Opini

Menanti Aksi Nyata Negara, Tuntaskan Korupsi SDA

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Afifah, S.Pd. (Pemerhati Sosial)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan melaporkan empat perusahaan yang diduga terindikasi korupsi sumber daya alam (SDA) ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Laporan ini diajukan bersamaan dengan 16 Eksekutif Daerah Walhi lainnya serta Eksekutif Nasional Walhi di Jakarta pada Jumat lalu. Secara keseluruhan, Walhi melaporkan 47 korporasi dengan total dugaan korupsi SDA mencapai Rp 437 triliun.

Selain terindikasi melakukan korupsi, perusahaan-perusahaan ini juga disebut memicu berbagai konflik agraria dan permasalahan sosial di masyarakat, baik terhadap perusahaan itu sendiri maupun konflik horizontal antarwarga. Empat perusahaan dari Kalsel yang dilaporkan bergerak di sektor industri ekstraktif, yakni pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit skala besar. (BanjarmasinPost.co.id)

Tindak pidana korupsi SDA nyatanya bukan perkara baru. Belakangan ramai menjadi pembahasan. Ini menambah daftar panjang kasus korupsi di negeri ini. Hal itu tentu menimbulkan keresahan pada rakyat. Harapan hidup rakyat bisa sejahtera harus sirna.

Dugaan korupsi ini menjadi gambaran adanya indikasi kesalahan dalam pengelolaan SDA dan lemahnya pengawasan dalam pengelolaan SDA. Sesungguhnya hal ini bisa terjadi bermula dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang memberikan kebebasan dalam pengaturan kepemilikan. Sistem kapitalisme ini meniscayakan adanya liberalisasi dan kapitalisasi SDA yakni pengelolaan SDA diserahkan kepada swasta dan bahkan asing.

Maraknya kasus korupsi ini adalah juga akibat dari penerapan sistem demokrasi sekuler. Sistem sekuler ini memisahkan dan menjauhkan agama (Islam) dari kehidupan termasuk menjauhkan peran agama Islam dari urusan negara, dalam pengaturan politik, hukum dan ekonomi seperti pengelolaan SDA, dsb.

Negara dalam sistem demokrasi sekuler ini bertindak hanya sebagai regulator. Negara mengeluarkan regulasi berupa peraturan/perundangan-undangan yang menjamin kepemilikan kepada swasta atas SDA. Dalam sistem ini, pemerintah berdiri untuk para korporasi dan melayani kepentingan korporasi.

Mereka mendapatkan keuntungan, meskipun proyek ini penuhi dugaan korupsi. Padahal, eksploitasi SDA oleh swasta dan atau asing sangat merugikan rakyat dan juga akan menciptakan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan ini yang akan berdampak secara langsung pada rakyat, diantaranya terjadinya deforestasi yang bisa mengakibatkan kerusakan ekosistem dan terjadinya banjir.

Maraknya korupsi dalam sistem demokrasi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal merupakan faktor pendorong korupsi yang berasal dari dalam diri individu para pejabat dan para pengusaha (korporasi), yakni sifat rakus akan harta, gaya hidup konsumtif dan rusaknya mental/moral. Adapun faktor eksternal yang mendorong maraknya korupsi diantaranya yaitu: faktor politik upportunis, lemahnya aspek UU dan penegakan hukum yang tidak adil/diskriminatif.

Persoalan korupsi di negeri ini sudah menggurita dan bersifat sistemik. Oleh karena itu tidak akan bisa diberantas jika solusi yang ditawarkan hanya bersifat kelembagaan yang dimotori KPK saja. Seharusnya penyelesainya harus secara sistemik pula. Lembaga seperti KPK memang hanya berfungsi sebagai pemburu dan penangkap koruptor.

Pelaku korupsi yang tertangkap sebagian nyatanya cuma divonis dengan sanksi yang sangat ringan oleh lembaga peradilan. Bahkan banyak pelaku korupsi kelas kakap yang sekarang ini masih bebas berkeliaran di luar negeri. Sistem pencegahan (preventif) dan sistem efek jera pun juga tidak berjalan secara efektif. Padahal ini adalah faktor penting dalam memberantas korupsi.

