Opini

Ketika Paylater Makin Santer

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Rifazi, M.Si.

Wacana-edukasi.com, OPINI– Jumlah utang Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencapai Rp 30,36 triliun per November 2024. Director of Fiscal Justice Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menjelaskan bahwa penumpukan utang paylater menggambarkan tren konsumsi berbasis kredit yang terus meningkat.

Wahyudi Askar pun mengatakan bahwa tren tersebut akan berdampak negatif yaitu meningkatkan resiko gagal bayar yang dapat memperburuk rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di lembaga keuangan, berkurangnya kepercayaan investor dan masyarakat terhadap stabilitas sistem keuangan, menyebabkan lembaga keuangan harus menyediakan cadangan lebih besar untuk menutup potensi kerugian yang pada akhirnya akan memperlambat konsumsi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia (cnnindonesia.com, 16-01-2025).

Gaya Hidup Hedonis Berbasis Utang

Kecenderungan masyarakat Indonesia berperilaku konsumtif tidak terbentuk begitu saja. Sistem kehidupan saat ini yang kental dengan budaya hedonis membuat orientasi hidup manusia mengejar materi dan harta benda. Padahal acap kali materi dan harta benda yang dikejar tersebut bukanlah merupakan kebutuhan primer atau pokok, melainkan hanya untuk memuaskan hasratnya saja yang dirasakan dapat menaikkan gengsi atau harga dirinya.

Kecenderungan ini tidaklah mengherankan karena pada fitrahnya manusia adalah makhluk yang mencintai materi dan mudah berperilaku serakah jika tidak ada syariat yang mampu membendung nafsunya. Allah ta’alaa menjelaskan fitrah manusia tersebut dalam QS Ali Imran ayat 14 “Zuyyina lin-nāsi ḥubbusy-syahawāti minan-nisā`i wal-banīna wal-qanaṭīril-muqanṭarati minaż-żahabi wal-fiḍḍati wal-khailil-musawwamati wal-an’āmi wal-ḥarṡ”, yang artinya ,”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang”.

Celakanya, sistem kapitalisme saat ini justru memfasilitasi hasrat mencintai harta secara berlebihan tersebut. Salah satunya adalah Paylater yang memfasilitasi siapapun untuk berutang manakala hasrat memiliki suatu barang membuncah sementara tak ada uang yang dimiliki untuk membayarnya. Fasilitas paylater ini sangatlah menggiurkan, karena mampu menjadikan manusia terus-menerus memuaskan syahwat konsumtifnya tanpa batas.

Ketika terjadi tumpukan utang akibat gagal membayar tagihan paylater, negara pun hanya meminimalkan resiko terburuk dengan kebijakan OJK yang memperketat syarat pengguna paylater. Pembiayaan PP BNPL hanya diberikan kepada nasabah atau debitur dengan usia minimal 18 tahun atau yang bagi yang telah menikah dan bagi yang memiliki pendapatan minimal Rp 3 juta per bulan (cnnindonesia.com, 20-01-2025).

Negara hanya mengetatkan persyaratan untuk memperkuat perlindungan terhadap konsumen dan masyarakat agar tidak mengalami jebakan utang (debt trap). Namun negara masih terus membuka peluang bertebarannya berbagai tawaran konsumtif dan tidak berupaya menghentikan fasilitas paylater meski resiko tinggi ketidakstabilan dan hambatan dalam pertumbuhan ekonomi negara sudah berada di depan mata.

Kehidupan Bersahaja dalam Keberkahan

Yang paling memahami sifat manusia adalah Allah ta’alaa Sang Maha Pencipta. Sehingga manusia hanya mampu dikendalikan oleh aturan hidup sesuai fitrah yang berasal dari Allah ta’alaa yaitu Islam. Syariat Islam yang diterapkan secara kaffah dalam seluruh lini kehidupan, akan mampu membatasi hawa nafsu manusia dan memberikan sanksi yang adil bagi yang melanggar batas syariat.

