Oleh: Rini Febiani
Wacana-edukasi.com, OPINI– Pada Kamis (5/12) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung bersama Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) mengadakan sebuah seminar yang bertajuk “Pencegahan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kota Bandung Tahun 2024” Dalam rangka duduk bersama untuk menacari solusi dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan, Uum Umiati mengatakan “ kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota Bandung tertinggi se-Jawa Barat”.
DP2KBP3A mencatat, kasus kekerasan perempuan dan anak tahun 2021 di kota bandung ada 17 kasus, kemudian di tahun 2022 pelaporan langsung naik jadi 217 % atau jadi 54 kasus. Lalu di tahun 2023 ada 64 kasus yang dilaporkan, diantaranya KDRT 25%, kekerasan pada perempuan 17 % dan kasus-kasus lainnya. Sementara di tahun 2024 pelaporan masuk sudah mencapai 65 kasus. Rinciannya ada tambahan kasus TPPO 5% yang di dominasi anak-anak. (Ayobandung.com, 7/12/24)
Upaya yang telah dilakukan dalam mencegah munculnya kasus kekerasan pada perempuan dan anak adalah dengan menggulirkan Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak (Geprak). Program ini telah berjalan sejak satu tahun yang lalu. Melalui program Geprak dibuat posko di setiap kecamatan untuk memudahkan masyarakat mengakses atau melapor.
Ditahun berikutnya, uapaya yang dilakukan adalah dengan menggulirkan program Puspa (Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak) yang telah diremsikan pada bulan Oktober lalu dalam upaya mendorong kesejahteraan perempuan dan memperkuat perlindungan anak. Berbagai Program yang senadapun sudah berjalandan masih banyak lagi lembaga-lembaga yang konsen terhadap permasalahan perempuan dan anak, misal telah bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) KBB.
Tren kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Bandung terus terungkap. Fenomena gunung es ini mulai nampak kepermukaan. Namun mirisnya berbagai langkah yang telah diupayakan tidak mampu membendung kondisi ini.
Apa yang Salah?
Kasus kekerasan terhadap anak yang meningkat bukan karena minus solusi dari pihak atau dinas terkait. Bisa dibilang pemerintah cukup tanggap ketika kasus ini kembali marak dan beranak pinak. Berbagai upaya dan program terus digulirkan dalam rangka menyelesaikan masalah perempuan dan anak.
Banyak program yang digulirkan dan berbagai pihak ikut terjun menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak. Namun, nyatanya tidak berbanding lurus dengan capaian yang diharapakan yaitu terlindungnya perempuan dan anak dari kekerasan, faktanya sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif untuk menekan kasus kekerasan tidaklah cukup. Mengapa kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat dari tahun ke tahun? Lalu apa yang salah?
Sekulerisme Kapitalisme Biang Masalah
Meningkatnya kasus kekerasan apalagi di daerah perkotaan menunjukan ruang aman bagi perempuan dan anak yang sudah berkurang bahkan hilang. Ditambah beban hidup yang semakin berat. Orangtua yang seharusnya menjadi pelindung namun dengan keterpaksaan kondisi tidak bisa melakukan pengawasan dan menjadi tempat yang aman untuk anak, ini dikarenakan karena dalam sistem kapitalisme peran orang tua telah bergeser. Seorang ibu yang harusnya fokus mendidik dan mengasuh anak dengan terpaksa harus bekerja membantu perekonomian keluarga. Karena kapitalisme mandul dalam mensejahterakan rakyat dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
Di sisi lain kehidupan permisif dan liberal yang berakar dari pemisahan agama dari kehidupan dalam sistem kapitalisme sangatlah dijungjung tinggi. Maka sangat wajar sistem yang sekuler ini membentuk dan menjadi corak kepribadian masyarakat yang rusak dan buruk mengedepankan hawa nafsu. Sistem sekuler ini yang memunculkan pelaku-pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ringannya sanksi bagi pelaku kejahatan kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi bukti tambahan bahwa sistem inilah yang membuat negara gagal menjamin keamanan bagi perempuan dan anak.
Walhasil sebanyak apapaun program penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak juga uang yang digelontorkan. Jika sistemnya tetap sekuler sampai kapanpun tak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada.
Islam Melindungi Perempuan dan Anak
Di dalam Islam, permasalah perempuan dan anak menajdi perhatian khusus bagi negara. Dalam hal ini negara akan menjamin perempuan dan anak dari kekerasan, perlindungan ini meliputi semua hak-hak anak, sandang, pangan, tempat tinggal, menghindarkan kekerasan dan lain-lain. Islam memiliki 3 pilar yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan perempuan dan anak. Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan Ibu harus bersinegi menididk, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala.
Kedua, lingkungan. Dalam hal ini masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumubuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan tebiasa melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, dan budaya ini tidak lahir dari sistem kapitalisme.
Ketiga, negara sebegai peran kunci mewujudkan sistem pendidikan, sosial, dan keamanan dalam melindungi generasi. Dalam hal ini, fungsi negara adalah membeikan pemenuhan kebutuhan beupa sandang,pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap anak.
Islm mengharamkan segala bentuk kekerasan terhadap semua makhluk, apalagi terhadap sesama manusia, termasuk perempuan. Islam mengatur hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Penerapan ini akan menjaga kemulian dan kehormatan setiap insan. Penerapan sistem sosial berdasarkan syariat Islam akan membawa kebaikan dalam masyarakat, mencegah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan menyelesaikan masalah ini dengan tuntas
Semua ini hanya akan terwujud bila Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Hanya Khilafah Islamiah yang mampu menyelesaikan permasalahn perempuan dan anak.
Views: 4
Comment here