Opini

Efektifkah Perda Berantas LGBT?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sri Wulandari (Guru dan Aktivis Dakwah)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Kasus Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Indonesia kian meningkat. Dikutip Republika.com (14/25), apalagi dengan pergantian malam tahun baru 2025 kemarin yang menjadi ajang puncak pesta LGBT salah satunya di New Bunker Bar di ITC, Jakarta (Tribunnews.com 14/25).

Kasus LGBT semakin meningkat membuat beberapa daerah di Indonesia merencanakan pembentukan Perda dan Ranperda Anti LGBT. Pada tahun 2018 Pemda Pariaman membuat Perda Ketenteraman dan Ketertiban, Perda Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S) disahkan DPRD Kota Bogor, dan terbaru Ranperda Anti LGBT di Makasar juga di Medan.

Salah satu daerah yang memiliki rencana pembentukan perda yakni di Sumatera Barat tengah yang saat ini menjadi sorotan. Dikarenakan kasus LGBT di Sumbar yang semakin marak. Langkah ini diharapkan bisa menjadi sebuah solusi untuk menghadapi persoalan sosial, termasuk LGBT yang merusak moral, sesuai dengan filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.” Dikutip (kompas.com 14/25). Yang menjadi landasan nilai-nilai kehidupan masyarakat Sumbar.

Upaya pemberantasan LGBT melalui Perda selaras dengan nilai-nilai lokal yang menolak adanya perilaku menyimpang. DPRD Sumbar terus mengkaji kebijakan ini dengan serius demi mewujudkan tatanan masyarakat yang bersih dari penyakit sosial. Penyimpangan LGBT, tentu tidak muncul begitu saja. Melainkan penyimpangan ini merupakan arus dari sebuah gerakan yang mengembangkan prinsip kebebasan yang menjunjung tinggi pada asas HAM dan mengembangkan pada prinsip liberalisme-sekularisme.

Fenomena LGBT merupakan buah dari sistem sekularisme yang mengutamakan kebebasan individu. Sekularisme menjadikan agama sebagai urusan pribadi, tanpa menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam kebijakan ini, HAM memberikan kebebasan kepada individu untuk menentukan orientasi seksual tanpa batasan agama atau moralitas tertentu.

Selain itu, melalui media digital yang semakin modern tanpa adanya filter yang dapat diakses oleh siapapun dapat mempercepat penyebaran ide-ide liberal yang mendukung LGBT. Apalagi sistem pendidikan yang jauh dari nilai Islam juga turut andil, karena tidak memberikan pemahaman yang benar tentang konsep gender dan seksualitas dalam Islam. Dalam sistem sekuler, tidak ada aturan yang pasti yang cukup kuat untuk menutup rapat celah-celah yang memungkinkan tumbuhnya kemaksiatan. Akibatnya, norma-norma agama sering kalah oleh prinsip kebebasan individu.

Sehingga, sangat wajar pemberantasan masalah LGBT tidak bisa dituntaskan secara efektif sampai ke akar-akarnya. Karena pada dasarnya LGBT memang lahir dari sebuah sistem yang menikmati akan kerusakan. Sudah sangat jelas bahwa penyimpangan LGBT pergerakannya tidak akan jauh dari ideologi yang dianut dalam kehidupan saat ini, yang masih berharap kepada sistem sekularis kapitalis sebagai solusi untuk menuntaskannya.

Tentu saja dengan adanya pembentukan peraturan daerah untuk memberantas LGBT adalah keinginan yang sangat baik. Akan tetapi, solusi ini tidak cukup efektif. Dikarenakan sudah begitu banyak perda-perda syariah yang dibuat masing-masing daerah akan tetapi terus menerus dipermasalahkan pihak pihak tertentu. Akibatnya ada beberapa yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Apalagi dalam sistem demokrasi sekuler, Islam bukanlah yang menjadi acuan, tetapi HAM. Jadi tidak ada tempat bagi penerapan syariat islam kaffah. Asas yang batil tidak akan mampu memberikan solusi tuntas atas permasalahan manusia, aplalagi bersumber pada akal manusia yang lemah.

LGBT hanya akan dapat tuntaskan ketika Islam diterapkan secara kaffah. Islam memiliki hukum tertentu sesuai syariat Allah terkait sistem pergaulan/ sistem sosial, termasuk mengatur hubungan antara laki-laki dan Perempuan dan orientasi seksualnya. Larangan terhadap perilaku menyimpang tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga didukung oleh lingkungan sosial dan sistem pendidikan yang mendukung terciptanya masyarakat yang taat syariat. Negara akan memastikan setiap kebijakan mengacu pada Islam.

Selain itu, sistem pendidikan islam tak hanya menanamkan ilmu-ilmu sains, fisika dan lainnya. Namun, islam akan menanamkan akidah islam sebagai landasan moral individu. Ketika akidah Islam kokoh disetiap individu, ia akan memiliki kesadaran untuk menjauhi perilaku menyimpang. Proses ini diawali dari pendidikan keluarga, serta didukung oleh masyarakat yang peduli terhadap nilai-nilai Islam.

Dalam sistem Islam, negara memiliki peran istimewa dalam mengelola kehidupan masyarakat. Negara tidak hanya memberikan pendidikan moral, tetapi juga menutup rapat celah-celah yang membuka peluang terjadinya kemaksiatan. Sosial media, hiburan, dan aktivitas publik akan diawasi dan dibatasi agar sesuai dengan syariat Islam.

Selain itu, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan terhadap pelanggaran hukum syarak, termasuk perilaku LGBT. Penegakan hukum yang adil dan transparan akan memberikan efek jera sekaligus menjaga masyarakat dari penyimpangan serupa di masa depan.

Maka dari itu, solusi yang bisa menuntaskan terhadap masalah LGBT hanya akan tercapai jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Perda yang dirancang untuk memberantas LGBT hanyalah salah satu langkah awal, namun tidak akan cukup kuat tanpa dukungan sistem yang pasti dan dilandaskan dengan akidah yang benar.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here