Oleh: Novianti
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Di media sosial, viral video yang memperlihatkan tubuh-tubuh warga Palestina terpental ke udara saat dihujani bom yang dilancarkan Israel. Penyerangan oleh Israel sangat masif pasca penghentian gencatan senjata. RS terakhir di Palestina dihancurkan, dapur darurat diserang di saat banyak warga sedang antri. Biadab! Itulah kata yang pantas ditujukan kepada Israel yang telah melakukan tindakan keji kepada warga Palestina.
Sibuk Beretorika
Meskipun penyerangan Israel kepada warga Palestina sudah dikategorikan genosida, PBB dan lembaga internasional tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan pembunuhan masal terbesar abad modern ini. Israel Benjamin Netanyahu terus melakukan agresinya ke Palestina meski Pengadilan Pidana Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel tersebut
Harapan terbesar rakyat Palestina kepada para pemimpin negara-negara tetangganya yaitu negara-negara Arab untuk segera memberikan bantuan. Tidak sebatas makanan dan obat-obatan, tetapi juga kekuatan militer. “Dimana negara Arab? Dimana kaum muslimin?” Pertanyaan ini kerap terlontar dari mulut warga Palestina. Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, memang sudah seharusnya wajib menolong karena seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya.
Akan tetapi, rakyat Palestina harus patah hati karena para pemimpin negara arab termasuk pemimpin negara muslim lainnya hanya sibuk beretorika. Hampir 51.000 warga Palestina meninggal belum bisa mendorong para penguasa negara muslim bersikap tegas melawan Israel. Bahkan, mereka terkesan tidak tegas ketika presiden AS yaitu Trump yang selama ini mendukung penuh Israel mengatakan akan mengambil alih Palestina lalu mengubahnya menjadi kawasan pesisir yang indah di Timur Tengah.
Seruan Ulama
Pemimpin negara-negara Arab banyak mendapat kecaman karena sikap lemahnya terhadap Israel. Gelombang demonstrasi di beberapa negara muslim yang menuntut penghentian serangan Israel terjadi sebagai bentuk protes terhadap sikap penguasanya. Sekitar seratus ribu warga Bangladesh mengutuk tindakan Israel. Aksi serupa terjadi di Suriah, Lebanon, Tunisia, Maroko, dan Mesir. Pun di negara-negara Eropa seperti di Perancis dan Italia.
Para ulama Internasional pun berfatwa menyerukan jihad untuk merespon situasi Gaza yang makin porak-poranda. Para ulama yang tergabung dalam Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) pada 4 April 2025 lalu menyatakan bahwa negara-negara Arab telah gagal membela Gaza. Mereka menyerukan jihad melawan Israel. Normalisasi negara-negara muslim dengan Israel harus ditinjau ulang. Negara-negara muslim harus segera membentuk aliansi militer dan melakukan upaya intervensi ekonomi serta politik. Seruan ini dilakukan setelah berbagai upaya seperti donasi dan boikot tidak bisa menghentikan genosida di Palestina.
Kontra Produktif
Di tengah-tengah desakan pembelaan dan seruan jihad untuk menyelamatkan Palestina, Prabowo justru berencana akan mengevakuasi seribu warga Gaza sebagaimana diwartakan tempo.co (13-04-2025). Rencana ini jelas kontra produktif dengan seruan jihad yang banyak disuarakan berbagai pihak hari ini. MUI yang mendukung fatwa jihad ulama dunia pun mempertanyakan rencana Prabowo karena terkesan sejalan dengan rencana Trump yang ingin mengusir warga Palestina dari tanah mereka.
Tampaknya rangkaian tur perjalanan kenegaraan Prabowo ke Eropa, Afrika dan Timur Tengah membawa misi untuk memuluskan rencana evakuasi rakyat Palestina. Sebagaimana dikutip dari tempo.co (09-04-2025), dalam kunjungannya Prabowo akan membahas masalah konflik di Gaza. Ini bentuk pengkhianatan pemimpin negara muslim dan penentangan terhadap keputusan para ulama di Indonesia. Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto mengatakan bahwa ijtima’ ulama MUI merekomendasikan pengiriman pasukan untuk melindungi warga Gaza, bukan mengevakuasinya.
