Wacana-edukasi.com, OPINI– Banjir bandang bagai nyanyian daerah yang dilantunkan setiap tahun. Beritanya antre berduyun ketika musin hujan mulai turun. Tanpa tebang pilih, ia akan melibas perumahan penduduk tanpa ampun. Tak segan, ia akan merampas harta, kesehatan, bahkan nyawa penduduk.
Sebagaimana dilansir dari tribunnews.com (3/12), banjir bandang menerjang jalur Wonosobo-Dieng. Kepala DPUPR Kabupaten Wonosobo, Nurudin Ardianto menyampaikan bahwa banjir tersebut dipicu maraknya bangunan usaha yang beberapa tahun terakhir ini berdiri di tepi aliran Sungai Wangan Aji. Tidak hanya itu, tumpukan sampah di sepanjang sungai pun memperparah keadaan.
Keberadaan bangunan-bangunan dan tumpukan sampah menjadikan kapasitas sungai menyempit, sehingga ketika hujan deras, sungai pun meluap. Adin mengatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi kembali hal-hal yang memengaruhi fungsi sungai. Ia akan berkoordinasi dengan instansi terkait guna menertibkan bangunan liar di tepi sungai, dan memastikan sistem drainase berfungsi dengan baik.
Banjir Bandang Berulang
BPBD menyebutkan bahwa banjir bandang adalah banjir yang sangat kuat dan mendadak, dan sering kali disertai longsor yang merusak segalanya di jalur alirnya. Wonosobo merupakan tempat yang memiliki intensitas hujan yang tinggi. Di samping itu, Wonosobo juga daerah dataran tinggi yang banyak perbukitan, bahkan memiliki 5 gunung yang masih aktif.
Oleh karena itu, banjir bandang menjadi suatu yang tidak aneh. Namun, ketika kejadian ini terus berulang, bahkan memakan korban, itu menjadi cermin kelalaian. Yang demikian itu karena banjir bandang sejatinya bisa dikendalikan.
Dengan letak geografis yang demikian itu, seharusnya pejabat pemerintah daerah Wonosobo yang terkait, menjadi petugas yang handal. Mereka mestinya telah profesional dalam menanggulangi masalah seperti banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, juga kebakaran hutan. Namun, sayangnya putra-putra daerah Wonosobo tidak banyak belajar, sehingga fenomena bencana alam masih sering berulang. Berbagai bencana selalu dievaluasi ketika telah terjadi, selebihnya kembali berulang dengan menelan korban.
Banjir bandang yang dipicu oleh bangunan liar di tepi aliran sungai, menandakan bahwa tidak adanya antisipasi yg serius dari pemerintah. Seharusnya, pemerintah melarang adanya pembangunan termasuk bisnis usaha di sekitar atau tepian sungai. Jika ada yang nekat, tentu hukum dan sanksi harus ditegakkan.
Akibat Kapitalisasi dan Liberalisasi
Sungguh, penegakan hukum dan sanksi di negeri yang kapitalistis dan liberal sebagaimana Indonesia, mustahil terlaksana. Hal ini karena hukum konstitusi yang nota bene buatan manusia mudah dibeli. Selain itu, sistem kapitalisme yang liberal berpandangan, bahwa tolok ukur dan pandangan hidupnya adalah banyaknya materi.
Akibatnya, demi meraih keuntungan materi yang besar, mereka akan membangun bisnisnya di mana pun, yang penting menghasilkan banyak cuan. Mereka akan mendirikan bangunan tanpa mengindahkan keamanan, dan menerjang analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Bahkan, agar aman mereka akan menyogok para pemangku jabatan demi melancarkan usaha dan bisnisnya.
Yang demikian itu adalah potret pembangunan di negeri yang mengadopsi ideologi kapitalisme demokrasi. Di mana, orientasi dan watak ideologi tersebut adalah mengedepankan keuntungan materi, serta abai terhadap keamanan lingkungan maupun tata kota secara keseluruhan. Akhirnya, dampak dari banjir bandang rakyat juga yang menjadi korban, baik rumah yang hanyut, harta yang hilang, penyakit yang menyerang, bahkan nyawa yang tak terselamatkan.
Inilah salah satu kerusakan akibat perbuatan manusia, yaitu tidak menerapkan sistem ideologi Islam, tetapi malah mengadopsi sistem kapitalisme demokrasi buatan penjajah. Padahal, sistem Islam adalah aturan kehidupan yang berasal dari Allah Swt. Sang Pencipta alam semesta.. Allah Swt. telah mengingatkan dalam firman-Nya,
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Al-Room: 41)
Islam Memandang
Sistem pemerintahan Islam memberi keleluasan dalam pembangunan. Namun sistem ini memperhatikan acuan dalam kebijakan pembangunan, yaitu harus berdampak pada kemaslahatan rakyat, dan sesuai dengan syariat Islam. Selain terwujud kemaslahatan bagi rakyat, pembangunan juga memperhatikan penjagaan lingkungan, sehingga keadaan alam tetap seimbang dan harmonis.
Meskipun pembangunan bernilai ekonomis seperti tempat wisata, perumahan, cafe, industri, tetapi jika membahayakan keselamatan rakyat dan atau mengancam rusaknya alam, maka akan dilarang.
Pembangunan bertujuan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk keuntungan pemilik modal. Sehingga dampaknya kesejahteraan akan dirasakan setiap rakyat, bukan kesejahteraan investor. Tumpuhan pembangunan adalah pemerintah, karena tugas penguasa adalah sebagai pengurus bagi seluruh individu rakyatnya. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berlandaskan pada aturan Sang Pencipta, Allah Swt., bukan berdasarkan pada pesanan para pemilik harta.
Selain itu, dalam sistem Islam, negara juga akan mendata seluruh wilayah, yaitu mana yang khusus buat pemukiman, mana yang untuk tempat wisata, industri, lahan pertanian, dan lain-lain. Untuk keamanan, negara melarang adanya pembangunan di sepanjang bantaran sungai. Jika ada penduduk miskin yang terpaksa membangun rumah di bantaran sungai, maka negara harus menyediakan tempat yang layak di tempat lain. Akan tetapi, jika ada yang membandel, maka akan ditindak tegas.
Selain itu, hasil hutan dan tambang boleh dimanfaatkan, tetapi pengambilannya juga harus melalui pengkajian para ahli, dan memenuhi batas analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Langkah itu diambil agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Dengan demikian, jika cara Islam ini diterapkan, maka banjir bandang yang terjadi hampir setiap tahun bisa dihentikan.
Views: 25
Comment here