Oleh: Ainun Istiharoh
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Guru adalah sebuah profesi seseorang yang aktivitas utamanya adalah mengajar (KBBI). Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru memiliki peran strategis dalam membangun peradaban dan khususnya generasi dengan kompensasi yang seringnya tak sebanding. Sehingga tak ayal jika disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, benarkah slogan ini pantas disematkan kepada sosok mulia ini?
Potret kehidupan guru masa kini
Sosok guru di Sukabumi dengan pengalaman mengajar selama 30 tahun viral di medsos karena mencari tambahan penghasilan dengan memulung sampah selepas mengajar di Sekolah. Pasalnya, penghasilan sebagai guru tidak dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Meski hasil penjualan sampah tersebut berkisar 50 ribu/minggu namun sangat berarti bagi guru tersebut (kompas.com 07/11/24).
Kasus lain adalah gaji guru SMP di Jakarta Selatan tidak dibayar selama 2 tahun mengajar. Guru tersebut hanya bertahan dari saweran wali murid yang jumlahnya sedikit dan berbeda-beda bahkan belum pasti setiap bulan mendapatkannya (kompas.com, 28/11/23).
Permasalahan lain yang dihadapi oleh guru selain gaji yang merupakan indikator kesejahteraan, guru juga dihadapkan pada beberapa kasus yang menyeretnya pada kasus kriminalitas, pelecehan seksual, dan lain sebagainya. Bahkan tak terhitung juga guru yang terlibat menjadi pelaku aksi tercela bahkan biadab. Pada akhirnya guru berada pada dua opini umum, guru dengan status “tanpa tanda jasa” dan guru yang tak lagi “digugu dan ditiru”.
Guru korban dari sistem kapitalisme
Maraknya kasus guru yang menjadi korban kriminalitas dan pelecehan seksual bahkan menjadi pelaku kejahatan, tak terlepas dari kondisi umum guru yang benar-benar tanpa tanda jasa. Mereka dipaksa berkorban mencerdaskan anak bangsa dengan penuh keikhlasan tanpa sedikitpun kesempatan untuk memperjuangkan haknya. Hak mereka adalah mendapat gaji setimpal yang dapat mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari dengan layak serta mendapat jaminan keamanan dari negara.
Menurut laporan dari American Psychological Association (APA), survei “Stress in America” secara konsisten menemukan bahwa masalah keuangan adalah salah satu penyebab utama stres. Ketidakpastian mengenai pendapatan, utang, dan biaya hidup dapat meningkatkan tingkat kecemasan. Orang dengan penghasilan lebih rendah seringkali melaporkan tingkat stres lebih tinggi dibandingkan mereka yang berada di kelompok ekonomi menengah atau atas.
Studi oleh Money and Mental Health Policy Institute di Inggris juga mengungkapkan bahwa utang berkaitan erat dengan masalah kesehatan mental, termasuk depresi dan keinginan untuk mengisolasi diri. Individu dengan utang tinggi lebih rentan terhadap tekanan emosional. Itulah kenapa sering ditemui guru yang melakukan kekerasan pada murid dan berujung pada jeruji besi.
Lebih miris lagi, beban kerja yang tinggi tanpa kompensasi yang memadai dapat menyebabkan pada jalan pintas yang salah. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan menyebutkan pada 2023 bahwa 43% korban pinjol illegal adalah orang dengan profesi sebagai guru. Hal yang lebih miris justru dirasakan oleh guru honorer yang kerap kali merangkap berbagai jenis pekerjaan (Bisnis.com 25/11/24).
Kesejahteraan guru berupa gaji yang tinggi hanya bisa diupayakan oleh penguasa/negara. Selain itu, negara juga harus menjamin keamanan dan kesehatan para guru. Gaji guru di Indonesia bervariasi tergantung pada status kepegawaian (PNS, honorer, atau swasta), lokasi, serta pengalaman dan tingkat pendidikan. Negara tentu harus memiliki strategi dalam menangani hal tersebut, apakah dikaitkan dengan jumlah guru saat ini dan faktor lainnya.
Berdasarkan data terbaru untuk tahun ajaran 2023/2024, jumlah guru di Indonesia mencapai sekitar 3,36 juta orang (dataindonesia.id). Dari segi persebaran, mayoritas guru terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama di provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sementara itu, wilayah timur Indonesia seperti Papua Pegunungan dan Papua Selatan memiliki jumlah guru yang relatif sedikit (goodstats.id).
Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan kekurangan tenaga pengajar sekitar 1,3 juta guru, yang menuntut kebijakan strategis untuk merekrut dan meningkatkan kualitas guru di masa depan (antaranews.com).
Pemenuhan gaji guru yang tinggi dalam sistem kapitalisme nampaknya akan sulit ditangani, sebab rusaknya paradigma sekuler yang meletakkan posisi guru sebagai faktor produksi. Paradigma kapitalisme berfokus pada untung rugi yang didapat oleh para kapital. Sehingga guru tidak menjadi subjek vital melainkan hanya objek penentu keuntungan. Tak heran jika guru hanya digaji seadanya, karena tidak secara langsung menguntungkan negara. Menaikkan gaji guru justeru dianggap menambah pengeluaran negara.
Bagi sistem kapitalisme, keuntungan dapat diperoleh jika pendidikan dikapitalisasi. Caranya dengan menaikkan iuran bulanan dengan dalih internasionalisasi/globalisasi pendidikan, world class university, dan lain-lain. Negara dengan sengaja melepas beban pendidikan menjadi otonom sehingga menciptakan persaingan tidak sehat antar sekolah dan universitas. Lebih parah dari itu, pengelolaan SDA yang tidak berdaulat berimbas khusus pada gaji dan kualitas guru serta output pendidikan. Maka dari itu, sistem apa yang harusnya dipakai untuk menggantikan sistem kapitalisme agar kesejahteraan pengajar tercapai?
Islam solusi guru sejahtera
Secara bahasa, “mu’allim” (معلم) berasal dari kata kerja ‘allama (علّم), yang berarti mengajarkan atau memberi ilmu. Kata “mu’allim” berarti orang yang mengajarkan ilmu, guru, atau pendidik (Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab). Secara istilah, Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyebutkan bahwa tugas seorang mu’allim bukan hanya mengajar ilmu, tetapi juga membimbing murid untuk memperbaiki akhlak dan mendekatkan diri kepada Allah.
“إن المعلم وظيفته ليس تعليم العلم فقط بل تربية الأخلاق وتهذيب النفس”
(Ihya’ Ulum al-Din, Juz 1).
Dari kedua aspek ini, “muallim” secara istilah tidak hanya merujuk pada guru formal, tetapi juga mencakup peran sebagai pembimbing dan pembentuk syakhsiyah dalam proses pendidikan. Guru tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga mendidik akhlak, membangun peradaban, dan meneruskan misi kenabian. Maka Islam memberi jaminan kesejahteraan dan keamanan serta kesehatan bagi guru.
Pada masa kejayaan Islam, guru memiliki status sosial yang tinggi dan dihormati oleh masyarakat, termasuk oleh kalangan penguasa. Perhatian pemerintah kepada para guru sangatlah besar. Madrasah, masjid, dan lembaga pendidikan lainnya menjadi pusat pembelajaran. Guru diberikan fasilitas untuk mengajar dan menjalankan tugasnya dengan baik. Misalnya, Madrasah Nizamiyah pada masa Dinasti Seljuk mendanai guru secara khusus.
Beberapa dinasti Islam, seperti pada masa ayyubiyyah, Imam As-Suyuthi mengatakan bawha gaji guru terendah dalam Islam sekitar 40 dinar jika dikonversi 1 dinar = 5 juta, maka berkisar 200 juta. Untuk pengelola madrasah diberikan gaji 10 dinar= 50 juta. Selain gaji, sultan Shalahuddin al ayyubi memberikan tunjangan makanan pokok pada setiap guru sekitar 60 ritel atau 10 kg/ hari.
Dinasti Abbasiyah juga memberikan gaji tetap kepada para guru yang mengajar di madrasah-madrasah. Dalam kitab An Nafaqothu fi Daulah Islamiyah, umumnya gaji para guru disamakan dengan para muadzin yaitu 1000 dinar/ tahun atau 5 milyar atau 416 juta/ bulan. Sedangkan guru yang sibuk mengajarkan Al-Qur’an, mereka digaji 2x lipat yaitu 2000 dinar atau 10 milyar atau 833 juta/ bulan. Adapun ulama yang memiliki kemampuan khusus, ahli Qur’an, mengumpulkan hadis, melakukan penelitian, mereka diberi gaji 40 dinar/tahun atau 20 milyar atau 1.6 milyar/ bulan.
Pada intinya, Islam menempatkan pendidikan sebagai fondasi utama peradaban. Guru sebagai salah satu pilar penting yang dihormati dan diperhatikan kesejahteraannya dengan kata lain disebut sebagai pahlawan dengan tanda jasa.
Views: 20
Comment here