Opini

Danantara, Ambisi Korporat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Kiki Zaskia, S.Pd. (Pemerhati Sosial)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Kebijakan teranyar presiden Prabowo Subianto untuk membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) telah menjadi sebuah gebrakan yang sangat beresiko tinggi. Santer dibicarakan bahwa Danantara juga merupakan impian ayahanda presiden Prabowo Subianto (tempo.co, 02/03/25).

Untuk memuluskan kebijakan tersebut telah disahkan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara pada 4 Februari 2025 yang mengatur bahwa Danantara akan menguasai 99 persen saham perusahaan negara, sisanya dipegang oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kemudian, 99 persen saham BUMN tersebut dimana pemasukannya berasal dari penerimaan negara yang bukan pajak dari APBN lebih banyak diambil alih oleh Danantara.

Bahkan, ambisi demi Danantara efisiensi anggaran dari berbagai sektor yang mencapai Rp 556 triliun telah diproyeksikan menjadi modal untuk mensukseskan agenda tersebut. Padahal, pada beberapa sektor pemerintahan tentu efisiensi yang sangat besar tersebut telah berdampak pada kinerja pelayanan publik yang berdampak oleh akar-rumput (masyarakat). Layanan tersebut diantaranya seperti layanan pendidikan, kesehatan, dan pencatatan sipil.

Hal tersebut sayangnya tidak diperhitungkan oleh instruksi presiden demi Danantara. Kemudian, desain ekonomi yang sedang disiapkan pemerintah tidak lain adalah konsep ekonomi kapitalisme yang dibalut dengan ekonomi kerakyaatan padahal negara tidak melepaskan diri dari oligarki. Ekonomi kerakyatan hanya menjadi jargon pemanis.

Di sisi lain, politik demokrasi yang berbiaya mahal serta bertujuan individual semata untuk mempertahankan status quo kekuasaan bagi yang memiliki modal besar saja, telah membuktikan langgengnya penguasa yang sekaligus oligarki atau lingkaran kekuasaan yang ditopang oleh oligarki. Politik dengan asas kepentingan business to business (b to b). Maka, pada prisipnya pembentukan Danantara hanya menjadi sebuah langkah untuk optimalisasi modal dari aset BUMN sehingga yang akan menikmati Danantara hanyalah para oligarki bersama kroninya.

Alhasil, meskipun sudah banyak menerima penolakan dari masyarakat. Namun, pemerintah justru mempertaruhkannya dalam persaingan bebas global dengan cara; menarik investasi asing maupun sebagai modal investasi Indonesia di luar negeri.

Dana tersebut juga digunakan dalam program prioritas pemerintah seperti hilirisasi mineral dan batu bara hingga kelapa sawit. Peta Danantara yang penuh dengan resiko sayangnya tidak menjamin bahwa akan dinikmati rakyat namun cenderung hanya akan dinikmati oleh oligarki minerba dan kelapa sawit untuk semakin meluaskan ekspansi bisnis di pasar global.

Sementara, rakyat hanya menyaksikan uangnya yang tidak mungkin kembali jika Danantara gagal. Hal tesebut bukan pesimisme semata bahkan jika Danantara berhasil tidak ada jaminan kebutuhan rakyat akan terpenuhi. Sebagaimana berbagai program pemerintah sebelumnya yang sudah berulangkali mengecewakan rakyat. Sebut saja IKN atau pembangunan bandara yang mangkrak serta banyaknya PHK. Miris.

Meskipun dengan sosok pemimpin yang baru namun kepemimpinan Prabowo cenderung melanjutkan program-program era Jokowi. Keadaan ini seharusnya dapat membuka pikiran masyarakat bahwa negeri ini telah dibajak oleh kapitalisme disegala lini.

Selain itu, bagai api dalam sekam suatu saat akan menimbulkan api kesengsaraan rakyat. Pengangkatan presidenpun hanya sekadar simbolik karena tidak adanya sosok pemimpin yang sesungguhnya berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat). Keberadaan negarapun hanya hadir menjadi instrument untuk membuat kebijakan sesuai dengan kepentingan pemilik modal.

Akibatnya, kesemrawutan dalam negeri ini bukan semata karena pemimpinnya yang tidak tepat namun sebuah sistem kehidupan yang batil telah diterapkan dinegeri ini yaitu, menjadikan Kapitalisme sebagai pedoman urusan rakyat.

Oleh karena itu, sistem rusak kapitalisme tidak pantas untuk dijadikan pedoman hidup manusia melainkan ajaran Islam yang kaffah yang bersumber dari pencipta Allah SWT. Allah SWT, telah menurunkan Al-Qur’an dan menjadikan Muhammad SAW sebagai manusia terpilih yang mampu membawa peradaban manusia pada kondisi yang aman dan sentosa.

Rasulullah SAW bukan hanya mengajak manusia untuk mendirikan shalat namun menjadikan Islam sebagai dasar pedoman hidup manusia dalam segala aspek; ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan hingga politik tanpa terkecuali. Hal tersebut diimplementasikan dalam sebuah intitusi bernama Khilafah Islamiyyah.

Misalnya, dalam sistem ekonomi. Islam menetapkan standar kesejahteraan per individu bukan kesejahteraan kolektif sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalisme. Kebutuhan dasar manusia berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan serta keamanan adalah wajib dipenuhi oleh negara.

Negara meregulasi sumber daya alam menjadi sektor penting yang hanya dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Bukan menjadikan bisnis pada pengusaha yang segelintir orang itu. Sebagaimana dalam sebuah hadist shahih Rasulullah SAW bersabda; “Ada tigal hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapapun); Padang, air dan api” HR. Ibnu Majah.

Selama ini rakyat seharusnya layak dan pantas untuk mendapatkan keberkahan dari SDA di negeri ini jika pemerintahnya menggunakan mekanisme aturan Islam kaffah. Sebaliknya jika, masyarakat tidak menjadikan Islam sebagai dasar dalam aturan kehidupan maka kemalangan ini tidak berujung.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here