Perintah Jihad
Di kalangan para ulama dan masyarakat terjadi pro dan kontra terkait fatwa jihad. Mufti Mesir Nazir Ayyad menolak fatwa dari IUMS. Dalam pandangannya seruan jihad akan membahayakan negara-negara muslim dan memicu ketegangan. Ini terjadi karena selama ini memang ada upaya memonsterisasi jihad bahwa jihad adalah bentuk kejahatan dan yang menyerukannya adalah radikal. Pun upaya pengaburan terhadap makna sebenarnya bahwa berjihad sudah cukup dengan bekerja sungguh-sungguh. Oleh karenanya, di antara ulama dan kaum muslimin ada yang menganggap jihad dalam makna perang sudah tidak relevan dalam situasi sekarang.
Padahal di dalam Al-Quran sudah jelas jihad terkait dengan aktivitas perang. Surah Al-Baqarah ayat 216, Allah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk berperang. Demikian pula dalam surah Al-Baqarah ayat 191 Allah memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir yang membunuh umat Islam. “Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu…”
Dengan demikian, seruan jihad oleh para ulama sudah tepat terlebih di tengah bungkamnya para penguasa muslim. Jihad satu-satunya cara yang syar’i untuk menghadapi kekuatan militer yang jelas sudah membantai umat Islam. Hanya saja seruan jihad oleh para ulama itu tidak bisa mengikat karena komandonya ada pada otoritas penguasa. Terbukti hingga hari ini belum ada tindak lanjut dari seruan fatwa tersebut.
Jihad sulit dilakukan ketika para penguasa muslim masih terpecah-pecah dengan nafas nasionalisme.Terlebih di antara penguasa negara-negara muslim pun ada yang melakukan normalisasi dan tetap melakukan perjanjian perdagangan dengan Israel
Pelajaran Penting
Evakuasi rakyat Gaza makin menjauhkan dari solusi hakiki. Sejatinya mereka pemilik Palestina dan Zionis Israel yang merampasnya. Seharusnya Zionis Israel yang diusir dari tanah Palestina, bukan warga Gaza yang dievakuasi.
Konsep negara bangsa merupakan strategi negara-negara kafir untuk memecah belah umat Islam dan menggerus ukhuwah. Banyak yang belum menyadari konsep nasionalisme yang berdiri di atas akidah sekuler adalah upaya untuk melanggengkan penjajahan kepada negeri-negeri muslim. Kaum muslimin tersekat dalam batas imajiner dan tidak merasa sebagai saudara dengan muslim di negara lainnya. Tidak mengherankan jika ada muslim yang menganggap persoalan Palestina adalah persoalan dalam negaranya sendiri.
Adanya satu kepemimpinan yang menyatukan umat Islam dalam satu negara yang dibangun di atas ideologi Islam dengan menerapkan seluruh syariat Islam adalah sangat penting. Umat Islam akan menjadi kekuatan imbang melawan kekuatan negara-negara kafir dengan keberadaan seorang pemimpin di tengah-tengah umat. Pemimpin inilah yang bisa memobilisasi tentara untuk mengusir penjajah dari Palestina dan membungkam kekuatan musuh.
Tanpa ada kepemimpinan di tengah-tengah umat, sulit melakukan jihad. Untuk itulah, seruan jihad oleh para ulama harus diikuti oleh seruan persatuan umat di bawah sebuah institusi negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah. Dengan kehadiran seorang penguasa di tengah-tengah umat Islam, manusia akan terjaga agama, harta, kehormatan, dan keamanannya.
Perjuangan menghadirkan kekuasaan Islam menjadi tanggung jawab setiap muslim. Siapa pun dan dimana pun, seorang muslim wajib terlibat dalam perjuangan tersebut hingga opini penerapan sistem Islam menjadi tuntutan mayoritas umat. Saat itu terwujudlah institusi negara dengan pemimpin yang akan menjadi junnah atau penjaga manusia dari segala bentuk kezaliman. [WE/IK].
Views: 4
Comment here