Penulis: Sunarti (Pengamat Sosial)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri semakin bertambah, mereka memilih bekerja di luar negeri dengan harapan bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mirisnya, ada yang berangkat secara legal dan lebih banyak lagi yang ilegal. Hal ini disampaikan oleh Abdul Kadir Karding, selaku Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), dalam forum diskusi publik yang berjudul: Peluang dan Tantangan Bekerja ke Luar Negeri, di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro Semarang.
Dalam forum tersebut, Abdul Kadir Karding mengatakan, “Saat ini jumlah PMI terdaftar yang berangkat sekitar lima juta, sementara yang tidak terdaftar atau ilegal lebih dari lima juta pekerja. Para pekerja ini telah tersebar di 100 negara tujuan, beberapa diantaranya seperti Arab Saudi, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, dan Hongkong. Ia mengakui bahwa para pekerja ilegal rawan mengalami gangguan atau eksploitasi, bahkan bisa mengalami Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), karena mereka tidak sesuai dengan prosedural. Negara tidak akan mampu memberikan perlindungan terhadap pekerjaan yang tidak terdaftar dalam SISKOP2MI. Untuk itu mereka yang tidak terdaftar akan menjadi “Pekerjaan Rumah (PR)” oleh Kementerian PPMI,” katanya, di Semarang. (dikutip dari ANTARA, Minggu 17-11-2024).
SISKOP2MI adalah sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yakni sistem yang menyediakan layanan perlindungan bagi PMI. Fakta lain Bank Central Asia (BCA) fokus membantu para Generasi Z agar dapat mengembangkan diri demi meraih Indonesia Emas 2045. Hal tersebut dilakukan BCA karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, ada sekitar 22 persen dari 44 juta Gen Z di Indonesia adalah pengangguran. Fakta tersebut merupakan tantangan kita bersama,” kata Direktur BCA Antonius Widodo Mulyono secara virtual di acara Bhakti Champions, KOMPAS.com(15-11-2024).
Sebagaimana telah diketahui bahwa (PMI) adalah sebutan resmi untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Namun, sejak terbitnya UU no.18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Istilah TKI pun terganti.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Akar Persoalan
TKI ilegal erat kaitannya dengan masalah tingginya pengangguran, penghasilan rendah yang berakibat tidak tercukupinya kebutuhan hidup, birokrasi sulit dan lain-lain. Akibatnya, masyarakat khususnya kalangan Gen Z harus memilih jalan lain meski terbilang ilegal di mata hukum. Semua ini dilakukan demi mendapatkan jaminan hidup yang lebih baik.
Apa yang menimpa masyarakat saat ini adalah dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang membuat negara abai pada nasib rakyatnya. Selain itu, negara juga melepaskan tanggung jawab dalam menjamin keselamatan rakyat serta melindungi mereka dari eksploitasi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Lemahnya keimanan individu telah mengakibatkan terjadinya tindak kejahatan terhadap sesama manusia dalam hal memberangkatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara ilegal.
Saat ini Indonesia juga mengalami peningkatan jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang mencapai sekitar 168.000 pada tahun 2023 yang mayoritas berasal dari China (Data boks, 06-05-2024). Mayoritas TKA dipekerjakan pada sektor industri dan jasa yang seharusnya bisa diisi oleh tenaga kerja lokal. Hal tersebut menambah tekanan pada pasar tenaga kerja domestik dan mengurangi kesempatan bagi rakyat Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan.
Begitu juga dalam pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh para kapitalis dan berorientasi pada keuntungan jangka pendek. Sehingga sering mengabaikan pengembangan sumber daya manusia (SDM) lokal. Hal ini seharusnya dapat memberikan banyak kesempatan kerja untuk rakyat Indonesia, tetapi malah diambil alih oleh tenaga kerja asing. Akibatnya, rakyat sendiri kehilangan kesempatan kerja di kampung sendiri dan harus rela menjadi TKI yang ilegal.
Solusi dalam Sistem Islam
Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk mengurus rakyatnya, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai. Sebab kepemimpinan kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Untuk itu, negara dapat menggunakan beberapa solusi untuk mengatasi persoalan ini, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, melakukan penataan ulang terhadap kebijakan makro ekonomi dengan mengubah sistem APBN sesuai dengan syariat Islam, yakni Baitul Maal dengan 3 pos pendapatan utama yang berasal dari pengelolaan harta kepemilikan umum, pengelolaan harta negara, dan pengelolaan zakat maal. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara mandiri (tidak diserahkan kepada asing) dan berkelanjutan sesuai syariat Islam. Negara tidak membiarkan SDA hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.
Kedua, reformasi kurikulum pendidikan yang tidak hanya sebatas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tetapi juga menyesuaikan dengan kurikulum pendidikan yang berbasis Akidah Islam. Dengan demikian, akan terwujud SDM yang unggul dan bertakwa yang mampu mengelola seluruh SDA sesuai dengan syariat Islam.
Ketiga, Khilafah akan menyediakan lapangan pekerjaan yang bervariasi untuk semua laki-laki, termasuk Gen Z karena mereka adalah pihak yang diwajibkan syara’ selaku penanggung jawab nafkah. Dengan demikian, rakyat tidak perlu mencari kerja ke luar negeri apalagi mengambil resiko kematian jika bekerja sebagai TKI ilegal.
Views: 2
Comment here