Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
Wacana-edukasi.com, OPINI– “Seharusnya ditambah, bukan malah dikurangi”, keluh Dede Susanti (43 tahun), salah satu penumpang Biskita Transpakuan. Keluhannya mewakili masyarakat Kota Bogor lainnya dalam merespon rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menghapus dua koridor Biskita Transpakuan yaitu koridor 5 dan 6 di tahun 2025.
Dede meminta agar Pemkot Bogor tidak menghapus dua koridor tersebut. Karena Dede dan juga warga Kota Bogor pelanggan Biskita Transpakuan lainnya selama tiga tahun ini sangat terbantu dengan keberadaan sarana transportasi umum tersebut (bogor.tribunnews.com, 06-12-2024).
Sistem Materialistis, Selalu Mengutamakan Untung Rugi
Biskita Transpakuan yang dioperasikan sejak tahun 2021 memiliki empat koridor (rute) yaitu 1, 2, 5 dan 6. Dengan wacana penghapusan tersebut, maka yang akan beroperasi di tahun 2025 hanya dua koridor yaitu 1 dan 2. Wacana penghapusannya disebabkan oleh keterbatasan APBD untuk biaya operasional transportasi publik ini (news.detik.com, 06-12-2024).
Pada kenyataanya, alokasi APBD hanya mencukupi untuk biaya operasional satu koridor saja yaitu Rp 10 miliar per tahun. Namun demikian pemkot Bogor bakal mempertahankan pengoperasian koridor 1 dan 2 karena dianggap paling menguntungkan secara ekonomi berdasarkan load factor (rasio keterisian penumpangnya). Untuk menutupi kekurangan biayanya, Pemkot Bogor akan mengajukan permohonan pembiayaan tambahan dari pemerintah pusat (megapolitan.kompas.com, 02-12-2024).
Sekali lagi terbukti pengelolaan yang dilakukan pemerintah tidaklah mengedepankan kebutuhan rakyat, melainkan lebih mengutamakan aspek ekonomi alias keuntungan finansial. Cara pengelolaan semacam ini merupakan ciri khas Sistem Kapitalis. Padahal warga Kota Bogor sangat terbantu dengan keberadaan moda transportasi umum tersebut sejak tahun 2021, sehingga seharusnya diupayakan untuk tetap ada.
Dan semestinya ketersediaan anggaran bukanlah masalah bagi Pemkot Bogor, karena pendapatan asli daerah (PAD) dapat didongkrak dari keuntungan pengelolaan sumber daya alam (SDA). Faktanya wilayah kota dan kabupaten Bogor mempunyai SDA tanah yang subur, sumber daya air yang melimpah dan sumber daya manusia (SDM) ahli yang banyak. Dengan pengelolaan yang baik, maka semua potensi sumber daya tersebut niscaya mendatangkan PAD yang melimpah bagi Kota Bogor (antaranews.com, 03-03-2019).
Pengelolaan Transportasi Terbaik dengan Sistem Sahih
Sarana transportasi umum merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat untuk dapat menjalankan berbagai aktivitas keseharian dengan lancar. Dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah, sarana transportasi umum termasuk jenis infrastruktur milik negara (marafiq). Negara Islam akan menjalankan kewajibannya menyediakan pelayanan marafiq yang layak, agar seluruh warga negara dapat memanfaatkannya.
Tanggung jawab tersebut muncul atas dorongan iman dan ketakwaan dalam menjalankan kewajibannya sebagai raa’in (pengurus) sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadis yang diriwayatkan Iman Muslim dan Ahmad ,”Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.”
Kesadaran seperti itu hanya akan muncul dalam negara yang menerapkan Sistem Islam secara kaffah yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah. Daulah Khilafah Islamiyyah merupakan penanggung jawab utama dan pertama dalam penyediaan sarana transportasi bagi rakyatnya. Tujuan menyediakan fasilitas umum tersebut semata-mata untuk melayani umat agar mereka dapat menjalankan berbagai aktivitas keseharian dan ibadah dengan lancar.
Yang menjadi dasar pertimbangan Daulah Khilafah dalam menetapkan suatu kebijakan pelayanan bagi rakyatnya, termasuk juga sarana transportasi, adalah hukum syara. Terpenuhinya kemaslahatan rakyat menurut hukum syara menjadi pertimbangan mendasar, baik terkait pembiayaan, pelaksanaan, maupun pengelolaannya. Pengambilan kebijakan tidak boleh berdasarkan untung rugi dari segi materi belaka.
Pengelolaan sarana pelayanan publik termasuk juga transportasi umum, tidak boleh
dikuasai oleh individu ataupun swasta. Keterlibatan swasta hanya diperbolehkan dalam tataran teknis. Keterlibatannya pun di bawah kendali pemerintah, sehingga kedaulatan negara tetap terjaga dan tidak disetir oleh kepentingan swasta ataupun asing.
Pembiayaan penyediaan sarana tranportasi dalam Daulah Khilafah bukanlah masalah karena negara mempunyai pos pemasukan tetap dan jumlahnya berlimpah. Keuangan negara tersebut dikelola dalam suatu institusi yang disebut Baitul Mal.
Untuk pembiayaan fasilitas umum seperti sarana tranportasi, sumber dananya diambilkan dari harta dalam pos kepemilikan negara atau pos kepemilikan umum. Harta dalam pos kepemilikan negara berasal dari pungutan kharaj, fai’, usyur, jizyah dan sebagainya. Sementara harta dalam pos kepemilikan umum berasal dari keuntungan pengelolaan SDA oleh negara secara mandiri.
Pengelolaan harta negara yang dimanfaatkan kembali untuk menjalankan layanan publik dicontohkan oleh Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab. Beliau radhiyallahu anhu memerintahkan Ammar bin Ash radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Mesir untuk menggunakan harta pemasukan dari wilayah Mesir untuk pembangunan jembatan, terusan, jaringan suplai air dan fasilitas lain yang berkenaan dengan transportasi, agar kebutuhan orang yang melakukan perjalanan (para musafir) dapat terpenuhi.
Tinta emas sejarah mencatat bagaimana kepemimpinan Islam mampu meriayah rakyatnya dengan baik. Periayahan yang baik mampu terwujud karena motivasi pelayanan terhadap rakyat dilakukan sebagai bagian dari penerapan syariat Islam secara kaffah.
Niat yang baik ini tentu saja membuahkan keberkahan di seluruh pelosok negeri sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS Al A’raf ayat 96 yang artinya,
“Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, namun mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan oleh perbuatannya.”
Views: 2
Comment here