Opini

JKDN Movie, Bukan (Sekedar) Romantisme Sejarah

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis: Zahida Arrosyida (Praktisi Pendidikan)

Muharram 1442 H semakin istimewa dengan penayangan premier film Jejak Khilafah di Nusantara. Film elegan yang apik dengan konten akurat dan ilmiah tapi mudah dicerna. Kemasan materi sejarah dalam bentuk audio visual menjadikan informasi sejarah bisa dijelaskan secara gamblang tentang hubungan antara kesultanan-kesultanan Islam di nusantara dengan khilafah Islam. Film ini menghapus kegamangan bahwa perjuangan untuk mengembalikan khilafah adalah wacana ahistoris yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa ini.

Sejarawan dunia Herodotus mengatakan “Sejarah adalah Guru Kehidupan.”
Winston Churchill juga memberikan pernyataan yang tidak kalah penting “Pelajari sejarah, pelajari sejarah. Didalam sejarah ada semua rahasia kenegaraan.” Pernyataan tersebut pada dasarnya memperlihatkan betapa penting dan strategisnya keberadaan sejarah dalam kehidupan manusia.

Bahkan Ibnu Khaldun dalam buku Muqadimah Ibnu Khaldun menyatakan, “Faedah belajar sejarah bahwa sejarah merupakan mazhab keilmuan paling bergengsi, faedahnya sangat banyak dan sasarannya sangat mulia. Karena dengan sejarah, kita mampu mengenali akhlak umat terdahulu, jejak hidup para Nabi, dan tata kelola pemerintahan, serta dasar kebijakan politik para raja. Dengan tujuan agar kita mengikuti perikehidupan mereka, hingga kita mampu mengambil faedah untuk kepentingan dunia dan agama.” Dari sini bisa dipahami pentingnya sejarah dalam kehidupan manusia.

Sejarah memang penting untuk dipelajari. Mengapa? Sebab jika umat Islam melupakan sejarah, maka ia tidak mendapatkan informasi mengenai asal-usul khazanah serta kebudayaan dan kekayaan serta keahlian di bidang-bidang tertentu lainya yang pernah diraih oleh umat Islam pada masa terdahulu. Sehingga tidak menyadari kemuliaannya lalu tidak terdorong untuk meraih kejayaan dan kebangkitanya kembali. Dengan mempelajari sejarah dapat mengambil ibrah atau pelajaran dari kejadian-kejadian dan perjuangan untuk membentuk watak dan kepribadian umat.

Dengan mempelajari sejarah Islam dan budaya lokal, suatu generasi akan mendapatkan pelajaran yang berharga dari perjalanan serta perjuangan-perjuangan umat terdahulu. Mereka akan paham sisi mana dari suatu sejarah yang harus dibuang dan mana yang harus menjadi inspirasi dalam spirit mencapai kebaikan negeri.

Saat ini banyak anggapan beredar bahwa sejarah Indonesia itu identik dengan zaman kerajaan Hindu atau Budha, masa penjajahan, perang kemerdekaan dan proklamasi kemerdekaan, orde lama, orde baru hingga era reformasi.

Padahal sesungguhnya jauh sebelum, itu bahkan jauh sebelum para kafir penjajah memasuki wilayah Nusantara, Islam sudah lebih dahulu masuk ke Nusantara. Islam telah berjasa membebaskan Nusantara dari kemusyrikan dan kekafiran menuju cahaya kemuliaan karena telah meyakini Islam. Islam pula yang telah memecut spirit jihad para pemeluknya untuk melawan para penjajah. Era keemasan Nusantara sudah pernah dilalui oleh negeri tercinta ini yaitu ketika kesultanan-kesultanan Islam Nusantara berada pada puncak kekuasaannya.

Film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) telah membuka tabir sejarah yang sebenarnya, film ini telah membuka mata dunia bahwa kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara memiliki relasi dan hubungan kerjasama militer, ekonomi dan dakwah dengan kekhilafahan sejak Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah hingga Turki Utsmaniyah. Hubungan langgeng diantara mereka ini bisa terwujud karena institusi kekuasaan khilafah sebagai super power masa itu.

Sesungguhnya sejarah bukan hanya sekedar ‘fakta’ (masa lalu), tetapi juga memuat unsur ‘tafsir’ (interpretasi) terhadap fakta itu. Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab ad Daulah al Islamiyah mendefinisikan sejarah sebagai berikut:

التاريخ هو التفسير الواقعي للحياة

“Sejarah adalah tafsir terhadap realitas kehidupan (masa lalu)”
Dari sini bisa dipahami bahwa realitas itu bersifat objektif, artinya diungkap apa adanya, tanpa pemberian judgement sebagai baik atau buruk. Sedangkan tafsir bersifat subjektif (relatif) dan tergantung pada perspektif atau kacamata yang digunakan oleh penafsir.

Hari ini, tafsir negatif telah disematkan pada khilafah yang merupakan ajaran Islam paling agung. Padahal realitas sejarah mengungkap bahwa kesultanan-kesultanan Islam yang pernah jaya di Nusantara telah menginduk kepada kekhilafahan. Ini bukan sesuatu yang mustahil mengingat khilafah telah jaya selama hampir 13 abad dan menguasai 2/3 dunia, Nusantara termasuk di dalamnya.

“Jejak-jejak ini tidak terlihat, dikaburkan seperti tertutup pasir. Nah, dalam film ini kita akan menyapu pasir itu sehingga jejak-jejak itu bisa terlihat.” (Nicko Pandawa, sejarawan dan sutradara film JKDN). Sepatutnya umat Islam menyambut baik hadirnya film ini dengan ghirah perjuangan untuk menggapai kembali predikat sebagai umat terbaik. Film ini akan mengembalikan ingatan tentang sejarah umat Islam di Indonesia yang menjadi bagian dari kejayaan peradaban Islam di dunia.

Film ini sangat layak menjadi tontonan serta tuntunan bagi masyarakat agar tidak buta sejarah. Cocok untuk semua kalangan. Tepat untuk meningkatkan keimanan serta kebanggaan atas identitas keislaman kita.

Wallahu a’lam bi ash-shawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here