Surat Pembaca

Gencatan Senjata, Bukan Sekadar Jeda

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Dewi Royani (Muslimah Pemerhati Umat)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Lebih dari 467 hari. Itulah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza. Namun, apakah gencatan senjata ini akan bertahan lebih lama dari sekedar angka dan menjadi solusi atas persoalan Gaza? Atau kita akan kembali menyaksikan pertumpahan darah dalam waktu dekat?

Setelah hampir satu setengah tahun (467 hari) agresi militer berlangsung di Gaza, Hamas dan Entitas Yahudi akhirnya mencapai kesepakatan gencatan senjata yang diberlakukan pada hari Minggu (19/1/2025). Gencatan senjata ini dibagi dengan tiga fase yang berbeda. Masing-masing fase berlangsung selama 42 hari (6 pekan), (theconversation.com, 18/1/2025)

Kesepakatan gencatan senjata ini mendapat respon beragam dari umat Islam. Sebagian menyambutnya sebagai langkah positif untuk mengakhiri kekerasan yang telah merenggut lebih dari 47.000 jiwa di Gaza. Namun, banyak pihak juga skeptis akan efektivitas kesepakatan ini. Hal ini dikarenakan, meskipun gencatan senjata telah disepakati sejak 19 Januari, insiden yang melibatkan pasukan entitas yahudi terus dilaporkan di Gaza. Beberapa insiden tersebut termasuk penembakan yang dilakukan pasukan zionis atas sebuah gerobak di dekat kamp pengungsi Al-Nuseirat, yang menyebabkan seorang anak syahid dan warga sipil lainnya luka-luka (republika.id, 29/1/2025)

Pengalaman masa lalu pun menunjukkan bahwa kesepakatan serupa seringkali tidak bertahan lama. Mairav Zonszein, seorang pakar Israel-Palestina di International Crisis Group, dilansir Al Jazeera menyampaikan pandangannya bahwa Israel memiliki kemampuan untuk melanggar kesepakatan gencatan senjata sambil berhasil menghindari tuduhan sebagai pihak yang bersalah atas pelanggaran tersebut.

Benjamin Netanyahu sendiri telah mengisyaratkan akan melanggar gencatan senjata. Netanyahu, mengungkapkan bahwa kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza dengan Hamas bersifat sementara. Netanyahu menambahkan bahwa baik Presiden AS Joe Biden maupun Presiden terpilih Donald Trump telah memberikan izin kepada Israel untuk melanjutkan serangan jika tahap selanjutnya dari kesepakatan dengan kelompok perlawanan Palestina tidak dapat dipenuhi (kumparan.com, 19/1/2025)

Berdasarkan realita ini, sejatinya gencatan senjata hanya menawarkan jeda sementara dari perang tanpa mengatasi akar permasalahannya. Meskipun gencatan senjata permanen tercapai, hal itu tidak akan menghapus fakta bahwa negara Israel didirikan di atas tanah curian. Muslim Palestina diusir dari tanah air mereka sendiri, dan darah mereka tumpah untuk mendirikan negara yang tidak sah ini. Karenanya, gencatan senjata bukan solusi fundamental untuk persoalan Palestina.

Akar permasalahannya terletak pada keberadaan entitas Yahudi yang merampas tanah dari rakyat Palestina, bukan sekadar konflik wilayah sebagaimana dinarasikan media Barat. Entitas Yahudi bukan hanya merampas tanah, tetapi juga terus melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina. Gencatan senjata dalam kondisi ini sama saja dengan memberikan legitimasi kepada penjajah untuk terus berkuasa atas tanah Palestina. Maka, gencatan senjata bukanlah solusi tuntas untuk kasus Palestina, karena tidak menghentikan kebiadaban entitas Yahudi. Mereka dapat kembali menyerang kapan saja, meskipun melanggar perjanjian. Solusi ini hanyalah tipuan Barat yang tidak akan pernah mewujudkan perdamaian yang mereka gembar-gemborkan.

Entitas Yahudi melakukan pembantaian dan perampasan karena ada kekuatan besar di belakangnya yakni Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Begitupun negeri-negeri muslim, termasuk negara-negara Arab, tidak berdaya dan hanya diam membisu tanpa tindakan nyata untuk membantu Palestina. Mereka tidak berani mengerahkan pasukan untuk membela Palestina, dan hanya mengeluarkan kecaman agar terlihat peduli di mata dunia. Ironisnya, negeri-negeri Arab yang seharusnya menjadi benteng pertahanan umat Islam justru menjadi iron dome ‘kubah besi’ yang melindungi entitas Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah mengkhianati umat Muslim, karena sejatinya mereka adalah pelayan setia bagi negara-negara barat penjajah.

Maka, upaya menyelesaikan persoalan Palestina tidak bisa berharap kepada negara-negara Barat maupun negeri-negeri muslim saat ini. Oleh karena itu, satu-satunya solusi adalah dengan mengusir penjajah Zionis Yahudi dari tanah Palestina dan mengembalikan tanah tersebut kepada pemiliknya yang sah, yaitu melalui jihad fii sabilillah.

Jihad untuk saat ini tidak mampu dilakukan oleh negeri-negeri muslim. Dibutuhkan hadirnya sebuah institusi politik adidaya yang memiliki kemandirian dan ketegasan untuk tidak tunduk pada tekanan pihak luar. Suatu negara yang memiliki kapabilitas untuk menghadapi dan melawan zionis Yahudi dan negara-negara penjajah. Institusi yang dimaksud adalah sistem Khilafah di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Sistem Khilafah akan memberikan jaminan perlindungan dan keamanan bagi seluruh warganya karena didasarkan pada prinsip-prinsip keimanan dan ketakwaan. Lebih dari itu, Khilafah akan berperan sebagai pemersatu kekuatan umat Islam, termasuk dalam menggerakkan kekuatan militer untuk membebaskan Palestina. Dengan izin Allah, Khilafah akan segera tegak. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here