Oleh : Umma Aqila Safhira
wacana-edukasi.com, Masalah stunting menjadi perhatian, pemerintah berasumsi stunting disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang kesehatan dan akibat kurangnya gizi yang masuk ditambah lagi dengan pandemi covid 19.Seperti baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 5 Agustus 2020 menyampaikan, ada 10 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.
Ke-10 provinsi dimaksud yakni Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Dikonfirmasi atas data tersebut, Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sultra, dr. Muhammad Ridwan mengatakan, kurangnya pemahaman orang tua terhadap manfaat asupan gizi menjadi penyebab.Pemahaman orang tua dianggap rendah untuk kesadaran pentingnya asupan gizi kepada ibu saat hamil, anak dimasa perkembangan. Faktor lain yang berpengaruh yakni lingkungan dan ekonomi.(mediakendari.com 12/8/2030).
Stunting yang ada di negeri ini bukanlah perkara baru, sebelum pandemi Covid-19, diperkirakan 47 juta balita mengalami penurunan berat badan dengan cepat (wasting) di tingkat sedang hingga parah, sebagian besar tinggal di Afrika sub-Sahara dan Asia Tenggara.
Berbagai macam upaya pun dilakukan untuk menekan angka yang terus naik.Dari Dinkes Sultra pun, membentuk Satgas stunting mereka dilatih untuk mendata semua ibu hamil yang ada di wilayah kerja masing-masing, termasuk memberikan pemahaman tentang stunting serta dampaknya pada ibu hamil.Termasuk pemberian susu secara gratis.
Alih-alih menekan jumlah penderita stunting, justru angka itu meningkat tajam akibat pandemi.
Angka stunting semakin bertambah bahkan tak jarang dijumpai anak penderita dengan ciri-ciri stunting, yang terlihat pendek dari seusianya, lebih pendiam atau apatis,maupun IQ rendah.
Permasalahan kapitalisme yang saat ini melanda tidak akan pernah selesai dengan berbagai macam solusi yang di gunakan oleh pemerintah pusat maupun daerah, kebijakan yang tidak terintegrasi, birokrasi yang berbelit serta data yang tumpang tindih yang menjadi pemicu rumitnya persoalan ini di tambah wabah yang membuat ekonomi tidak stabil semakin menambah permasalahan yang ada. Pemerintah yang diharapkan memberikan solusi paripurna dan komprehensif terkesan kurang peduli.Masalah kebutuhan dasar yang wajib dirasakan bagi rakyatnya pada akhirnya rakyat jualah yang harus mengurus dirinya sendiri.
Tak heran bagaimana sistem kapitalisme berperan dimana kesehatan menjadi sesuatu yang harus dibayar jika harus mendapatkakannya, berbagai SDA melimpah di daerah ini seperti tambang emas Bombana atau tambang nikel di Morosi, maupun tambang lainnya yang bisa mensejahterakan bagi rakyat di daerah Sultra, justru dikuasai oleh perusahaan asing untuk dikelola.Maka layakkah kiranya sistem ini tetap diambil? Sungguh miris.
Maka solusi yg dapat menyelesaikan segala problem kehidupan yg terjadi saat ini tidak lain hanyalah Islam. karena dalam islam, negara bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya dalam hal memberi kesejahteraan terhadap rakyatnya dalam berbagai sektor baik ekonomi, pendidikan dan sebagainya.
Untuk menanggulangi stunting dampak wabah ini terdapat tujuh pilar dalam sistem kesehatan Islam.
Pertama, fungsi negara yang sehat. Negara menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai secara kualitas dan kuantitas, dana yang mencukupi, laboratorium diagnostik, SDM kesehatan, lembaga riset, dan industri alat kedokteran serta farmasi.
Kedua, model kekuasaan bersifat sentralisasi dan administrasi bersifat desentralisasi.
Ketiga, pembiayaan berbasis baitul mal dan bersifat mutlak.Negara mengelola harta milik umum yang tak lain adalah salah satu sumber pembiayaan penanganan wabah.
Keempat, pengadaan SDM kesehatan berbasis sistem pendidikan Islam.Ini menjadi output kurikulum sahih, serta steril dari unsur kapitalisasi.
Kelima, fasilitas kesehatan dan unit teknis lain milik negara berfungsi sebagai perpanjangan fungsi negara.Artinya, harus dikelola di atas prinsip pelayanan dengan pembiayaan dan pengelolaan langsung dari negara. Tidak dibenarkan sebagai lembaga bisnis dan bersifat otonom.
Keenam, riset terkini untuk kecepatan penanganan wabah.
Seperti riset bagi penentuan titik areal wabah, luas areal yang harus dikunci, dan lamanya penguncian.
Ketujuh, politik industri berbasis industri berat.Prinsip ini adalah jalan efekif bagi segera terpenuhinya berbagai teknologi terkini bagi penanganan wabah. Mulai dari produksi Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis, hingga berbagai produk farmasi, alat kesehatan dan obat-obatan.
Hanya saja, ketujuh pilar di atas hanya sempurna terwujut menurut konsep sahih Islam dengan metode pelaksanaannya melalui negara Khilafah. Mengutip sabda Rasulullah Saw,bahwa Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. (HR Muslim dan Ahmad.)
Tidak ada jalan lain bagi penyelesaian persoalan bangsa ini, terlebih saat pandemi dengan berbagai persoalan yang menyertainya, kecuali dengan kembali pada pangkuan kehidupan Islam. Wallahu A’lam Bisshowab.
Views: 0
Comment here