Oleh: Mahrita Julia Hapsari (Aktivis Muslimah Banua)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah bertujuan meningkatkan status gizi anak-anak dan menurunkan angka stunting. Namun, implementasinya justru memunculkan berbagai permasalahan, termasuk kualitas makanan yang buruk dan distribusi yang tidak efektif. Tidak hanya itu, pendanaan yang besar membebani rakyat melalui kenaikan pajak, sementara dampaknya bagi pemenuhan gizi belum terbukti signifikan.
Permasalahan Kualitas dan Keamanan Makanan
Berbagai laporan menunjukkan bahwa pelaksanaan program MBG menghadapi kendala serius. Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menemukan bahwa makanan yang disajikan sering kali tidak memenuhi standar kesehatan dan berpotensi membahayakan penerima manfaat. Kasus makanan basi atau tidak layak konsumsi telah dilaporkan di beberapa daerah. Selain itu, distribusi yang tidak tepat waktu membuat asupan gizi yang diharapkan tidak maksimal (mediaindonesia.com).
Analisis Kegagalan MBG dalam Sistem Kapitalisme
Kegagalan program MBG tidak dapat dilepaskan dari kerangka sistem kapitalisme yang mendasari kebijakan publik saat ini. Dalam sistem ini, peran negara dalam melayani rakyat sangat terbatas, sementara kekuasaan korporasi begitu dominan. Terdapat tiga alasan utama mengapa MBG tidak berhasil:
Pertama, program bukan untuk rakyat, tapi untuk kapitalis. Dalam sistem kapitalisme, kebijakan publik sering kali dirancang untuk menguntungkan korporasi daripada rakyat. Program MBG menjadi contoh nyata di mana pengadaan bahan pangan diserahkan kepada pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan. Hal ini membuka peluang terjadinya praktik korupsi dan penyimpangan, seperti penggunaan bahan makanan berkualitas rendah demi menekan biaya produksi. Akibatnya, rakyat tidak mendapatkan manfaat yang seharusnya, sementara korporasi penyedia jasa menuai keuntungan besar.
Kedua, negara hanya berperan sebagai regulator. Sistem kapitalisme membatasi peran negara sebatas regulator yang mengawasi pasar, bukan sebagai pengurus kebutuhan rakyat. Dalam kasus MBG, negara hanya mengoordinasikan distribusi makanan melalui kontraktor swasta tanpa memastikan kualitas dan efektivitasnya. Kebijakan semacam ini mencerminkan pengabaian tanggung jawab negara dalam melayani rakyat secara langsung. Ketergantungan pada sektor swasta menyebabkan rakyat menjadi korban dari praktik bisnis yang tidak transparan dan sering kali mengecewakan.
Ketiga, program populis yang membebani rakyat. MBG lebih menyerupai proyek pencitraan untuk menarik simpati rakyat. Di balik klaim membantu masyarakat, pendanaan program ini sebagian besar bersumber dari pajak rakyat yang terus dinaikkan. Menteri Keuangan mengakui bahwa anggaran program ini sangat besar dan sulit dipenuhi tanpa meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Ini berarti beban rakyat semakin berat, sementara manfaatnya tidak sebanding dengan pengorbanan yang harus mereka tanggung. Kebijakan populis seperti ini hanya memberikan keuntungan jangka pendek bagi penguasa, tetapi menyisakan penderitaan jangka panjang bagi rakyat.
Khilafah: Solusi Hakiki Pemenuhan Gizi Generasi
Islam, melalui institusi khilafah, memiliki mekanisme yang jauh lebih baik dalam menjamin pemenuhan kebutuhan gizi rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”
Dalam sistem khilafah, negara bertanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan. Kebijakan yang diambil selalu didasarkan pada syariat Islam, bukan pada kepentingan politik atau korporasi. Berikut beberapa langkah yang akan dilakukan:
Pertama, ketersediaan lapangan kerja. Negara menciptakan lapangan kerja yang luas, sehingga setiap kepala keluarga mampu memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri. Ini sesuai dengan tanggung jawab laki-laki sebagai pencari nafkah.
Kedua, kedaulatan pangan. Khilafah membangun kedaulatan pangan dengan mengelola sektor pertanian, peternakan, dan perikanan di bawah departemen kemaslahatan umum. Departemen ini memastikan produksi pangan yang cukup dan berkualitas, tanpa ketergantungan pada impor atau dominasi korporasi multinasional.
Ketiga, dukungan dana yang berlimpah dan stabil. Pendanaan dalam khilafah berasal dari pos-pos seperti zakat, kharaj, fai’, dan ghanimah, yang tidak membebani rakyat. Dana ini dikelola untuk memenuhi kebutuhan rakyat tanpa perlu menaikkan pajak atau berutang kepada pihak asing.
Keempat, pengambilan kebijakan yang matang dan berbasis ilmu. Dalam setiap kebijakan, khilafah melibatkan para pakar yang kompeten di bidangnya. Ahli gizi, dokter, dan ekonom berperan aktif dalam merumuskan solusi yang sesuai dengan syariat, efektif, dan berkeadilan.
Mewujudkan Generasi yang Tangguh
Khilafah tidak hanya memastikan kebutuhan gizi generasi terpenuhi, tetapi juga menjamin pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Generasi yang kuat secara fisik, intelektual, dan spiritual hanya dapat diwujudkan melalui sistem yang berbasis akidah Islam.
Oleh karena itu, solusi hakiki untuk masalah gizi, stunting, dan ketahanan pangan tidak akan pernah lahir dari sistem kapitalisme yang hanya memprioritaskan keuntungan dan pencitraan. Islam dengan sistem khilafahnya adalah satu-satunya jalan menuju kesejahteraan sejati. Sudah saatnya umat kembali kepada sistem yang berasal dari wahyu, yang terbukti mampu memberikan rahmat bagi seluruh alam.
Views: 10
Comment here