelola dengan sebaik-baiknya untuk pemenuhan kebutuhan rakyat hingga mencapai kesejahteraan.
Sehingga dapat disimpulkan, dengan kembali pada syariah Islam kaffah adalah solusi pasti untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh umat manusia. Karena sejatinya, dalam bingkai Khilafah akan terbentuk suatu masyarakat dengan satu pemikiran, satu perasaan dan satu aturan.
Santy Mey
Views: 4
Comment here