Penulis: Ghayda Azkadina
Wacana-edukasi.com. Rangkaian kampanye masif sedang berlangsung di Indonesia sejak bulan Juli 2020 untuk mengajak masyarakat menyaksikan sebuah film yang menggambarkan fakta sejarah terkait jejak khilafah di Nusantara. Film ini digadang-gadang sebagai pembuka tabir terbenamnya bukti-bukti sejarah dari khazanah pembelajaran terkait masa lalu negeri khatulistiwa bernama Indonesia.
Film Jejak Khilafah di Nusantara yang ditayangkan perdana pada tanggal 20 Agustus 2020 ini sontak mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, mayoritas masyarakat merasa tidak pernah mendengar ataupun membaca mengenai peran khilafah dan kekhilafahan dengan Nusantara. Selama ini yang mereka pahami adalah Indonesia dengan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha serta animismenya. Islam, dianggap bukan salah satu bagian penting di dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Tak pelak lagi, film ini akhirnya menjadi heboh di masyarakat. Banyak yang terperangah dan kaget melihat adanya bukti sejarah yang ditampilkan di dalam film tersebut.
Tak hanya itu, saat penayangan pun pemblokiran film ini terjadi berulangkali dan semakin menjadikan film tersebut viral di tengah masyarakat. Pro dan kontra semakin berlanjut dan tak terbendung. Media nasional pun memberitakan dengan bermacam versi. Opini tentang khilafah semakin bertebaran bahkan hingga penayangan kedua dilakukan secara streaming di hari Ahad tanggal 23 Agustus 2020, masyarakat masih antusias untuk menyaksikan kembali film yang kontroversial ini.
Jejak Penjajah Mengubur Islam di Nusantara
Catatan sejarah secara pasti menunjukkan bentuk utuh dari cipratan jejak para penjajah yang pernah merongrong negeri ini. Portugis, Belanda, dan Jepang yang pernah menjajah Indonesia secara fisik selama beratus-ratus tahun lamanya tercantum dalam buku-buku sejarah yang dipelajari bangsa ini untuk dapat dipahami dan diresapi agar menjadi pelajaran berharga yang tidak terlupakan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat kepingan yang hilang dari catatan sejarah tersebut. Sebuah intro yang mengiringi jejak para penjajah tersebut dalam memorak-porandakan negeri ini.
Snouck Hurgronje adalah bukti nyata jejak penjajah di Nusantara. Teori Gujarat dan kepura-puraan Islamnya, seharusnya membuka mata kita bahwa bentangan sejarah di Nusantara yang selama ini kita pelajari sejak kecil melalui bangku sekolah adalah buah karya penyesatan orientalis yang sengaja mengaburkan perjalanan Islam di negeri ini. Selama ini upaya para penjajah mengalami perlawanan sengit yang membutuhkan tenaga, waktu dan dana yang tidak sedikit. Hal ini membutuhkan taktik dan strategi lain yang lebih jitu demi meredam perlawanan kaum muslimin di Nusantara, terutama di Aceh pada saat itu. Akhirnya ditemukanlah penyebab kegagalan mereka dalam menaklukkan Nusantara, yakni semangat jihad dan tunduknya kaum muslimin kepada pimpinan dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam.
Inilah yang diungkapkan Abdul Ghaffar alias Christian Snouck Hugronje dalam nasihatnya kepada pemerintah kolonial Belanda mengenai Islam. Dia mengungkapkan bahwa Islam sebagai agama tidaklah membahayakan. Akan tetapi Islam sebagai kekuatan politik sangatlah berbahaya bagi pemerintah kolonial Belanda. Tidak heran, jejak khilafah dan hubungannya dengan Nusantara berupaya sedemikian rupa ditenggelamkan dan dihilangkan demi memutus rantai persatuan kaum muslimin dan pemikiran politis mereka, sebab Belanda yakin bahwa mereka tidak akan pernah berhasil menaklukkan Nusantara selama benak umat masih mempelajari ajaran Islam yang menyeluruh dan memahami bahwa kehidupan mereka senantiasa diatur baik secara individu maupun negara dengan Islam.
Pada titik ini, maka hilanglah kaitan Islam dengan perjuangan bangsa ini secara utuh. Kepingan-kepingan sejarah dihilangkan. Generasi bangsa disuguhi dengan sejarah yang sengaja dibuat orientalis demi menjauhkan peran kekhilafahan dalam perjuangan bangsa ini. Kaum muslimin pun tenggelam dalam euphoria nasionalisme yang semu.