Syariat Islam menuntun umat manusia untuk senantiasa membelanjakan harta benda yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan sehingga terhindar dari sikap konsumtif. Allah ta’alaa melarang manusia untuk berperilaku konsumtif agar tidak terlena, dalam QS At Takatsur ayat 1 “al-hākumut-takāṡur”, yang artinya ”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu”.

Manakala manusia memiliki kelapangan harta, Allah ta’alaa memerintahkan mereka untuk
menyisihkan hartanya lewat sedekah, infaq sampai wakaf sebagaimana firmanNya dalam QS Al Baqarah ayat 267,” Yā ayyuhallażīna āmanū anfiqụ min ṭayyibāti mā kasabtum wa mimmā akhrajnā lakum minal-arḍ,” yang artinya ,” Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”.

Negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah akan menjaga masyarakatnya yang mempunyai kelebihan harta dari perilaku konsumtif dengan memfasilitasi tradisi bersedekah. Salah satu tradisi bersedekah yang dijalankan di masa Khilafah Utsmaniyah adalah Sadaka Taşı atau batu amal. Batu amal adalah sebuah batu berlubang yang disediakan di berbagai penjuru kota Istanbul.

Masyarakat yang memiliki kelebihan harta akan meletakkan uangnya tanpa riya ke dalam lubang batu amal tersebut. Sebaliknya, siapapun membutuhkan, dapat mengambil uang dari dalam lubang batu amal sesuai dengan kebutuhan tanpa diserta keserakahan. Siapapun yang sedang dalam kondisi kesempitan harta, mereka tidak rakus dan hanya mengambil sedekah secukupnya saja, karena Daulah Khilafah Islamiyyah sudah memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya secara merata dan adil.

Daulah Khilafah Islamiyyah menjamin kebutuhan pokok masyarakatnya dengan mekanisme tidak langsung yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki. Jaminan pekerjaan tersebut membuat kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya secara makruf. Kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan dengan kualitas terbaik dapat diakses dengan mudah dan biayanya pun terjangkau karena adanya pendanaan dari kas negara (baitul mal).

Dengan terjaminnya berbagai layanan publik oleh Daulah Khilafah Islamiyyah, maka masyarakat pun akan terbiasa membiayai dan mengelola perekonomian rumah tangganya tidak berbasis utang. Jikapun ada warga yang terpaksa berutang, maka hal itu semata-mata dilakukan dalam keadaan terpaksa dan bukan karena tren atau gaya hidup. Bagi warga yang tidak mampu membayar utang, Islam memiliki syariat gharim untuk membantu pelunasan utang tersebut.

Penjagaan Daulah Khilafah Islamiyyah terhadap rakyatnya tidak berhenti sampai disitu saja. Daulah Khilafah Islamiyyah pun menutup berbagai celah beredarnya pola konsumtif yang dipromosikan melalui media dan memberantas tuntas semua aplikasi maupun berbagai layanan digital yang mengantarkan kepada keharaman seperti paylater ini. Jika pun terjadi pelanggaran, Daulah Khilafah menerapkan sistem sanksi Islam yang membuat pelakunya jera dan masyarakat lainnya pun enggan melakukannya.

Mekanisme sanksi Islam terhadap pola hidup konsumtif pernah dilakukan oleh di masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab yang dijelaskan dalam Kitab Fikih Ekonomi Umar. Dalam kitab tersebut diriwayatkan oleh Ubaidullah bin Humaid ,”Kakekku melewati Umar Bin bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu dan dia memakai jubah maka Umar berkata “, Berapa kamu membeli bajumu itu? Dia menjawab ,”60 dirham”. Beliau berkata “,Berapa hartamu?”. Kakekku menjawab ,“1000 dirham”. Maka Umar berdiri kepadanya dengan cambuknya lalu memukulnya seraya berkata,”Modal harta kamu 1000 dirham dan kamu membeli baju dengan 60 dirham”. Wallahu a’lam bisshowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here