Oleh: Rahmatul Aini (Aktivis Dakwah & Penulis)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Serangan udara Zionis Israel ke Palestina menyebabkan keruntuhan yang hampir merata banyak bangunan yang luluh lantak yang tersisa hanya puing-puing reruntuhan.
Kementrian kesehatan Gaza mengkonfirmasi korban tewas mencapai 50 Ribu, sementara korban luka-luka mencapai 113 Ribu jiwa. Mayoritas kematian dari anak-anak dan wanita (CNBCIndonesia.com, 23/5/2025)
Dan jumlah ini akan terus bertambah selama serangan membabi buta ke Palestina tidak dihentikan.
Konflik Palestina menjadi isu perpolitikan dunia
Isu Palestina memang menjadi topik internasional bukan hanya karena terjadi genosida besar-besaran tapi juga korban berasal dari kaum muslimin yang mayoritas penduduk dunia memeluk agama Islam.
Tapi sayangnya kuantitas kaum muslimin tidak berbanding lurus dengan kualitas, nyatanya masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang apatis terhadap kasus Palestina.
Mereka menganggap isu Palestina adalah konflik antar negara yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan pribadi mereka. Anggapan ini sebenarnya sudah sangat familiar dijumpai cara pandang dan berfikir ummat hari ini dipengaruhi oleh mafhum atau pemahaman dan pemahaman lahir dari sebuah sistem yang dianut.
Al hasil sekat nasionalisme menjadi tembok penghalang kebangkitan ummat.
Upaya preventif
Namun kita tidak menutup mata bahwa faktanya banyak kalangan mulai sadar konflik Palestina harus segera dihentikan karena sudah memakan banyak korban dan adegan-adegan yang mengerikan sudah berkali-kali dilakukan.
Mulai dari Maroko sampai Merauke kalangan generasi muda maupun tua banyak yang speak up mulai dari aksi-aksi di lapangan, tindakan boikot, donasi berupa logistik masih digencarkan.
Dengan masa ribuan yang melakukan aksi demontrasi bahkan tindakan boikot produk yang terafiliasi Zionis Israel tentunya tidak menghentikan para Zionis melakukan aksi bengisnya karena para Zionis punya tameng terkuat yaitu AS, Inggris dan para konco-konconya
AS misalnya siap menyumbang berton-ton senjata ke Zionis Israel tidak hanya berupa persenjataan tapi militer pun siap dikirimkan untuk membantu penumpasan warga Palestina.
Miris disaat para penjajah kafir berkoalisi demi secuil tanah Palestina disisi lain justru ummat yang besar ini tidak ada upaya melakukan persatuan lebih parah lagi mereka tercerai berai hanya karena berbeda kelompok Mazhab, bahkan tanah suci Palestina tidak bisa menyatukan kekuatan mereka untuk mengusir para Penjajah.
Zionis Israel dan AS tidak mengerti bahasa diplomasi atas gencatan senjata
Kita berharap dengan tindakan boikot anggaran pemasukan negara seperti AS menurun dan berimbas pada pemberhentian memasok senjata, dengan adanya tindakan aksi demontrasi dibelahan dunia kita pun berharap bahwa para Zionis Israel dan pendukungnya paham tidak ada yang membenarkan aksi keji mereka bahkan tidak ada satupun orang yang berdiri tegak dibelakang mereka.
Harapan itu ternyata hanya sekedar harapan tindakan keji mereka semakin membrutal, seolah-olah mereka ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak tergoyahkan walaupun mayoritas negara lain tidak berpihak kepada mereka.
AS berhasil menunjukkan bahwa negara-negara arob dan lainnya hanya sebatas negara kecil yang berada dibawahnya dan negara terkuat masih diraih oleh AS buktinya setiap tindakan Zionis Israel dibawah kendali AS tanpa terpengaruh intervensi dari negara lain.
Walaupun demikian upaya diplomasi terus dilakukan berharap ada secercah harapan dan hasil seperti adanya gencatan senjata yang kemarin sempat berlangsung, meski tidak berselang lama.
Sungguh para Zionis dan pendukungnya tidak mengerti bahasa diplomasi atau apapun itu yang mereka mengerti adalah bahasa Perang (Jihad)
Ulama Internasional mengeluarkan fatwa jihad
Upaya diplomasi, gencatan senjata, maupun aksi demontrasi dan tindakan boikot justru tidak menyentuh akar permasalahan pasalnya upaya tersebut nyata telah gagal dalam menangani persoalan Palestina. Inilah yang akhirnya memantik respon Ulama Internasional mengeluarkan fatwa jihad melihat tindakan biadab Zionis Israel yang tiada hentinya membabi buta di Jalur Gaza Palestina.
Dikeluarkan oleh International Union of Muslim Scholars (IUMS), fatwa ini didukung oleh lebih dari selusin ulama yang memiliki reputasi tinggi di kalangan umat Islam.
Fatwa tersebut menyerukan kepada semua negara muslim untuk melakukan intervensi militer, ekonomi, dan politik guna menghentikan apa yang mereka sebut sebagai genosida dan penghancuran total di Gaza. (merdeka.com, 05/04/2025)
Namun sangat disayangkan jika hanya berupa fatwa, tentu tidak akan efektif, apalagi fatwa tidak memiliki kekuatan mengikat. Padahal kekuatan militer (pasukan dan senjatanya) ada di tangan para penguasa yang selama ini hanya menyeru namun tidak mengirimkan pasukan.
Upaya membebaskan Palestina dengan jihad sejatinya butuh komando seorang pemimpin di seluruh dunia, tidak bisa hanya berupa jihad defensif terlebih jihad defensif selama ini sudah dilakukan oleh kaum muslimin di Palestina di bawah komando sebuah kelompok bersenjata.
Maka dari itu mengahdirkan seorang pemimpin seharusnya menjadi agenda utama ummat Islam terlebih kelompok dakwah yang memperjuangkan pembebasan Palestina.
Menghadirkan pemimpin yang disebut sebagai Khilafah sejatinya hanya bisa terwujud atas dukungan mayoritas umat sebagai hasil dari proses penyadaran ideologis yang dilakukan oleh gerakan dakwah Islam yang tulus dan lurus berjuang semata demi Islam.
Masalah penegakkan Khilafah berkaitan dengan hidup matinya umat, tidak hanya untuk problem Palestina tapi juga problem dunia secara keseluruhan.
Maka menjadi kewajiban kita semua untuk terlibat dalam memperjuangkannya.
Mengupayakan jihad harus terus menggema disamping seruan penegakan Khilafah.
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. (HR. Muslim) [WE/IK].
Views: 12
Comment here