Opini

Sekolah Rakyat untuk Mengentaskan Kemiskinan, Tepatkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Rifazi, M.Si.

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Dalam rapat koordinasi antara presiden dengan sejumlah menteri di Istana Bogor, Jumat, 03-01-2025, Presiden Prabowo Subianto melontarkan gagasan untuk mendirikan sekolah rakyat. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar, program sekolah rakyat tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan (tempo.co, 04-01-2025).

Sekolah rakyat akan dibangun oleh Kementrian sosial yang dibantu oleh Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), dengan konsep asrama. Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa sekolah rakyat akan diselenggarakan secara gratis, agar dapat menjamin kecukupan gizi dan kebutuhan lain yang dianggap tidak bisa disediakan oleh orang tua siswa (tempo.co, 08-01-2025).

Mengentaskan Kemiskinan Harus dari Akarnya

Merespon gagasan pemerintah tersebut, Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai pendirian sekolah rakyat seharusnya tidak perlu diadakan. Karena sekolah negeri jumlahnya sudah sangat banyak dan memang difungsikan bagi seluruh anak di Indonesia yang mempunyai hak serta kesempatan yang sama dalam pendidikan (tirto.id, 09-01-2025).

Direktur Pusat Kajian Kurikulum Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan juga menilai bahwa pendirian sekolah rakyat berpotensi menciptakan tumpang tindih kebijakan dengan dua kementrian lainnya yang mengelola pendidikan dasar dan menengah, masalah kompleks terkait penganggaran, infrastruktur dan kebutuhan tenaga pengajar. Oleh karenanya Beliau menyarankan agar pemerintah lebih fokus mengelola sekolah negeri yang sudah ada agar dapat menampung siswa dari keluarga kurang mampu (tempo.co., 11-01-2025).

Seperti juga program makan siang gratis (MBG), gagasan sekolah rakyat khas kebijakan penguasa populis yang seolah pro rakyat. Perencanaannya tergesa-gesa, tumpang tindih kebijakan antar kementrian, berpotensi menelan pembiayaan yang sangat besar sementara dampak bantuan yang akan dirasakan rakyat hanyalah sekejap saja.

Pembangunan sekolah rakyat tentulah memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit, sementara faktanya APBN sedang defisit, sehingga dapat dipastikan pemerintah harus mencari sumber pemasukan entah dari penarikan pajak yang akan semakin mencekik rakyat, atau mencari pinjaman dari negara lain lagi. Alhasil, alih-alih mengentaskan kemiskinan, program sekolah rakyat ini justru akan menambah beban pengeluaran negara.

Sejatinya, kemiskinan ekstrim tidak mungkin diselesaikan dengan cara instan, namun membutuhkan penyelesaian dari akarnya. Dan akar masalah kemiskinan ekstrim adalah terjadinya kesenjangan besar antara warga negara kaya dan miskin akibat penerapan sistem kehidupan kapitalis sekuler liberalis di negeri ini.

Dalam sistem kehidupan kapitalis sekuler liberalis batil, penguasa justru mengeluarkan regulasi yang membuka peluang selebar-lebarnya bagi para pemilik modal untuk mengelola sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negeri kaum muslimin ini. Penguasa bersama korporasi mendulang keuntungan dari proyek-proyek besar dan berujung pada korupsi seperti pada pengelolaan tambang timah.

Padahal nilai fantastis korupsi tambang timah dan juga kebocoran besar lainya dalam pengelolaan SDA, sangatlah mencukupi jika digunakan memenuhi berbagai kebutuhan pokok rakyat, seperti penyediaan lapangan kerja yang luas, penyelenggaraan pendidikan maupun kesehatan yang merata dan terjangkau bagi seluruh rakyat sehingga masalah kemiskinan ekstrim di Indonesia mampu teratasi.

Sistem Sahih akan Mengentaskan Kemiskinan Ekstrim

Manusia kaya dan miskin akan selalu berdampingan secara alami dalam kehidupan ini sebagai fitrah dari Allah ta’alaa agar manusia saling membantu (taawun). Syariat Islam yang sempurna menuntun umat manusia untuk saling berbagi rezeki (harta) berupa zakat, infak, dan sedekah dari hambaNya berkelapangan harta kepada hambaNya yang mengalami kesempitan hidup. Berbagi rizki merupakan cara Allah menjaga keseimbangan dan distribusi harta agar tidak hanya berputar di kalangan yang kaya saja dan menumbuhkan jalinan kasih sayang serta kekuatan ukhuwwah diantara hambaNya.

Syariat Islam juga mengatur adanya kepemilikan dan mekanisme pengelolan harta, untuk mencegah terjadinya keserakahan diantara hambaNya. Jenis-jenis kepemilikan harta dalam Islam ada tiga yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. SDA merupakan harta kepemilikan umum, sehingga tidak boleh dimiliki maupun dieksploitasi oleh individu ataupun korporasi demi kepentingan pribadi.

Islam mewajibkan negara untuk bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan SDA dan memanfaatkan keuntungan atas pengelolaanya untuk kemaslahatan rakyatnya. Amanah tersebut berdasarkan pada Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam yang diriwayatkan Imam Abu Dawud dan Ahmad yang artinya,“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” Oleh karenanya tidak ada mekanisme tender maupun lelang untuk menentukan pengelola tambang, sebagaimana yang kerap kali terjadi dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler liberal ini.

Keuntungan dari pengelolaan SDA dalam negara yang menerapkan syariat Islam, akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat seperti kebutuhan primer (sandang-pangan-papan), pelayanan pendidikan, kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur seperti transportasi. Penguasa dalam negara Islam menjaga hak rakyatnya, dan bukan memperkaya para pengusaha. Paradigma yang sangat berbeda dengan sistem kapitalisme di mana penguasa kerap kali menjadi menjadi alat korporasi daripada pelindung rakyat.

Negara yang menerapkan syariat Islam akan mencegah terjadinya keserakahan yang berakibat pada kesenjangan besar dan kemiskinan ekstrem, karena merupakan kondisi yang sangat membahayakan. Allah berfirman dalam QS Al Baqarah ayat 268 ,” Asy-syaiṭānu ya’idukumul-faqra wa yamurukum bil-faḥsyā”, yang artinya “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan”. Makna dari ayat ini, kemiskinan ekstrim merupakan pemicu terjadinya berbagai kemaksiatan dan menyebabkan kemunduran serta kehancuran suatu bangsa dan peradaban.

Indonesia sangat mampu untuk secara mandiri mengentaskan kemiskinan ekstrim. Karena sebagaimana negeri-negeri kaum muslimin lainnya, Indonesia dikaruniai Allah dengan SDA yang melimpah ruah. Presiden Prabowo Subianto dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR pada 26-09-2024 menyatakan bahwa SDA Indonesia melimpah.
Beliau juga mengakui adanya kebocoran besar yang terus terjadi dalam pengelolaan SDA akibat korupsi dan karena kerap menjadi incaran negara lain.

Kebocoran besar itu Beliau kaitkan dengan belum terbentuknya kekuatan pertahanan negara Indonesia. Sejatinya pertahanan negara Indonesia akan sangat mampu diperkuat dengan pembiayaan yang melimpah dari keuntungan pengelolaan SDA dengan sistem sahih yang amanah, yaitu Islam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here