Oleh: Siti Amelia Q.A SIP., M.IP
Wacana-edukasi.com — Peristiwa yang cukup membuat heboh publik beberapa waktu lalu, yakni beredarnya video penggerudukan oleh Banser terhadap kiai atau Ustadz yang di tuduh HTI, di Rembang Pasuruan – Jawa Timur. Sangat miris, seakan menguak luka-luka lama umat Islam yang kritis dan vokal dalam kebenaran, apalagi yang melakukan aksi penggerudukan tersebut lagi-lagi banser yang merupakan saudara seaqidah. Perlakuan tak semestinya tersebut dilakukan banser terhadap seorang ustadz yang dari usia dinilai lebih tua. Banser dalam video tersebut diberitakan melakukan klarifikasi atau tabayyun atas dugaan penghinaan terhadap tokoh NU Habib Luthfi di akun media sosial salah seorang Guru di sebuah Yayasan Lembaga Pendidikan Keagamaan di Rembang. Upaya klarifikasi atau tabayyun tersebut dipimpin oleh ketua PC GP Ansor bangil, Saad Muafi yang juga merupakan anggota DPRD pasuruan dan diikuti oleh 150 anggota banser lainnya (Video YouTube Pasuruan hari Ini, 20/8/2020)
Dalam video yang beredar, terjadi perdebatan antara ketua PC GP Ansor Bangil dengan Ustadz Zainulloh. Walaupun tidak terjadi aksi kekerasan fisik, namun proses tabayyun tersebut dinilai kurang beretika atau tak ber adab. Proses tabayyun yang dilakukan ketua PC GP Ansor dilakukan dengan cara membentak dan mengintimidasi, apalagi diketahui Ustadz Zainulloh lebih tua dari ketua PC GP Ansor tersebut.
Namun yang tak kalah melukai adalah pernyataan atau respon Menteri Agama Fachrul Razi terhadap aksi persekusi tersebut. Menag menilai hal yang dilakukan ketua PC GP Ansor tersebut adalah langkah yang tepat dan mengapresiasi klarifikasi yang dilakukan ketua PC GP Ansor. “Karena dilakukan dengan mengedepankan cara-cara damai dalam menyikapi gesekan di masyarakat terkait masalah keagamaan” ujar Menag Fachrul Razi dalam siaran Pers nya, Sabtu (22/8).
Respon Menag yang seolah-olah membiarkan bahkan memberikan apresiasi dengan kejadian tersebut dinilai kurang fair oleh publik. Dari kejadian tersebut mendapat perhatian dari Prof. Musni Umar, seorang akademisi peneliti dan sosiolog. Prof Musni menilai proses tabayyun oleh banser dilakukan dengan cara membentak dan mengintimidasi. Sangat disayangkan, karena Islam tak mengajarkan untuk membuat kekerasan, membentak, dan melakukan intimidasi terlebih kepada ulama atau kepada siapapun ujar Prof. Musni di kutip dalam akun twitter nya, Minggu (23/8).
Sungguh sangat disayangkan terjadinya persekusi-persekusi terutama yang dilakukan banser yang menimpa ulama atau tokoh-tokoh yang berani mengkritisi kesalahan pemerintah, seakan menambah sederet luka umat Islam di negeri ini. Persatuan yang didambakan sebagai satu tubuh sangat gampang di provokasi oleh hal-hal yang sejatinya bukan inti dari permasalahan di negeri ini.
Menag sebagai menteri agama seyogianya mampu menempatkan diri sebagai penengah dalam permasalahan tersebut, terlebih hal itu berkaitan dengan urusan keagamaan yang menjadi bidang kemenag. Menag sudah semestinya mampu membedakan antara makna tabayyun dengan persekusi, karena memaksa seseorang mengakui aktivitas yang tak terbukti di muka hukum yakni hanya praduga saja adalah sebuah bentuk persekusi.
Sedangkan persekusi yang baru-baru saja terjadi, yakni pelaporan juru bicara HTI, Ustadz Ismail Yusanto. Dengan pelaporan mendakwahkan dan mengemban khilafah di tengah umat semenjak kemunculan film sejarah dokumenter yakni jejak khilafah di nusantara. Sejatinya pembenturan ide dengan ide adalah suatu hal yang wajar dan lumrah, jika bangsa kita benar-benar mengamalkan prinsip demokrasi yang sebenarnya.
Maraknya kriminalisasi dan persekusi yang dialamai oleh aktivis atau tokoh-tokoh Islam bahkan umat Islam. Seyogianya harus mendapatkan perhatian yang serius dari pihak pemerintah sebagai pengurus urusan rakyat sebuah negara. Hal ini seakan mempertegas prinsip demokrasi yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah impian belaka.
Menghadapi tindakan persekusi maupun kriminalisasi yang terjadi, Islam memiliki solusi tak terkecuali dengan tudingan-tudingan miring terkait isu khilafah yang dapat dengan sangat terbuka untuk didiskusikan. Melakukan tabayyun atau klarifikasi yang merupakan tradisi dan solusi umat Islam dalam memecahkan suatu masalah dengan menganalisa masalah yang terjadi, agar di harapkan mendapat jalan keluar yang sesuai, bijak dan tepat sasaran, dan agar tidak terjadi perpecahan bahkan berakibat kriminalisasi.
Pimpinan negara dalam hak ini sebagai pelaksana seluruh aturan kebijakan, memiliki andil dan peranan yang sangat besar dan penting untuk menjaga keharmonisan hubungan antar masyarakat. Terlebih lagi jika masyarakat yang bersifat plural dan rawan gesekan.
Pimpinan negara seyogianya hadir dalam situasi yang tak terkontrol agar ketenangan dan pengayoman dalam masyarakat bisa dirasakan oleh semua kalangan dari hal terkecil sampai hal terbesar. Jika tidak ada respon yang semestinya, api yang kecil bisa berkobar menjadi besar. Semoga kejadian-kejadian yang menimpa aktivis, tokoh, ulama maupun umat Islam tidak terjadi lagi, tak lain dengan menjadikan sistem Islam sebagai satu-satunya solusi dalam menghadapi problematika umat yang terjadi.
Wallahu a’lam Bisshawab.
Views: 0
Comment here