Opini

Cacat Logika Tes Kehamilan bagi Siswa

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Umul Asminingrum, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Beberapa waktu lalu, beredar sebuah video hingga viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan sejumlah siswi SMA di Cianjur menjalani tes kehamilan di sekolah. Video tersebut menunjukkan para siswi yang didampingi guru saat memasuki toilet, untuk menjalani pemeriksaan atau tes kehamilan.

Kepala sekolah menjelaskan bahwa tes kehamilan ini dilakukan sebagai langkah pencegahan, karena tiga tahun lalu ada siswi yang diketahui mengandung. (detikJabar,22/01/2025).

Sesat Pikir Tes Kehamilan

Pihak sekolah mengklaim bahwa kebijakan yang diterapkan bertujuan untuk mencegah kenakalan remaja. Terutama yang berkaitan dengan pergaulan bebas. Mereka berpendapat bahwa dengan adanya aturan yang tegas, siswa akan lebih terarah dalam menjalani masa remaja mereka. Menghindari pengaruh negatif dari pergaulan yang tidak sehat. Serta menjaga agar fokus mereka tetap pada pendidikan.

Kebijakan ini dianggap sebagai langkah preventif, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi perkembangan karakter dan moral siswa. Namun, kebijakan ini menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak. Termasuk Kementerian Kesehatan yang menyatakan tidak menganjurkan tes kehamilan oleh guru di sekolah. Menurut Kemenkes, mewajibkan siswi untuk menjalani tes kehamilan, dapat berdampak pada kondisi psikologis mereka.

Langkah melakukan tes kehamilan bagi remaja sebagai upaya pencegahan seks bebas, justru menunjukkan kekeliruan dalam memahami akar masalah. Pendekatan ini bukanlah solusi yang tepat. Karena alih-alih mencegah, justru memberikan kesan bahwa seks bebas adalah sesuatu yang tidak masalah, selama tidak menyebabkan kehamilan. Padahal, yang perlu diatasi adalah faktor-faktor mendasar yang menyebabkan remaja terjerumus ke dalam pergaulan bebas.

Sayangnya, pendekatan yang diambil lebih menitikberatkan pada akibat (kehamilan) daripada penyebabnya. Selain itu, kebijakan ini menimbulkan stigma negatif bagi perempuan, seolah mereka satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas pergaulan bebas. Padahal, perilaku menyimpang ini juga melibatkan siswa laki-laki yang sama sekali tidak tersentuh dalam kebijakan ini.

Mengapa Remaja Terjerat Pergaulan Bebas?

Lemahnya iman dan rendahnya pemahaman agama menjadi faktor utama, yang membuat remaja rentan terjerat dalam pergaulan bebas. Tanpa landasan akidah yang kokoh, mereka akan kesulitan membedakan mana yang benar dan salah. Serta mudah terbawa arus pergaulan yang menyimpang. Kurangnya pendidikan agama yang mendalam membuat mereka tidak memiliki tameng moral yang kuat. Untuk menolak ajakan atau pengaruh negatif dari lingkungan, media, dan pergaulan yang tidak sehat. Akibatnya, batasan-batasan dalam pergaulan semakin kabur, dan mereka lebih mengutamakan kesenangan sesaat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi kehidupan dunia maupun akhirat.

Selain itu, peran keluarga yang lemah turut menjadi faktor utama dalam membentuk karakter remaja. Bukan hanya keluarga broken home yang berisiko tinggi melahirkan anak-anak yang terjerumus dalam seks bebas. Tetapi juga keluarga yang abai dalam memberikan pendidikan moral dan spiritual. Ketika orang tua terlalu sibuk bekerja dan hanya berperan sebagai pencari nafkah. Anak akan mencari tempat lain untuk memenuhi kebutuhan emosional dan sosialnya, sering kali dalam lingkungan yang salah. Ini diperparah dengan sistem kehidupan yang menekan orang tua untuk lebih fokus mencari nafkah saja, dibandingkan mendidik anak dengan nilai-nilai yang benar.

Di sisi lain, masyarakat yang semakin permisif terhadap pergaulan bebas juga menjadi penyebab suburnya fenomena ini. Hilangnya kontrol sosial akibat individualisme dan sekularisme membuat masyarakat kehilangan rasa tanggung jawab terhadap generasi muda. Mereka tidak lagi merasa perlu untuk menegur atau menasihati remaja yang terlibat dalam perilaku menyimpang. Bahkan cenderung menganggapnya sebagai bagian dari kebebasan individu.

Yang lebih parah, negara yang seharusnya menjadi pelindung justru gagal menjalankan perannya. Negara bukan hanya tidak memberikan perlindungan bagi remaja dari pengaruh buruk. Tetapi malah membiarkan sistem sekuler-liberal terus mengakar, yang justru memfasilitasi kebebasan tanpa batas. Alih-alih menerapkan kebijakan yang membangun moral dan akhlak remaja.

Negara justru mengadopsi sistem kehidupan batil yang meniadakan peran agama dalam mengatur kehidupan masyarakat. Akibatnya, solusi yang diambil pun bersifat pragmatis dan tidak menyentuh akar masalah, seperti tes kehamilan bagi remaja. Padahal, solusi sejati adalah dengan menanamkan sistem Islam yang mampu membentuk individu yang bertakwa, keluarga yang kokoh dalam mendidik anak, masyarakat yang peduli, serta negara yang tegas dalam menjaga moral generasi muda.

Islam sebagai Solusi

Pergaulan bebas dan kerusakan moral di kalangan remaja merupakan dampak dari sistem kehidupan yang mengabaikan nilai-nilai agama. Pemikiran sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah melahirkan budaya kebebasan tanpa batas, yang diusung oleh sistem demokrasi. Akibatnya, generasi muda terpapar berbagai pengaruh negatif yang merusak akhlak dan menjauhkan mereka dari norma-norma agama. Dalam kondisi ini, hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh, kerusakan moral dapat dicegah dan generasi berkepribadian Islam dapat dibentuk.

Islam tidak hanya mengatur hubungan sosial secara individu, tetapi juga membangun sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan ini tidak sekadar mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk pola pikir dan sikap yang selaras dengan syariat Islam. Dengan pendidikan yang berlandaskan Islam, generasi muda akan memahami batasan pergaulan sesuai hukum syariat. Serta memiliki kesadaran untuk menjauhi perilaku menyimpang. Dengan demikian, mereka tidak mudah terpengaruh oleh ideologi liberal yang mengedepankan kebebasan tanpa batas.

Selain pendidikan berbasis Islam, kontrol sosial dari masyarakat juga berperan penting dalam menjaga moralitas remaja. Dalam sistem Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Ketika ada perilaku menyimpang, masyarakat tidak bersikap permisif, melainkan aktif mengingatkan dan menegur dengan cara yang benar. Dengan adanya kontrol sosial yang kuat, pergaulan bebas dan kerusakan moral dapat ditekan sejak dini.

Di samping pendidikan dan kontrol sosial, Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dalam menjaga kemurnian pergaulan. Hukum Islam memberikan efek jera bagi pelanggar syariat, sehingga mereka berpikir ulang sebelum melakukan tindakan yang merusak moralitas. Penerapan sanksi ini bukan sekadar hukuman, tetapi juga bagian dari mekanisme perlindungan terhadap kehormatan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, untuk mencegah pergaulan bebas dan kerusakan moral secara efektif, diperlukan penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.[] WE/IK.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 32

Comment here