Opini

Daya Beli Melemah, Paylater Bertambah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Neti Ernawati (Aktivis Dakwah)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Momen hari raya biasanya menjadi puncak transaksional perdagangan. Namun tahun ini, banyak pihak mengeluhkan adanya penurunan daya beli yang berdampak langsung pada penjualan. Pedagang di Tanah Abang Jakarta misalnya, yang mengeluhkan daya beli masyarakat yang jauh berkurang dibandingkan tahun 2024. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), yang menyatakan di Jakarta terdapat penurunan daya beli masyarakat hingga 25 persen selama momen Lebaran 2025 (metrotvnews.com, 10/04/25).

Tidak sampai disitu, penurunan juga terjadi pada angka mudik lebaran. Hal ini diungkap oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi yang menyatakan ada penurunan angka mudik pada lebaran 2025 yakni sekitar 4,69%. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga memperkirakan adanya tren penurunan wisatawan periode libur Lebaran 2025 dibanding tahun sebelumnya (pikiran-rakyat.com, 13/04/25).

Penurunan daya beli dan penurunan angka mudik ini bisa menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami penurunan tingkat ekonomi. Yang biasanya mampu dibeli jadi tidak terbeli, yang biasanya memiliki anggaran untuk mudik, anggaran terpaksa dialihkan untuk keperluan atau hal-hal yang lain.

Adapun faktor-faktor yang kemungkinan besar menjadi penyebabnya diantaranya adalah maraknya PHK yang mengakibatkan beberapa pihak tidak memiliki penghasilan sehingga kehilangan daya beli. Faktor naiknya harga-harga kebutuhan, seperti santan kemasan yang naik hampir dua kali harga semula. Kemudian beban utang yang meningkat, sehingga mengurangi anggaran belanja. Ada pula faktor lesunya ekonomi secara global, yang turut mempengaruhi perputaran uang di masyarakat.

Menyikapi hal tersebut, ada pihak-pihak yang kemudian memilih berhemat tapi ada juga yang memilih mengambil kredit atau pinjaman untuk memenuhi kebutuhan. . Konsumerisme telah menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat. Bahkan kondisi ekonomi tak mampu membendung hasrat konsumerisme, yang berakibat masyarakat memenuhinya melalui pinjaman, hutang, atau kredit.

Mirisnya, masyarakat indonesia ternyata banyak yang suka berhutang. Hal ini terbukti dengan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mana per Februari 2025, total utang masyarakat Indonesia melalui layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih akrab disebut PayLater di sektor perbankan sudah mencapai angka Rp 21,98 triliun (Liputan6.com, 11/04/25).

Agaknya pendidikan dibangku sekolah yang mengajarkan berhemat dan menabung sudah tidak berarti lagi. Kapitalisme memberi pengaruh besar pada pandangan pemenuhan kebutuhan. Materi menjadi tolok ukur pencapaian kebahagiaan. Sehingga masyarakat menganggap mereka akan lebih bahagia bila mampu memiliki atau menikmati sejumlah barang yang pada dasarnya tidak terlalu mendesak untuk dipenuhi. Tak dipungkiri, hal ini mengakibatkan munculnya budaya konsumerisme.

Kebahagiaan yang berstandar pada materi juga dipengaruhi oleh gencarnya sekularisme. Masyarakat sudah tidak lagi mengindahkan kaidah-kaidah agama, dan aturan Allah SWT melalui syariat. Padahal sudah jelas, Islam melarang seseorang hidup berfoya-foya, melarang gaya hidup berlebihan dan melampaui batas. Individu sudah tidak lagi berpedoman pada tujuan memperoleh rido Allah sebagai wasilah mendapat kebahagiaan.

Adanya paylater makin mendorong arus konsumerisme. Kemudahan pemenuhan kebutuhan melalui paylater pun disalahgunakan. Banyak pihak akhirnya yang berpendapat ‘pikir keri’, atau mendahulukan aspek konsumerisme tanpa memikirkan beban cicilan kedepannya. Selain itu, paylater yang berbasis ribawi, dinilai haram menurut pandangan Islam. Jangankan memberi solusi, paylater justru memiliki potensi menambah beban masalah bagi masyarakat, disamping menambah dosa dan menjauhkan keberkahan.

Islam Menekan Konsumerisme

Sistem Islam akan menjauhkan konsumerisme dan menutup jalan bagi masuknya budaya konsumerisme. Islam mewajibkan setiap individu patuh pada aturan dan hukum-hukum syariat. Islam mengajarkan hidup sederhana, tidak berlebihan dan tidak bermudah-mudahan dalam berhutang, sehingga pikiran individu tidak terpusat pada pemenuhan materi semata. Islam mengajarkan individu untuk bersabar atas segala sesuatu termasuk keinginan yang belum terpenuhi atas sesuatu juga akan mengerem jiwa konsumerisme. Ketakwaan dan keimanan akan membuat individu patuh pada nilai-nilai tersebut. Hal ini terwujud karena setiap individu meyakini bahwasanya segala sesuatu akan ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT kelak.

Kesadaran individu akan berkesinambungan dengan kesadaran masyarakat. Bila ketakwaan individu terbentuk, ketakwaan masyarakat pun akan terbentuk. Standar bahagia di kalangan masyarakat bukan lagi dari sisi materi belaka, sehingga akan menekan aspek konsumerisme masyarakat. Standar kebahagiaan masyarakat pun akan berubah, dari mendapatkan materi menjadi mendapatkan rida Allah SWT.

Penerapan Islam kaffah dalam pengelolaan negara akan memberi pengaruh yang lebih besar lagi bagi kehidupan masyarakat. Penerapan syariat Islam secara menyeluruh pada suatu negara akan mampu memberikan jaminan kesejahteraan rakyat. Sistem ekonomi islam akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat individu per individu. Hal ini akan menghindarkan rakyat dari utang untuk memenuhi kebutuhan, karena semua kebutuhannya sudah dipenuhi oleh negara.

Dalam negara Islam, segala jenis praktik ribawi akan dihapuskan. Praktik riba adalah haram dan menjauhkan keberkahan. Negara Islam atau khilafah akan menjaga agar rakyatnya jauh dari keharaman, dan berusaha mewujudkan kesejahteraan yang mendatangkan keberkahan bagi rakyatnya. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here