Opini

Indonesia Gelap, Saat Cahaya Islam Kafah Dikesampingkan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Rifa Alifhia (Mahasiswi)

Wacana-edukasi.com, OPINI— Sejumlah pengamat menilai bahwa legitimasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai goyah setelah aksi demonstrasi mahasiswa bertajuk Indonesia Gelap berlangsung di berbagai daerah. Aksi ini muncul sebagai bentuk protes terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat dan mengancam masa depan generasi muda, salah satunya pemotongan anggaran di beberapa sektor penting.

Para akademisi menilai bahwa krisis kepercayaan terhadap pemerintah dapat semakin membesar jika tidak ada perubahan kebijakan dalam waktu dekat. Sejarawan dan akademisi Andi Achdian menegaskan bahwa aksi demonstrasi ini akan terus menjadi guncangan bagi pemerintahan Prabowo, yang secara faktual telah mengalami penurunan dukungan (BBC.com, 21/02/2025).

Aksi Indonesia Gelap mencerminkan kekecewaan mendalam mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Aksi ini mengingatkan kita pada gerakan Peringatan Darurat dengan simbol Garuda Biru yang terjadi pada Agustus tahun lalu. Kedua aksi ini sama-sama dipelopori oleh mahasiswa dari berbagai kampus di seluruh Indonesia. Kemajuan teknologi di era digital memungkinkan koordinasi aksi serentak di berbagai daerah, bahkan lintas pulau, melalui internet dan media sosial.

Dalam aksi ini, mahasiswa menerapkan konsep netizenship, yaitu keterlibatan aktif warganet dalam aktivitas politik dengan memanfaatkan platform digital. Fenomena ini serupa dengan gerakan Reformasi 1998, di mana mahasiswa saat itu berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru. Namun, pergantian rezim tersebut tidak membawa perubahan yang diharapkan. Setelah Reformasi, kesejahteraan yang dijanjikan tak kunjung terwujud, bahkan korupsi semakin merajalela, dan kondisi negara terus mengalami kemunduran hingga hari ini.

Kini, meskipun pemerintahan Prabowo-Gibran baru berjalan 100 hari, kebijakan yang dikeluarkan sudah banyak menuai kritik karena dinilai merugikan rakyat. Mulai dari rencana kenaikan PPN, kelangkaan LPG melon, polemik MBG, pemangkasan anggaran layanan publik, kontroversi kabinet gemoy, putusan ringan kasus korupsi timah, hingga tarik ulur kebijakan di ormas dan kampus. Semua ini menambah daftar panjang kebijakan yang mengecewakan publik.

Lantas, ke mana arah perjuangan aktivisme mahasiswa? Apakah hanya sebatas menuntut perubahan kebijakan, pergantian rezim, atau menuntut perubahan sistem secara menyeluruh? Sejarah telah membuktikan bahwa pergantian kebijakan dan rezim terus terjadi, tetapi selama sistem yang mengaturnya masih berbasis sekuler demokrasi kapitalisme, perubahan mendasar tidak akan terwujud.

Arah Perubahan
Mahasiswa memiliki peran penting sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai kaum intelektual yang mencari ilmu, tetapi juga sebagai pelopor dalam menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan. Dalam konteks Islam, mahasiswa seharusnya mengemban amanah besar untuk memperjuangkan risalah Islam dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Salah satu bentuk peran aktif yang harus mereka jalankan adalah mengoreksi kebijakan para penguasa yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam. Hal ini dilakukan berdasarkan semangat amar makruf nahi mungkar, yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dengan keberanian dan keteguhan, mahasiswa harus menjadi suara kritis yang mengingatkan para pemimpin agar menjalankan pemerintahan dengan adil, transparan, dan sesuai dengan ajaran Islam.

Selain itu, mahasiswa juga perlu menawarkan solusi berdasarkan Islam terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat. Mereka harus mampu menggali konsep-konsep Islam yang relevan untuk menjawab tantangan zaman dan menyampaikannya dengan cara yang efektif kepada masyarakat luas. Sebab, hanya dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh, kesejahteraan dan keadilan dapat diwujudkan, sehingga masa depan umat tidak lagi suram atau penuh ketidakpastian, melainkan cerah dan gemilang.

Mahasiswa sebagai Agen Perubahan
Mahasiswa harus menjadi motor perubahan dalam umat Islam, sebagaimana para pemuda di setiap zaman selalu menjadi pelopor transformasi. Para nabi, seperti Ibrahim a.s., Daud a.s., Musa a.s., dan Rasulullah Muhammad saw., juga diangkat membawa risalah Allah saat masih muda, membuktikan bahwa pemuda memiliki peran besar dalam perubahan.

Mahasiswa juga memiliki potensi besar dalam menerima dan menyebarkan dakwah Islam. Rasulullah saw. menegaskan bahwa pengikut awalnya mayoritas adalah pemuda karena mereka lebih tulus dan mudah menerima kebenaran. Hal ini sejalan dengan penafsiran Imam Ibnu Katsir terhadap QS Al-Kahfi ayat 13, yang menyebut bahwa kaum muda lebih mudah menerima seruan Islam dibanding generasi tua.

Dalam QS Ar-Rum [30]: 54, Allah Swt. menjelaskan bahwa masa muda adalah fase penuh kekuatan yang terletak di antara dua kelemahan: masa kanak-kanak dan usia lanjut. Jika kekuatan ini digunakan untuk menegakkan Islam, maka kemenangan Islam di muka bumi akan terwujud.

Saat ini, Indonesia berada dalam kegelapan akibat sistem kapitalisme. Oleh karena itu, mahasiswa harus menjadi penerang dengan menyerukan dakwah Islam secara kaffah. Penerapan Islam dalam institusi khilafah adalah satu-satunya solusi hakiki bagi negeri ini dan dunia.

Agar mampu menawarkan solusi Islam yang benar, mahasiswa harus mengkaji tsaqafah Islam secara mendalam dan berkelanjutan. Ini juga untuk mencegah masuknya ideologi-ideologi asing seperti komunisme, sosialisme, marxisme, dan leninisme yang bertentangan dengan Islam. Dengan pemahaman Islam ideologis yang kokoh, mahasiswa dapat mengikuti metode perubahan yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu bersifat pemikiran (fikriyah), politis (siyasiyah), dan tanpa kekerasan (la unfiyah).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here