Mengembalikan Tapak Tilas Kekhilafahan di Nusantara
Tdiak mudah menapaki kembali jejak langkah yang berupaya dihapuskan oleh para penjajah. Apalagi jejak tersebut juga tidak digali kembali dengan kesadaran penuh oleh para pendahulu negeri ini. Peran Islam yang demikian besar bagi kemerdekaan bangsa ini nampaknya tidak ingin digembar-gemborkan. Nasionalisme dianggap sebagai penyelamat negeri, padahal hakikatnya paham inilah yang memecah-belah umat hingga tidak mampu bangkit kembali.
Oleh sebab itu, penggalian sejarah yang berujung pada terangkumnya fakta akan keterkaitan khilafah Islam dengan Nusantara, seakan memantik memori para penjajah untuk kembali menggembosi pemikiran umat Islam agar tidak mempelajari sebenar-benarnya Islam. Mereka berupaya menghembuskan isu kredibilitas terhadap Film JKDN dan mematikan sejarah yang mampu mengingatkan kaum muslimin akan kejayaan mereka di masa lalu.
Perang opini saat ini terhadap kebenaran adanya keterkaitan kekhilafahan dengan Nusantara, peran Islam dalam kemerdekaan Indonesia dan keinginan bangsa ini di masa lalu untuk menegakkan kembali khilafah pada saat Khilafah Utsmani runtuh di tahun 1924, terus dilancarkan tidak henti-hentinya. Hal ini sebenarnya menunjukkan secara gamblang bahwa terdapat ketakutan yang luar biasa dari para penjajah yang bersembunyi negeri ini akan bangkitnya umat Islam untuk memperjuangkan tegaknya khilafah.
Jargon jangan pernah melupakan sejarah yang didengung-dengungkan seakan menjadi senjata makan tuan. Sebab umat Islam seakan tidak diperbolehkan memahami sejarahnya sedangkan di sisi lain diwajibkan menerima seutuhnya sejarah kabur yang dibungkus nasionalisme. Padahal sejatinya, Islamlah yang membebaskan bangsa ini dari keterjajahan.
Film JKDN seakan menjadi titik tolak bagi bangsa ini untuk menyadari kembali peran besar mereka dalam membebaskan bangsa ini dari keterpurukan. Mereka kembali diingatkan bahwa hanya dengan Islamlah bangsa ini dapat bangkit. Pergerakan demi kemajuan peradaban hanya dapat dilakukan dengan upaya menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam institusi negara. Inilah yang seharusnya dilakukan umat ini, sebagaimana yang pernah diupayakan oleh kaum muslimin jauh sebelum Indonesia merdeka secara fisik di tahun 1945.
Realitas sejarah yang diungkapkan dalam film yang diinisiasi oleh sejarawan bernama Nicko Pandawa bersama Komunitas Literasi Islam tersebut, sukses menunjukkan bahwa perjuangan khilafah bukanlah perjuangan yang ahistoris. Masyarakat mulai memandang bahwa penerapan Islam yang dulu pernah terjadi di Nusantara adalah kebutuhan yang mendesak demi membangkitkan kembali bangsa ini. Terkuburnya sejarah yang kini mulai tersingkap tabirnya, membuktikan bahwa perjuangan politik Islam adalah keniscayaan yang menggetarkan musuh-musuh Allah yang merupakan para kapitalis penjajah.
Sekarang saatnya kita menunjukkan posisi, akan berada dimanakah kita menjejakkan kaki dalam perjuangan ini. Apakah turut bergerak demi tegaknya kemuliaan Islam, ataukah hanya berdiam diri saja.[]
Rujukan:
1. https://hot.detik.com/movie/d-5140565/jejak-khilafah-di-nusantara-trending-di-twitter-sampai-isu-diblokir-pemerintah?_ga=2.191853033.295454007.1598144421-1510135297.1589473099
2. https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/24/183000669/snouck-hurgronje-tokoh-orientalis-yang-mempopulerkan-teori-gujarat?page=all
3. https://tirto.id/nasihat-snouck-hurgronje-di-masa-kolonial-berantas-islam-politik-bJ6j
4. https://hot.detik.com/movie/d-5140565/jejak-khilafah-di-nusantara-trending-di-twitter-sampai-isu-diblokir-pemerintah
5. https://era.id/film/35848/antiklimaks-film-jejak-khilafah-di-nusantara-yang-diblokir-pemerintah
Views: 20
Comment here