Oleh: Widhy Lutfiah Marha (Pendidik Generasi)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Di tengah gemerlapnya industri tekstil Indonesia, sebuah tragedi kemanusiaan mengguncang. Raksasa tekstil Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang dulunya menjadi simbol kekuatan dan kemajuan, kini harus merelakan ribuan karyawannya pergi. Bukan sekadar angka statistik, ini adalah kisah tentang harapan yang pupus, keluarga yang terancam, dan mimpi-mimpi yang terkubur.
Peristiwa ini bukan hanya menjadi kabar buruk bagi industri tekstil nasional, tetapi juga potret buram bagaimana sistem ekonomi yang diterapkan saat ini lebih banyak memihak kepentingan segelintir elite daripada kesejahteraan rakyat. Ribuan pekerja yang sebelumnya menjadi roda penggerak perusahaan, kini dipaksa menelan pahitnya kenyataan.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil raksasa yang berpusat di Sukoharjo, Jawa Tengah, mengalami kebangkrutan yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Ribuan karyawan terpaksa kehilangan pekerjaan, menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan di wilayah tersebut.
Keputusan PHK ini diambil oleh kurator yang ditunjuk oleh pengadilan niaga, setelah perusahaan dinyatakan pailit. Masalah keuangan Sritex berawal pada tahun 2021, ketika perusahaan mengalami kesulitan dalam membayar hutang-hutangnya. Hutang yang menumpuk akhirnya membawa perusahaan ini ke gerbang kepailitan. (cnnindonesia.com, 02/03/2025)
Dampak Sistemik dan Kemanusiaan
Di balik gemerlapnya angka-angka pertumbuhan ekonomi, tersembunyi luka mendalam yang menganga. Kebangkrutan Sritex bukan sekadar statistik, melainkan tragedi kemanusiaan yang nyata. Ribuan pekerja, yang selama ini menjadi tulang punggung perusahaan, kini harus menghadapi ketidakpastian masa depan. Mereka bukan hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan harapan, kehilangan rasa aman, dan kehilangan martabat.
Surat PHK yang diterima oleh para karyawan bukan sekadar selembar kertas, melainkan vonis yang merenggut kehidupan mereka. Di balik setiap surat PHK, ada kisah pilu tentang keluarga yang kehilangan sumber penghidupan. Anak-anak yang harus menunda pendidikan, ibu-ibu yang bingung memenuhi kebutuhan dapur, hingga para orang tua yang menggantungkan hidup dari penghasilan anak-anak mereka.
Tragedi ini semakin memperlihatkan betapa rapuhnya sistem ekonomi yang dibangun di atas fondasi kapitalisme liberal. Sistem ini mengagungkan pasar bebas dan persaingan tanpa batas, tetapi menutup mata terhadap dampak sosial yang ditimbulkan. Perusahaan besar seperti Sritex, yang dulunya berjaya, kini tumbang akibat lilitan utang dan ketidakstabilan ekonomi global. Ironisnya, para pemilik modal masih bisa mempertahankan kekayaannya, sementara para pekerja yang berjasa justru dibiarkan terpuruk.
Negara, yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, justru terjebak dalam lingkaran kekuasaan oligarki. Retorika populis yang mengatasnamakan kepentingan rakyat hanyalah topeng untuk menyembunyikan praktik-praktik koruptif dan kebijakan yang menguntungkan segelintir elite. Janji-janji politik, yang seharusnya menjadi komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, justru menjadi alat untuk memanipulasi dan mengorbankan rakyat.
Kasus Sritex bukan hanya cermin dari kegagalan sebuah perusahaan, melainkan gambaran nyata dari ketidakadilan sistemik yang mengakar dalam struktur ekonomi dan politik. Sistem kapitalisme liberal yang mendominasi dunia saat ini hanya memperkaya segelintir orang, sementara jutaan orang lainnya dibiarkan berjuang sendirian menghadapi kerasnya kehidupan.
Jalan Keluar: Sistem Ekonomi Islam
Di tengah carut-marut sistem ekonomi kapitalis, muncul secercah harapan dari sistem ekonomi Islam. Sistem ini menawarkan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan, dengan menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Dalam sistem ekonomi Islam, negara memiliki peran aktif dalam menjamin terbukanya lapangan pekerjaan dan melindungi hak-hak pekerja.
Sistem ekonomi Islam tidak membiarkan pasar berjalan tanpa kendali, tetapi menyeimbangkan antara kepentingan individu, masyarakat, dan negara. Negara wajib memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap lapangan pekerjaan, baik melalui pemberian modal usaha, iqtha’ (pemberian hak pengelolaan lahan), maupun pengelolaan sumber daya alam yang adil.
Syeikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nidzom Iqtishodi menjelaskan bahwa negara Islam bertanggung jawab dalam menciptakan iklim ekonomi yang kondusif. Negara wajib memberikan dukungan kepada para pengusaha kecil dan menengah, serta melindungi hak-hak pekerja melalui kebijakan yang adil dan berkeadilan.
Dalam sistem ekonomi Islam, hubungan antara pengusaha dan pekerja dibangun di atas prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan. Pengusaha berkewajiban memberikan upah yang adil dan menciptakan lingkungan kerja yang layak. Di sisi lain, pekerja juga memiliki kewajiban untuk bekerja dengan profesional dan bertanggung jawab. Negara bertindak sebagai mediator yang memastikan hak dan kewajiban kedua belah pihak terpenuhi.
Selain itu, sistem ekonomi Islam juga melarang praktik riba dan spekulasi yang merugikan masyarakat kecil. Dengan demikian, ekonomi yang dibangun akan lebih stabil, adil, dan berkelanjutan. Keuntungan tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi didistribusikan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat.
Saatnya Berubah
Kebangkrutan Sritex adalah alarm keras bagi bangsa ini. Jika kita terus bertahan pada sistem ekonomi kapitalis yang menindas, maka tragedi serupa akan terus berulang. Saatnya kita merenungkan kembali arah pembangunan bangsa. Sudah saatnya kita beralih kepada sistem ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Sistem ekonomi Islam bukan sekadar utopia, tetapi solusi nyata yang telah terbukti mampu menciptakan kesejahteraan dalam sejarah peradaban Islam. Dengan menempatkan kesejahteraan rakyat di atas kepentingan segelintir elite, sistem Islam mampu menciptakan harmoni antara pengusaha, pekerja, dan negara.
Tragedi Sritex seharusnya menjadi momentum untuk membangun sistem ekonomi yang lebih manusiawi, yang mengedepankan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Sistem Islam adalah sebuah sistem yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan haknya untuk hidup sejahtera.
Perubahan memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Saatnya kita bergerak menuju sistem Islam yang terbukti adil, manusiawi, dan berkelanjutan. Sebuah sistem yang menempatkan manusia, bukan uang, sebagai pusat pembangunan.
Views: 2
Comment here