Opini

Badai PHK di Tahun 2025

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun 2025 masih akan terus berlangsung. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer mengungkapkan, potensi pekerja yang terkena PHK mencapai 280 ribu pekerja. Sebelumnya, hingga Desember 2024, angka PHK telah menyentuh 80 ribu pekerja.

Noel menyebut, salah satu penyebab badai PHK adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang dinilai tidak ramah industri, khususnya industri tekstil. Kami kan ingin mempekerjakan karyawan-karyawan. Nah ini (Permendag 8) memang membahayakan untuk kawan-kawan industri tekstil Indonesia,” ujarnya.

Prediksi jumlah pekerja yang terkena PHK bisa mencapai 280 ribu, didasarkan pada laporan soal 60 perusahaan di sektor tekstil yang akan melakukan PHK. Angka PHK dari 60 perusahaan tersebut bisa mencapai 200 ribu orang. (www.pikiran-rakyat.com)

PHK perkara yang tidak boleh dipandang remeh. Sebab, hal ini memberikan dampak pada tingginya tingkat pengangguran hingga rendahnya daya beli masyarakat. Tentu banyak dampak negatif atas hal ini seperti meningkatnya angka kemiskinan, banyaknya golongan menengah yang juga masuk dalam kategori masyarakat miskin, juga dampak ekonomi dan sosial lainnya.

PHK yang terjadi hari ini tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi kapitalisme, baik di tingkat global maupun di negeri ini. Negara yang mengadopsi sistem ini berorientasi pada pasar bebas dan liberalisasi. Liberalisasi ekoSnomi yang berjalan hari ini menyebabkan lapangan pekerjaan dikontrol oleh industri. Negara seakan-akan lepas tangan dan cenderung mengambil peran minor dalam hal ini. Sedangkan dunia industri yang dikontrol swasta hampir dipastikan berorientasi pada profit dalam menjalankan bisnis. Ketika kondisi ekonomi tidak menguntungkan, dalih efisiensi berupa PHK dipandang sebagai langkah efektif untuk menghindari kerugian bisnis. Dalam kondisi inilah, ekonomi rakyat dipertaruhkan.

Negara tidak bisa terlibat langsung dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Negara membiarkan industri berkembang sesuai mekanisme pasar, akhirnya adanya persaingan pasar yang tidak sehat di mana penguasa besar bisa bersaing dengan pengusaha kecil.

Negara tidak mengurusi urusan rakyat dan mengabaikan rakyatnya dengan optimalisasi produk dalam negeri dan membiarkan negeri ini bergantung pada produk luar negeri. Kebijakan ini hanya menguntungkan para oligarki.

Adanya pertumbuhan uang beredar (sektor non rill) jauh lebih cepat dari sektor rill sehingga bisa mendorong inflasi dari harga aset dan turunnya produksi dari investasi di sektor rill. Semua ini bisa mendorong bangkrutnya perusahaan, pemutusan PHK dan pengangguran di mana-mana.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam yang diatur dengan sebaik mungkin karena bersumber dari Allah. Sistem ekonomi Islam mampu mewujudkan ekonomi yang baik, stabil, berkeadilan dan bebas krisis.

Sistem ini akan menghapus riba dari badan usaha yang akadnya tidak sesuai dengan syariah. Sistem Islam hanya memberlakukan mata uang berbasis Dinar dan Dirham dan tidak bergantung pada mata uang lain.

Dalam ekonomi Islam, pengembangan ekonomi dalam sektor real yang bertumpu pada pengembangan industri, pertanian, kelautan, tambang dan kerjasama memfasilitasi para pemilik modal yang tidak memiliki skill bisnis.

Kebutuhan sandang, pangan dan papan, kesehatan dan pendidikan sudah dimudahkan oleh negara sehingga negara Islam tidak bergantung dengan negara lain. Maka, kesejahteraan akan didapatkan oleh negara khilafah.

Miftahul Jannah

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here