Opini

Pajak Batal Naik, Inikah Solusi Konkret?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Wiwik Ummu Mutia (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Masifnya penolakan masyarakat luas terhadap kenaikan PPN sebesar 1% dari 11% menjadi 12% yang rencananya akan diberlakukan sejak 1 Januari 2025, sempat menjadi isu petir di siang bolong di tengah penurunan daya beli masyarakat saat menyambut awal tahun di pemerintahan Prabowo.
 
Dilansir media Beritasatu, petisi penolakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen telah ditandatangani lebih dari 113.000 orang dan diterima Sekretariat Negara (Setneg). Penyerahan petisi itu dilakukan saat aksi damai di depan Istana Negara tahun lalu.
 
Peserta aksi damai ini berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga kelompok pencinta budaya Jepang (Wibu) dan Korea (K-popers). Di saat itu, pro dan kontra terus mencuat terkait rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Alhasil memicu beragam pendapat di tengah masyarakat dan pelaku usaha mengenai dampaknya terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
 
Pemerintah kala itu pun telah menyiapkan sejumlah langkah kompensasi melalui berbagai paket stimulus ekonomi sebagai bentuk upaya mengurangi beban masyarakat. Mencakup pemberian bantuan pangan, diskon tarif listrik, pembebasan pajak penghasilan selama satu tahun untuk buruh di sektor tekstil, pakaian, alas kaki, dan furnitur, serta pembebasan PPN untuk pembelian rumah tertentu. Harapannya paket stimulus ini menjadi bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat dan memastikan bahwa dampak kenaikan PPN tetap terkendali.
 
Klaim pemerintah yang optimistis dengan kombinasi kebijakan yang terukur bisa membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan tetap terjaga sesuai target APBN sebesar 5,2 persen.
 
1 Januari 2025, PPN batal naik?

Di detik-detik pergantian tahun baru, ketok palu PPN untuk umum batal naik. Apakah ini kemenangan rakyat atau strategi pemerintah? Sebab hal ini bisa diasumsikan sebagai bentuk “test the water” atas kebijakan baru yang dibuat. Bilamana rakyat bersuara, aturan bisa jadi tak dirubah, tapi sebaliknya jika adem ayem mungkin akan melenggang dengan mudah.

Ataukah info PPN umum batal naik ini merupakan strategi pemerintah untuk memikat hati rakyat di awal periode masa jabatannya? Di sini masyarakat bisa menilai kebijakan lainnya yang diterapkan, apakah betul untuk kesejahteraan rakyat atau hanya para konglomerat dan pejabat?
 
Di sisi lain, meskipun tarif PPN batal naik ke 12 persen, bukan berarti beban rakyat berkurang. Masih ada rentetan pungutan seperti: Tapera, kenaikan iuran BPJS, tarif KRL, UKT dan masih banyak lagi. Apakah pungutan yang dibuat negara ini mampu membuat hidup masyarakat sejahtera? Ataukah selalu ada rasa was-was, khawatir memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan sehari-hari?
 
Penting dicermati, selama pendapatan utama negara masih dipungut dari pajak, selama itu pula aktivitas konsumsi dan harta rakyat bisa menjadi sasaran utama pajak. Kenyataannya sekarang masyarakat kelas menengah ke bawah sudah mulai oleng dan banyak yang bisnisnya gulung tikar.
 
Realitas kenaikan tarif PPN 12 persen pada barang dan jasa mewah pun tidak ada yang bisa menjamin hanya berpengaruh pada pihak yang terkena pajak saja, akan tetapi bisa saja berefek domino bagi semua kalangan. Sebab, adakah pengusaha yang mau berkurang pendapatannya imbas dari pungutan pajak? Umumnya yang terkena pajak akan menaikkan harga jual produknya akibat biaya produksi yang membengkak. Bahkan sebelum PPN benar-benar naik, harga barang di pasaran seringkali sudah naik.
 
Pungutan pajak jelas menyengsarakan rakyat, karena pungutan itu tidak memandang kondisi rakyat. Mirisnya banyak dari kebijakan pajak yang memberikan keringanan hanya pada para pengusaha, dengan alasan untuk meningkatkan investasi pengusaha bermodal besar. Dengan asumsi investasi akan membuka lapangan kerja dan bermanfaat untuk rakyat. Apakah faktanya sesuai hari ini?
 
Kebijakan Pajak Dalam Sistem Islam
 
Pajak dalam sistem kapitalisme jelas sangat berbeda dengan pajak dalam sistem Islam. Sistem Islam mendefinisikan pajak hanya diterapkan secara insidental, yaitu hanya ketika kas negara membutuhkan back up keuangan. Sehingga pajak bukan pungutan yang bersifat abadi. Ketika kas negara sudah dalam kondisi normal, pajak harus dihentikan. Bahkan hanya diwajibkan untuk muslim, laki-laki dan yang kaya.
Berbeda dengan fakta saat ini, semua orang baik yang kaya maupun miskin wajib membayar pajak, langsung maupun tidak langsung dan berlaku seumur hidup.
 
Perlu diketahui khususnya masyarakat negeri ini, Islam menjadikan sumber-sumber pendapatan yang telah ditetapkan oleh syari’ah untuk Baitul Mal sebenarnya sudah cukup untuk mengatur urusan rakyat dan melayani kepentingan masyarakat. Dalam hal ini tidak perlu lagi mewajibkan pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi, syari’ah telah mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat menjadi dua, antara lain: pertama kebutuhan yang diwajibkan atas Baitul Mal untuk sumber-sumber pendapatan tetapnya. Kedua kebutuhan yang difardhukan atas kaum muslim, sehingga negara diberikan hak untuk mengambil harta dari mereka, dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
 
Islam akan mewajibkan penguasa atau seorang Khalifah (pemimpin negara) untuk berbuat baik dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat, karena penguasa adalah raa’in (pelayan umat). Profil seorang Khalifah/pemimpin dalam Islam menjadi kunci lahirnya kebijakan yang berpihak pada rakyat sebab pertanggung jawabannya sampai ke akhirat.

Sistem Islam mengkondisikan pemimpin/kepala negara takut dengan hari penghisaban. Sebagai pengingat dari Rasul Saw. bersabda: “Ya Allah siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada ia”
(HR. Muslim dan Ahmad).

Kini, informasi tentang sistem Islam semakin terang benderang, menawarkan solusi komprehensif untuk berbagai problematika umat, termasuk kebijakan PPN. Sejarah peradaban Islam menjadi bukti nyata bahwa Islam mampu menjadi sistem yang memanusiakan manusia, memberikan kesejahteraan tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga seluruh masyarakat yang hidup di bawah naungannya.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here