Kondisi di atas tidak akan terjadi jika negeri ini mau menerapkan sistem hidup sesuai dengan aturan Islam. Islam memiliki mekanisme jitu untuk menyelesaikan semua masalah manusia, lebih khusus dalam menuntaskan korupsi. Dalam sistem Islam, memberantas korupsi dengan tiga pilar tegaknya aturan yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan peran negara. Islam menetapkan negara memiliki peran penting dalam mewujudkan sistem hukum dan sanksi yang tegas dan menjerakan, juga dalam mencetak individu yang berkepribadian Islam.

Menurut Islam, kepemilikan dan pengelolaan SDA diatur berdasarkan tuntunan Allah Sang pencipta alam termasuk SDA. SDA termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dieksploitasi individu/swasta ataupun korporasi demi kepentingan pribadi.

Dalam kitab sistem ekonomi Islam karya Syeikh Taqiyuddin AnNabhani, SDA yang merupakan kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara, dan haram diserahkan kepada swasta apalagi asing. Hasil pengelolaan SDA dalam Islam digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Dalam sistem Islam, pencegahan dan pemberatasan korupsi dilakukan dengan cara prepentif dan kuratif. Secara prepentif melalui penegakkan pilar penting dengan menggunakan sistem pengawasan yang ketat. Pertama: pengawasan dengan kontrol kesadaran/ketakwaan individu. Kedua, pengawasan dari lembaga/masyarakat, dan ketiga, pengawasan/penegakkan hukum oleh negara. Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil. Disamping itu, kesadaran ruhiah yang lahir dari keimanan yang kuat ketika menjalankan hukum-hukum Islam, dan budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat menjadi penguat upaya mencegah tindakan korupsi

Dalam Islam tindakan kuratif, pemberantasan korupsi dilakukan dengan jalan negara memberlakukan sistem sanksi (uqubat) dengan menerapkan seperangkat hukuman pidana yang keras dan tegas tanpa pandang bulu. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi dan pencegah bagi calon pelaku, sehingga tidak ikut melakukan tindakan korupsi. Sistem sanksi yang berupa ta’zir yang didasarkan pada hasil ijtihad khalifah/qodli. Koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, atau bisa dengan ditayangkan di televisi seperti yang dilakukan sekarang), penyitaan asset/harta, bahkan sampai hukuman mati.

Sistem sanksi dalam Islam ini berfungsi sebagai pencegah (zawajir) sekaligus penebus dosa (jawabir) bagi para pelaku. sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem demokrasi sekuler yang diterapkan sekarang.

Sedangkan dalam upayanya untuk menghindari terjadinya kasus suap dengai berbagai modusnya, sistem Islam melarang pejabat negara atau pegawai untuk menerima hadiah/pemberian di luar gaji. Pendapatan yang di terima pegawai/pejabat diluar gaji, salah satunya adalah yang berupa hadiah adalah perolehan yang diharamkan.

Pada masa sekarang ini banyak pejabat/pegawai, ketika mereka melaporkan harta kekayaanya, kemudian banyak ditemukan harta yang tidak wajar, mereka menggunakan dalih mendapatkan hibah/hadiah. Kasus seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang kami (negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan. (HR. Abu Dawud).
Tentang suap, Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud).
Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi SAW bersabda, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad).

Pilar lain dalam upaya pencegahan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Contoh penerapannya dalam sistem Islam yaitu khalifah Umar Bin abdul aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Beliau juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan negara.

Inilah metode pemberantasan korupsi menurut Islam. Metode ini harus diterapkan secara menyeluruh, tidak bisa dijalankan secara sebagian saja. Semua ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara kaffah dalam naungan khilafah.

Penerapan Islam secara kafah inilah satu-satunya solusi yang dapat menyelamatkan SDA dari eksploitasi berlebihan dan dapat menuntaskan korupsi SDA ini. Dengan penerapan sistem Islam ini pasti akan membawa keberkahan bagi kehidupan rakyat termasuk menjamin perlindungan terhadap lingkungan dan kerusakan. Hanya dengan penerapan Islam kafah pemberantasan korupsi akan berhasil terealisasi bukan sekadar ilusi. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here