Surat Pembaca

Kapitalisasi Pendidikan, Mendiskreditkan Masa Depan

blank
Bagikan di media sosialmu

Yuke Octavianty (Forum Literasi Muslimah Bogor)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Viralnya kabar siswa SD yang belajar di lantai kelas karena telat membayar SPP, masih menyedot perhatian publik.

Hetifah Sjaifudian, selaku Ketua Komisi X DPR mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Hetifah menuturkan, tindakan guru SD yang meminta siswanya belajar di lantai dengan alasan menunggak biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) adalah perbuatan yang tidak etis (kompas.com, 12-1-2025).

Perbuatan ini pun jelas telah melanggar prinsip sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Walaupun sekolah swasta mempunyai kebijakan mandiri dalam tata kelola keuangannya, tetap saja kebijakannya memiliki batasan tertentu yang mestinya mampu menjaga tujuan pendidikan. Dan kebijakannya tidak boleh mencederai hak siswa.

Hetifah pun melanjutkan bahwa tindakan guru yang demikian akan berpengaruh pada psikologis anak di sekolah, baik kepercayaan diri maupun mental anak. Hetifah pun mengingatkan bahwa sekolah tidak sekadar lembaga layanan jasa pendidikan, namun juga lembaga penanggung jawab sosial untuk membangun pendidikan generasi.

Pendidikan ala Kapitalisme

Pendidikan mestinya mampu menjadi hak setiap rakyat. Sekolah mampu menyelenggarakan pendidikan yang merata tanpa diskriminasi. Tidak hanya itu, negara pun mestinya mampu memfasilitasi seluruh kepentingan rakyat, salah satunya kebutuhan rakyat terhadap pendidikan.

Sayangnya, konsep ini ditabrak oleh cara berpikir kapitalis yang menempatkan sektor pendidikan sebagai barang dagangan. Hingga akhirnya layanan pendidikan dikapitalisasi dan melahirkan pembedaan layanan. Rakyat yang memiliki uang untuk “membeli” pendidikan dilayani, sementara yang tidak memiliki uang dilalaikan begitu saja. Tentu saja, konsep ini merugikan rakyat.

Negara sama sekali tidak mampu hadir dalam pengurusan pendidikan rakyat. Justru sebaliknya, negara hanya berfungsi sebagai regulator yang menghubungkan sektor layanan dengan pemilik modal. Sehingga terjadilah kapitalisasi layanan yang segala bentuk layanannya selalu disandingkan dengan biaya dan materi. Keuntungan menjadi satu-satunya orientasi yang mendominasi.

Kasus dihukumnya siswa tidak mungkin terjadi saat pendidikan mudah diakses secara gratis oleh semua rakyat. Segala bentuk fakta ini menunjukkan sistem pendidikan yang kini diadopsi, tidak mampu memberikan layanan optimal yang utuh kepada publik.

Konsep Pendidikan Ideal

Sistem Islam menetapkan bahwa pendidikan adalah salah satu kepentingan primer rakyat yang mesti dilayani negara. Islam yang diposisikan sebagai ideologi akan menempatkan rakyat sebagai prioritas tujuan layanan yang utuh menyeluruh oleh negara. Negara tidak akan setengah-setengah melayani. Konsep diskriminasi pun otomatis dieliminasi dalam tatanan sistem Islam.

Negara niscaya mengedepankan tugasnya sebagai pengurus (ra’in) dan perisai (junnah) bagi seluruh urusan umat.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”
(HR. Al Bukhori).

Pengaturan yang amanah hanya mampu terwujud dalam satu tatanan yang bijaksana dalam wadah khilafah. Satu-satunya institusi yang menjadikan pendidikan rakyat sebagai kekuatan peradaban.

Menyoal masalah pendidikan, khilafah akan menetapkan berbagai kebijakan untuk memudahkan akses pendidikan bagi rakyat. Negara pun akan membentuk beragam program yang menjaga hak-hak rakyat untuk menggapai kecerdasan yang sempurna, baik kecerdasan secara keilmuwan, kecerdasan akidah dan kecerdasan psikologis. Hingga akhirnya mampu menggapai ketangguhan generasi mencapai peradaban cemerlang.

Untuk menggapai peradaban yang tangguh, khilafah menetapkan beberapa mekanisme. Salah satuya terkait anggaran pendidikan yang efektif dan optimal. Beberapa pos yang dapat digunakan untuk membiayai pendidikan diperoleh dari Baitul Maal. Baitul Maal tersebut bersumber dari beberapa bagian pos, diantaranya harta rampasan perang (ghanimah), fa’i, harta wakaf dan hasil pengelolaan sumber kekayaan alam negara seperti hasil tambang dan sumber lainnya. Dengan sumber keuangan yang melimpah, bukan hal yang mustahil, khilafah dengan mudah akan memberikan layanan yang murah atau gratis untuk setiap kepentingan seluruh individu rakyat, termasuk di dalamnya kepentingan rakyat dalam sektor pendidikan.

Selain masalah anggaran, khilafah pun akan menciptakan regulasi yang memudahkan proses pendidikan. Pemerataan layanan akan diperoleh sehingga meniscayakan layanan yang optimal bagi rakyat.

Beragam program pendidikan pun ditetapkan dengan dasar akidah Islam yang memprioritaskan penerapan dan penguatan pelaksanaan syariat Islam dengan utuh dan menyeluruh. Program inilah yang melahirkan ketangguhan generasi yang berkepribadian Islam.

Tujuan pendidikan akan mudah tercipta dalam kerangka hukum syarak yang bijaksana. Kekuatan penerapan strategi sistem Islam yang tangguh akan mampu menciptakan kemuliaan dan kekuatan generasi. Dengan pendidikan yang utuh, terlahirlah negara tangguh. Rakyat terjaga, berkahnya pun merata. [WE/IK]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here