Opini

Sekularisme, Sebab Liberalisasi Pergaulan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Khodijah Ummu Hannan (Aktivis Muslimah Ideologis)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Fenomena kerusakan moral di tengah masyarakat kian hari kian mengkhawatirkan. Berita-berita yang menyeruak ke permukaan menunjukkan bagaimana norma dan nilai-nilai yang seharusnya menjadi pedoman hidup masyarakat kini semakin luntur. Salah satunya dapat dilihat dari data Pengadilan Agama Sleman yang mencatat sebanyak 98 permohonan dispensasi nikah sepanjang tahun 2024. Mayoritas kasus ini dilatarbelakangi kehamilan di luar nikah (Kompas, 10/1/2025).

Tidak berhenti di situ, masyarakat Indonesia juga dikejutkan oleh berita mengenai pesta seks swinger yang terungkap di Jakarta dan Bali. Aktivitas ini melibatkan pertukaran pasangan dan dilakukan secara terorganisir melalui grup di aplikasi pesan (Kompas, 10/1/2025). Meski perilaku ini jelas melanggar norma agama dan sosial, celah dalam sistem hukum saat ini sering kali membuat pelakunya lolos dari hukuman yang signifikan.

Lebih mengejutkan lagi, kerusakan moral ini bahkan merambah ke lingkungan pendidikan. Di Grobogan, seorang guru agama dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap siswanya selama dua tahun. Dengan modus memberikan perhatian dan membuat siswa merasa nyaman, oknum ini berhasil memanfaatkan posisi dan kepercayaan yang seharusnya dijaga (Jawa Pos, Januari 2025). Ironisnya, kasus ini menunjukkan bahwa kerusakan moral tidak hanya terjadi di kalangan remaja, tetapi juga melibatkan orang dewasa yang seharusnya menjadi panutan.

Mirisnya, aturan hukum yang berlaku di Indonesia justru dianggap membuka celah bagi perilaku amoral. Dilansir dari media Republika.co.id (11/1/2025), KUHP yang baru dianggap tidak memberikan sanksi tegas terhadap aktivitas menyimpang seperti pesta seks swinger. Padahal, dalam pandangan Islam, perilaku ini merupakan bentuk pelanggaran moral yang sangat serius.

Sekularisme Sebagai Akar Masalah

Kerusakan moral yang terjadi saat ini tidak lepas dari penerapan sistem sekularisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan publik, sehingga nilai-nilai agama hanya dianggap sebagai urusan individu dan tidak relevan dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat. Akibatnya, manusia hidup tanpa pedoman moral yang jelas, sementara kebebasan individu diutamakan di atas segalanya.

Sebagai contoh, kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi yang hanya menekankan penggunaan kontrasepsi tanpa disertai nilai-nilai agama menjadi salah satu bukti nyata dampak buruk sekularisme. Program ini seolah membolehkan hubungan di luar nikah selama dianggap “aman.” Selain itu, konsep kesetaraan gender yang diadopsi dari Barat sering kali digunakan untuk melegitimasi perilaku bebas atas nama bodily autonomy atau kebebasan penuh atas tubuh.

Dampak yang Menghancurkan

Dampak dari penerapan sekularisme dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah nyata. Generasi muda semakin terjerumus dalam pergaulan bebas. Berdasarkan Survei Kinerja Akuntabilitas Program (SKAP) 2019 yang dirilis oleh BKKBN, setiap tahun diperkirakan sekitar 17,5% dari total kehamilan di Indonesia merupakan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Hal ini menunjukkan perlunya perhatian khusus terhadap kesehatan reproduksi dan edukasi seksual di kalangan remaja.

Selain itu, Data dari BKKBN mengindikasikan bahwa setiap tahun terjadi sekitar 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia. Sebanyak 700.000 di antaranya dilakukan oleh remaja. Angka ini mencerminkan tingginya risiko perilaku seksual pranikah dan kurangnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi di kalangan remaja (kampungkb.bkkbn.go.id, 14/1/2024).

Selain itu, institusi keluarga juga terancam oleh perilaku amoral seperti pesta seks swinger. Aktivitas ini tidak hanya merusak nilai-nilai kesetiaan, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan dalam hubungan keluarga yang seharusnya menjadi fondasi utama masyarakat (Kompas, 10 Januari 2025).

Perilaku menyimpang ini lebih memprihatinkan karena cenderung dianggap normal dalam masyarakat yang terpapar ide-ide liberal. Celah dalam sistem hukum, seperti yang disebutkan dalam laporan Republika (11/1/2025), semakin memperparah kondisi ini. Karena telah memberikan ruang bagi normalisasi perilaku amoral.

Solusi Islam yang Holistik

Islam sebagai sistem kehidupan menawarkan solusi yang holistik untuk menyelesaikan persoalan ini. Solusi ini mencakup aturan yang jelas dalam pergaulan, pendidikan yang berbasis akidah, sanksi tegas terhadap pelanggaran moral, dan upaya pencegahan masuknya ide-ide liberal ke tengah masyarakat.
Pertama, Islam menetapkan aturan yang tegas dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan. Larangan khalwat (berduaan dengan non-mahram) dan perintah menjaga pandangan adalah bentuk penjagaan dari perilaku yang dapat merusak moral.

Allah SWT berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya…” (QS. An-Nur: 30).

Selain itu, Islam juga memerintahkan setiap individu untuk menutup aurat sebagai bentuk penjagaan kehormatan. Allah SWT berfirman: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…” (QS. Al-Ahzab: 59).

Kedua, pendidikan berbasis akidah Islam sangat diperlukan untuk membentuk individu yang bertakwa. Pendidikan ini tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral yang kuat. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, penerapan sanksi yang tegas dan menjerakan adalah bagian penting dari solusi Islam. Hukuman seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an ditujukan untuk menjaga ketertiban masyarakat dan memberikan efek jera. Allah SWT berfirman: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dera…” (QS. An-Nur: 2).

Keempat, negara dalam sistem Islam bertanggung jawab untuk menutup semua celah masuknya ide-ide liberal dan konten yang merusak moral. Media massa diarahkan untuk menjadi sarana edukasi dan dakwah, bukan alat penyebar nilai-nilai yang bertentangan dengan agama. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Penutup

Kerusakan moral yang kita saksikan saat ini adalah bukti kegagalan sistem sekularisme dalam menjaga martabat manusia. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi yang holistik dengan menempatkan agama sebagai pedoman utama dalam setiap aspek kehidupan.
Sudah saatnya kita kembali kepada syariat Islam yang terbukti mampu menjaga moralitas individu dan tatanan masyarakat. Yakni dengan penerapan Islam secara kaffah, generasi muda akan terjaga, institusi keluarga akan kokoh, dan masyarakat akan hidup dalam kebaikan dunia maupun akhirat.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al- Araf: 96).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here