Oleh : Lia Aliana (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com.Tersebarnya Islam ke penjuru dunia tidak lain karena adanya peran institusi adidaya. Khilafah Islam merupakan titik tolak menuju peradaban gemilang di berbagai pelosok negeri. Termasuk di Nusantara, bahkan telah meninggalkan rekam jejak yang tak bisa dinafikan.
Berawal ketika Maharaja Sri Indravarman, selaku penguasa kerajaan Sriwijaya di Sumatera, mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz. Agar sang Khalifah berkenan mengirimkan utusan untuk mengajarkan tentang hukum-hukum Islam.
Dilansir dari Republika.co.id, Raja al-Hind mengirim surat untuk Umar bin Abdul Aziz, sebagai berikut. Dari Raja yang merupakan keturunan dari seribu raja, permaisurinya juga adalah keturunan seribu raja, di dalam kandangnya memiliki seribu gajah, dan memiliki wilayah dua sungai yang mengairi tanaman gaharu, terdapat tanaman herbal, pala, dan kamper yang keharumannya menyebar ke jarak dua belas mil.
“Untuk Raja Arab, yang tidak menyekutukan Allah dengan apapun. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, tidak banyak, tetapi hanya sebuah salam. Dan saya berharap bahwa Anda, dapat mengirimkan seseorang yang bisa mengajari Islam dan memerintahkan saya dengan hukum Islam.”
Surat tersebut disambut hangat, dikirimkannya da’i untuk mengajarkan Al-qur’an serta kewajiban dalam mempertahankan wilayahnya. Dan terpenting adalah keterikatan atau konsekuensi yang diberikan Khalifah kepada mereka. Rajapun menyepakatinya, bahkan cenderung tunduk.
Sejak saat itu, hubungan Nusantara dengan Kekhilafahan makin erat. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan wali songo yang disegani oleh masyarakat muslim di pulau Jawa. Siapa sangka ternyata sembilan wali tersebut adalah utusan dari Kekhilafahan Utsmani.
Dalam kitab Kanzul Hum yang ditulis oleh Ibnu Batutah. Disebutkan bahwa, wali songo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya pada tahun 1404 M, Khalifah mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah, isinya meminta sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.
Jadi, wali songo merupakan para da’i utusan Khalifah Turki Utsmani di Bumi Pertiwi. Salah satu diantara mereka adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim asal Turki. Ahli politik peletak dasar pendirian Kesultanan di Jawa. Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, terinspirasi dari kota Alquds (Yerusalem) dan Syarif Hidayatullah dijuluki sebagai Sunan Gunung Jati. Keduanya berasal dari Palestina.
Berdasarkan fakta tersebut tampak jelas bahwa, sejarah Islam di Bumi Pertiwi tak lepas dari eksistensi dan peran Kekhilafahan. Di tengah kekufuran yang meliputi Nusantara kala itu, Islam datang membawa cahaya keimanan. Bahkan menjadi kunci perjuangan melawan penjajahan.
Hal ini selaras dengan dokumen sejarah Kesultanan Aceh. Bernard Lewis menyebutkan bahwa, pada tahun 1563 penguasa muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis.
Sebagai bentuk perlindungannya, Sultan Salim III mengirimkan sebuah armada ke Sumatera. Dalam kitab Bustanun Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri disebutkan bahwa, Kesultanan Aceh menerima bantuan militer berupa senjata disertai instruktur yang mengajari pemakaiannya dari Khilafah Turki Utsmani.
Itulah jasa orangtua kita dahulu, mereka adalah da’i keturunan Kekhilafahan Utsmani. Rela bertaruh nyawa melawan penjajah hingga syahid di Bumi Pertiwi. Namun kini, keberadaannya luput dari peradaban. Jangankan dicatat sebagai pahlawan, bahkan sekadar mengenang jejaknya lewat film dokumenterpun mendapat perlawanan.
Realitas ini mempertegas bahwa, ada upaya penguburan juga pengaburan jejak Kekhilafahan di Nusantara. Idenya ditentang, pengusungnya ditendang, perjuangannya dipandang tidak sesuai dengan nilai sejarah dan jatidiri bangsa.
Maka menjadi tanggung jawab bersama terutama umat muslim, untuk mengembalikan kehormatan para kesatria Islam di negeri ini. Dengan menggali kebenaran jejak sejarah Khilafah di Nusantara dan menolak anggapan bahwa memperjuangkannya adalah hal yang ahistoris.
Bagai mengulang sejarah, segala kekacauan juga penderitaan adalah akibat penerapan sistem penjajah yang telah menjarah negeri ini. Oleh karena itu perjuangan penegakkan Khilafah sejalan dengan kebutuhan perubahan bangsa. Sebab Islam bukan hanya sebatas ibadah ritual namun mampu menjawab berbagai persoalan.
Dengan demikian, sekuat apapun badai menerjang, betapapun musuh menghalangi tegaknya syariah. Namun kesadaran umat kian terbuka, dengan maraknya perbincangan bertemakan Islam Kaffah di berbagai media. Terbukti, bahwa antusiasme masyarakat terhadap opini Khilafah dan perjuangan penegakannya semakin nyata.
Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam kitabnya Q.s An-nur : 55
وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَـيُبَدِّلَــنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا ۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـئًــا ۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰ لِكَ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Wallahu a’lam bishshawab
Refrensi :
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/pg2qzk385
https://www.muslimahnews.com/2020/08/07/adakah-jejak-khilafah-di-nusantara/
Views: 110
Comment here