Opini

Rumah Moderasi Beragama, Memupuk Toleransi atau Mengikis Akidah Umat?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Syahraeni, S.P.

Wacana-edukasi.com, OPINI– Pertimbangan atas potensi konflik berbau agama di Indonesia menghantarkan Kementerian Agama (Kemenag) berupaya mencegah konflik tersebut, salah satu di antaranya melalui Rumah Moderasi Beragama (RMB) yang didirikan di sejumlah kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).

Terbaru, Universitas Brawijaya (UB) meresmikan sebuah “Griya Moderasi Beragama” melalui UPT. Pengembangan Kepribadian Mahasiswa di Gazebo Raden Wijaya, Rabu (11/12/2024).

Moderasi beragama diartikan sebagai upaya peletakan pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang dilakukan secara benar, seimbang, dan fungsional. Upaya ini diyakini ada pada tiap ajaran agama. Islam misalnya, menawarkan konsep moderasi beragama dengan mengambil jalan tengah (tawassuth), berkeseimbangan (tawazzun), lurus lagi tegas (i’tidal), toleransi (tasamuh), reformasi (islah), serta dinamis inovatif (tathawwur, ibtikar) (UB, 13-12-2024).

Pendirian RMB sendiri menunjukkan cara pandang negara terhadap konflik dan solusinya. Meski pada dampaknya, agenda ini tidak akan menjadi solusi. Prinsip-prinsip yang diajarkan bertentangan dengan Islam yang lurus, sebab program moderasi beragama yang dikuatkan melalui RMB ini, merupakan arus global yang bersumber dari rekomendasi Rand Corporation.

RAND Corp sendiri adalah lembaga pemikir Amerika Serikat yang beroperasi atas biaya Smith Richardson Foundation, berpusat di Santa Monica-California dan Arington-Virginia, Amerika Serikat (AS). Garis besar dokumen Rand Corp berfokus pada analisis dan kebijakan Amerika Serikat beserta sekutu untuk Dunia Islam. Inti tujuannya adalah mempeta-kekuatan (MAPPING), sekaligus memecah-belah dan merencanakan konflik internal di kalangan umat Islam melalui berbagai pola, program bantuan dan lainnya.

Melalui dokumen yang disusun oleh RAND Corporation “Building Moderate Muslim Networks” pada 2007, yang memuat langkah-langkah menciptakan apa yang mereka sebut ‘moderate muslim network’.

Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto menjelaskan, dalam dokumen tersebut dijelaskan perlunya usaha untuk membangun jaringan muslim moderat melalui tiga agenda dan strategi.

Pertama, Barat sangat menyadari umat Islam ini akan terus mengalami kebangkitan. Kebangkitan Islam ini adalah fenomena global. Tidak hanya terjadi di satu atau dua negara. “di Indonesia ini bisa kita lihat peningkatan luar biasa umat pada haji maupun umrah. Lalu semangat warga pada halal life style.  Kemudian pertumbuhan sekolah-sekolah basis Islam dan sebagainya, kerudung, jilbab. Dan hal ini terjadi di banyak negara, hampir seluruh negeri-negeri muslim,” ungkapnya.

“Fenomena ini adalah tanda awal atau upaya untuk kembali kepada kehidupan Islam, peradaban Islam. Keinginan ini dianggap sebagai ancaman buat mereka. Mereka tentu belum lupa sejarah pertarungan perang salib yang hampir 200 tahun itu terjadi dengan segala dinamikanya,” tambahnya.

Kedua, agar Islam tidak lagi menjadi sebuah ancaman, barat melakukan upaya agar dunia Islam ini ramah dan lunak terhadap nilai-nilai barat.

Ketiga, barat melakukan pemetaan kekuatan dan pemilahan-pemilahan kelompok pada umat Islam. “Untuk mengetahui mana kawan, mana lawan. Yang kawan akan diajak untuk bekerjasama menghadapi lawan,” terangnya.

UIY melanjutkan, dalam dokumen tersebut menjelaskan bagaimana barat melakukan pengelompokkan terhadap umat Islam yang dipetakkan menjadi empat kelompok, yakni kelompok fundamentalis, tradisionalis, modernis dan sekularis.

“Strategi utama mereka adalah jelas mengakomidir dukungan dan menyatukan kelompok tradisionalis, modernis dan sekularis untuk sama-sama melawan dan menghalangi kelompok fundamentalis. Dimana, kelompok fundamentalis inilah yang menolak nilai-nilai barat, menginginkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh dan menganggap Islam itu sebagai jalan hidup. Inilah politik belah bambu. Menurut Daniel Pipe, tujuan jangka pendek dari rencana ini adalah perang menghancurkan Islam kelompok fundamentalis (hard liner atau Islam radikal) sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah modernisasi Islam,” pungkasnya. 

Menciptakan masyarakat yang saling toleran dan menghargai tiap agama tentu merupakan hal yang baik. Namun, bijak dalam menentukan solusi pada isu agama ini adalah wajib. Program moderasi beragama yang nyatanya adalah program yang diaruskan barat pada dunia Islam, hanya akan berujung pada runtuhnya keyakinan umat pada akidahnya (Islam).

Sesungguhnya Islam telah memiliki aturan tentang toleransi yang dapat menjadi pedoman di mana saja umat Islam melakukan aktivitas termasuk di kampus dan dianggap sangat relevan bagi kehidupan kampus.

Dalam Islam, Allah Swt. telah memberikan sejumlah rambu-rambu tentang bagaimana seorang muslim menyikapi keyakinan di luar selain Islam. Allah Swt. menyampaikan konsep toleransi (tasamuh) dengan jelas “Lakum dinukum waliyadin” yang artinya, “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS Al-Kafirun [109]: 6).

Selain itu, konsep toleransi dalam Islam tidak mengarah pada paham sinkretisme, pluralisme, dan humanisme yang berakhir merusak akidah (keyakinan) Islam. Toleransi berarti memberikan ruang, serta tidak mengganggu ibadah dan keyakinan agama lain.

Secara historis, praktik toleransi dalam Islam banyak terlihat dalam peradaban Islam di bawah aturan Islam sepanjang sejarahnya. India, selama berada dibawah pemerintahan Bani Umayah, Abbasiyah, dan Ustmaniyah, umat muslim dan Hindu hidup rukun hingga ratusan tahun. Toleransi dalam Islam juga terbangun indah pada masa pemerintahan Islam di Spanyol, dimana lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen juga hidup berdampingan dengan tenang dan damai.

Keindahan praktik toleransi dalam Islam ini juga sejalan dengan misi pengutusan Rasulullah saw. kepada seluruh manusia untuk menebarkan rahmat. Allah Swt. berfirman, “Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’ [21]: 107).

Melindungi akidah masyarakat adalah salah satu tugas wajib negara yang ditetapkan dalam Islam. Atas dasar itu, negara tidak akan memfasilitasi berbagai hal yang justru dapat merusak akidah dan agama umat seperti menyebarkan narasi Islam Moderat dengan membangun RMB sebagai wadah mengembangkannya.

Oleh karena itu, urgensi menerapkan Islam secara komprehensif adalah sebuah keniscayaan, sebab dengan aturan Islam inilah akan terwujud toleransi hakiki, sekaligus menebarkan rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here