Opini

Pajak 12% antara Target Negara dan Kesejahteraan Rakyat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Yuli Mariyam (Pendidik Generasi Tangguh)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Ramai pembicaraan semua kalangan tentang pajak 12% yang semakin memberatkan kondisi umat. Seperti diketahui Indonesia mengalami gelombang PHK dimana-mana, lapangan pekerjaan semakin menyempit, kenaikan harga bahan pokok yang semakin melangit menjadi indikasi buruknya perekonomian di negeri ini. Sehingga kenaikan Pajak 12% ini sungguh tidak layak untuk diterapkan, meskipun rencana kenaikannya sudah dibatalkan, fenomena ini tetap perlu dikritisi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Menyebutkan program prioritas Presiden Prabowo Subianto yakni makan siang gratis merupakan salah satu alasan tarif pajak pertambahan nilai atau PPn 12% naik per Januari 2025 (Berisatu.com, Jumat, 20 Desember 2025).

Makan siang gratis ini bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi pada anak usia sekolah, balita, ibu hamil bahkan ibu menyusui. Dinarasikan program ini bisa mengatasi masalah stunting dan meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk menyambut Indonesia emas pada tahun 2045, bahkan dikatakan akan mempunyai pengaruh positif di kalangan para petani kita dan meningkatnya ketahanan pangan nasional.

Ironi di Negeri Gemah Ripah loh Jinawi

Harapan menjadi manusia yang kuat dan beradidaya tentu tidak terlepas dari sumber pangannya, namun jika kesejahteraan umat belum bisa dicapai dan harus dibebankan lagi pajak di pundak mereka, tentu ini adalah sebuah ironi. Di saat negeri ini mempunyai SDM menembus bonus demografi dan SDA yang melimpah ruah di atas bumi dan di dalam lautannya. Umat masih dibingungkan dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat tambal sulam dan bahkan belum jelas. Seperti adanya wacana Badan Gizi Nasional akan mengganti susu sapi dengan susu ikan, menurunkan anggaran dari Rp 15.000 menjadi Rp 10.000, bahkan yang terbaru adalah mengganti susu dengan telor dan daun kelor, susu hanya akan diberikan kepada daerah-daerah sentra sapi perah.

Berbagai ulasan tersebut harusnya menjadikan umat berfikir pemerintah sekuler kapitalis yang pendapatan negaranya hanya dari pajak dan hutang ini, seolah bersikap setengah hati dan kurang serius menangani urusan rakyatnya, terlebih pada jaminan gizi generasi, apalagi ditemukan fakta bahwa MBG ini hanya mampu menangani sekitar 3 jutaan siswa, padahal jumlah pelajar menurut Kemenristekdikbud per 2023-2024 mencapai 53,1 juta jiwa, dan tugas negara lah meriayah keseluruhannya, bukan hanya pada golongan tertentu saja. Inilah yang terjadi ketika negara berlaku sebagai pembisnis(produsen) yang menerapkan untung rugi kepada rakyatnya (konsumen), penguasa populis seperti ini menyamarkan seolah-olah masih mengurusi rakyat, padahal mereka hanya sebagai regulato,r karena semua dana yang dipakai hasil dari pungutan paksa rakyat berupa pajak.

Islam Solusi Tuntas

Allah SWT sebagai Al-Khalik (Pencipta) dan al Mudabbir (Pengatur) telah menjadikan agama islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoiNya, sekaligus menjadikannya sebagai aturan kehidupan bagi manusia. Terbukti dengan 13 abad islam memimpin dunia mampu menjadikan rakyatnya sebagai hamba yang taat, terdepan dalam teknologi dan juga adidaya di mata asing.

Pengaturan pangan selain halal dan thoyib juga akan dipermudah pendapatannya dalam Daulah. Dari penyediaan lapangan pekerjaan dengan banyak menghidupkan lahan mati, pengelolaan sumberdaya alam oleh Negara dengan tidak melegalkan privatisasi kepemilikan umum, melindungi lumbung-lumbung pangan dari pembangunan hunian, sampai mengawasi distribusi pangan dari produsen ke konsumen agar tidak ada mafia pasar.

Dengan berbagai kebijakan tersebut, individu akan dimudahkan dalam memenuhi kebutuhannya yakni sandang, pangan dan papan. Jika masih ada kondisi kekurangan pada masyarakat, maka negara akan memberikan bantuan langsung dari Baitul Mal yang di ambil dari:
Pertama, Zakat yakni penarikan 2,5% dari harta diam kaum muslim yang sudah mencapai nisob (setara dengan 85 gram emas).

Kedua, Jizyah atau upeti yang dibayarkan oleh non muslim kepada negara hasil perluasan wilayah tanpa perang, sebagai bentuk ketaatan dan jaminan atas harta dan jiwanya.

Ketiga, Fa’i yakni harta kafir dzimmi yang tidak mempunyai ahli waris.

Keempat, Kharaj atau cukai tanah yang dikenakan pada wilayah hasil futuhat(perluasan wilayah dangan perang).

Kelima, Usyr atau bea keluar masuk barang dari luar negeri ke daulah atau sebaliknya.

Keenam, Ghonimah (harta rampasan perang).

Ketujuh, Infaq dan Shodaqah.

Sedang pajak atau dhoribah hanya akan diambil dari rakyat jika baitul mal kosong dan itupun hanya berlaku pada kaum muslim yang kaya dan pendapatannya sudah dipotong kebutuhan pokok atas semua anggota keluarga yang menjadi tanggungannya, sedang lamanya terbatas yakni sampai baitul mal terisi kembali dan mencukupi untuk kebutuhan umat, maka pajak akan dihentikan.

Disinilah negara berperan sebagai raa’in(penguasa) dan juga junnah(pelindung) terhadap rakyatnya, sehingga beban kepengurusan pangan umat tidak dibebankan hanya kepada rakyat.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im:

كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran”

Tugas negaralah menjadikan masyarakat sejahtera dan beradidaya, sehingga aqidah umat terjaga dari kekufuran.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 23

Comment here