Opini

Tunjangan Guru Naik, Kesejahteraan Guru Meningkat, Benarkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Afifah, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Pada puncak Peringatan Hari Guru tahun ini presiden Prabowo Subianto menyatakan akan meningkatkan kesejahteraan guru. Prabowo merinci, tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji untuk guru ASN dan hingga Rp 2 juta untuk tunjangan guru non-ASN atau honorer yang telah mengikuti sertifikasi/pendidikan profesi guru (PPG).

Namun, pernyataan ini belakangan dinilai membuat salah informasi bagi masyarakat luas termasuk para guru. Karena sebenarnya, jika dihitung, kenaikan tunjangan guru non-ASN hanya sebesar Rp 500.000 per bulan. Hal ini disampaikan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Aceh Utara, Provinsi Aceh, Qusthalani. “Sebenarnya kenaikan gaji itu hanya Rp 500.000 untuk guru non-ASN. Karena sekarang gaji guru non-ASN yang lulus PPG sebesar Rp 1,5 juta. Tahun 2025 menjadi Rp 2 juta,” ungkap Qusthalani.

Qusthalani juga menyatakan, untuk mendapatkan gaji Rp, 1,5 juta dibebankan syarat, yaitu guru memiliki 24 jam mengajar. Namun, banyak guru non-ASN yang telah lulus PPG, tidak mendapatkan gaji sebesar itu karena kekurangan jam mengajar. (https://www.kompas.com)

Kabar kenaikan gaji (tunjangan) guru ditanggapi dengan beragam reaksi. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru. Kenaikan tunjangan tersebut tentu tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Pasalnya, banyak kebutuhan pokok yang membutuhkan biaya yang besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. Fakta banyaknya guru yang terjerat pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol), juga banyak guru memiliki profesi yang lain menguatkan hal itu. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Inilah gambaran nyata mirisnya nasib para guru di dalam negeri yang menerapkan sistem demokrasi sekuler. Pemerintah dalam sistem ini tidak berfungsi sebagai pelayan kepentingan rakyat termasuk bagi para guru, Negara gagal menjamin kesejahteraan bagi guru, justru negara layaknya pemalak rakyat dengan mengambil pungutan/pajak pada gaji para guru (seperti pph) dan berbagai jenis pajak lainnya bagi selutuh rakyat. Ternyata janji kenaikan tunjangan bagi guru tidak berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan mereka.

Hal ini terkait erat dengan sistem kehidupan kapitalisme sekulerisme yang diterapkan hari ini, di mana guru hanya dianggap seperti pekerja, sekedar faktor produksi dalam rantai produksi suatu barang. Kesejahteraan guru tentunya berkaitan dengan kualitas pendidikan. Meskipun demikian kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak hal, tidak hanya kesejahteraan guru. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan diantaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan juga kualitas guru, dll.

Sistem hari ini juga menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus (raa’in), dan hanya sebagai regulator dan fasilitator. Belum lagi penerapan sistem ekonomi yang menjadikan pengelolaan SDA dikuasai asing dan aseng, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu kita perlu solusi sistemik yang mampu menuntaskan persoalan ini. Solusi sistemik ini hanya ada pada sistem Islam.

Islam menjadikan persoalan pendidikan termasuk kesejahteraan guru adalah persoalan ummat yang wajib diselesaikan oleh negara. Dalam sistem Islam asas pendidikan, prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Dengan arah pendidikan seperti ini akan terbentuk sumber daya manusia (SDM) unggul terdidik dengan pola fikir dan pola sikap yang islami.

Sistem Islam sangat memperhatikan kesejahteraan nasib guru karena guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis mencetak generasi yang berkualitas dan akan membangun bangsa dan menjaga peradaban. Allah telah melebihkan kedudukan orang-orang yang berilmu, tentu juga para pemberi ilmu.

Pendidikan dalam Islam diarahkan pada pengembangan keimanan pada generasi, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian adalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan bergantung pada kualitas dan kapabilitas guru. Guru berkualitas sangat bergantung pada dukungan dari negara/sistem yang berlaku serta jaminan kesejahteraan bagi guru dan seluruh rakyat.

Untuk mewujudkan itu, negara dalam Islam (khilafah) berkewajiban menjamin seluruh sarana prasarana, fasilitas dan biaya pendidikan disemua jenjang pendidikan dan tidak membebankan biaya pendidikan kepada rakyat. Hal itu sangat mampu dilakukan karena khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam, yang menjamin SDA (seperti tambang, hutan, laut, dll) termasuk kepemilikan umum yang melimpah tersebut pengeloaannya berada di tangan negara, haram dikelola dan diserahkan kepada swasta bahkan asing.

Hasil pengelolaan kepemilikan umum tersebut berpotensi menjadikan sumber pemasukan/pendapatan yang sangat besar bagi negara. Dengan hasil pendapatan yang besar ini menjadikan negara mampu memberikan gaji yang besar kepada para guru dan mampu menjamin kesejahteraan mereka.

Dari pendapatan yang besar itu akan riil dipergunakan negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negara baik dengan cara langsung bagi rakyat yang lemah (miskin) maupun secara tidak langsung. Negara khilafah juga akan mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok kolektif rakyat berupa jaminan keamanan, dan pelayanan kesehatan/pengobatan serta pendidikan yang berkualitas dan gratis bagi setiap warga negara.

Negara betul-betul menjadikan pendidikan sebagai pelayanan dengan kualitas terbaik dan merata sebagai jalan untuk mencerdaskan generasi yang menghamba hanya kepada Ilahi Rabbi. Pendidikan seperti ini akan mampu melahirkan generasi terbaik (khoiru ummah) pemimpin peradaban, bukan hanya generasi yang pekerja saja.

Aspek pendidikan dalam Islam harus selaras dengan sistem politik dan pemerintahan. Pemerintahan yang berdaulat dengan menerapkan politik Islam dikenal dengan khilafah. Kepala negara dalam Islam (khalifah) berperan sebagai pelayan rakyat (raa’in), yang memiliki tanggung jawab mengurus rakyatnya, dan seharusnya memiliki kepribadian Islam, khususnya kepribadiaan sebagai penguasa, aqliyah hukam (penguasa) dan nafsiyah hakim (pemutus perkara).

Secara historis, sistem pendidikan Islam pernah diterapkan selama 13 abad lebih yang terbukti mampu menghasilkan output generasi berkepribadian Islam, melahirkan generasi terbaik dan mampu menghasilkan sebagai sosok para guru berkualitas /ulama dan ilmuan/pakar yang sholih/bertakwa menguasai tsaqofah/ilmu agama, dan mendalami berbagai bidang ilmu pengetahuan/sains serta pelopor dasar penemuan sains/teknologi yang diakui dunia seperti Al Kindi, Al Khawarizmi, Al Farabi dan Ibnu Sina, dll.

Dengan demikian khilafah Islam terbukti mampu menjamin kesejahteraan para guru. Contohnya dimasa khalifah Umar bin Kaththab, beliau pernah memberikan gaji kepada setiap guru sebesar 15 dinar perbulan (sekitar 60 juta bahkan lebih). Saatnya kita butuh tegaknya sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah yang mampu menjamin kesejahteraan bagi para guru dan seluruh rakyat.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here