Penulis: Ani Hayati (Ummu Rozan)
Wacana-edukasi.com — Pemblokiran penanyangan Film Jejak Khilafah di Nusantara (JKdN) oleh pemerintah menuai polemik di kalangan masyarakat. Film tersebut diblokir ditengah-tengah siaran langsung secara virtual. Sebelumnya, Film JKdN diluncurkan pada Minggu (2/8/2020) lalu, dibuat oleh Nicko Pandawa dan Komunitas Literasi JKDN dan diputar perdana pada Kamis 20 Agustus 2020 kemarin. Namun film tersebut sempat diblokir beberapa kali di tengah pemutaran film (galamedia.pikiran-rakyat, 20/08/2020).
Pemblokiran film yang dilakukan oleh pemerintah tersebut menuai banyak protes, salah satunya Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain.
“Dengan ini saya meminta jawaban resmi dari pak @jokowi sebagai Presiden RI, Yai Ma’ruf Amin dan pak @mohmahfudmd:”Apa alasan Keluhan Pemerintah atas Video Jejak Khilafah sebagai Sejarah?”Apakah ada hukum negara yang dilanggar?NKRI negara hukum, tidak oleh sewenang wenang…!” (terkini.id, 20/08/2020).
Kemudian Sejarawan berkebangsaan Inggris Peter Carey ikut-ikutan sewot, atas diputarnya film JKdN. Bahkan, secara khusus melalui Asistennya Christopher Reinhart, Peter membantah adanya hubungan Sultan atau Raja Jawa termasuk Kesultanan Yogyakarta dengan kekhilafahan Turki Usmani.
Pada 20 Agustus 2020, Peter Carey membuat tiga poin pernyataan bantahan atas hubungan Nusantara dan Khilafah. Pada poin ke-3 bantahannya, Peter bahkan mengatakan :
“Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Turki Utsmani dan Kesultanan Yogyakarta (didirikan 1749) dalam hal hierarkhi sebagaimana dimaksud di dalam poin nomor 2, termasuk tidak ada bukti dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa panji ‘Tunggul Wulung’ merupakan ‘bukti’ bahwa Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa, berdasarkan penelitian kearsipan Dr Kadi yang telah lama meneliti dokumen-dokumen Turki Utsmani di Arsip Utsmani di Istanbul.”
Pernyataan Peter Carey ini, bertolak belakang dengan kesaksian Sultan Hamengku Buwono X selaku Raja sekaligus Gubernur DIY. Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia VI 2015 (KUII-VI 2015) di Yogyakarta, saat memberikan pidato pembukaan, Sultan menjelaskan mengenai bendera peninggalan kerajaan Demak yang ternyata pemberian dari kekhalifahan Turki.
“Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka’bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau,” jelas Sultan dalam pidato sambutannya, ketika itu. “Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki,” demikian, tambah Sultan.
Umat Islam sedang menggali jejak Khilafah di Nusantara, Peter Carey yang non muslim ini malah sibuk menutupi jejak dengan debu ringannya. Sekali tiup, seluruh debu nista yang ditabur Peter Carey untuk menutupi sejarah Nusantara dan Khilafah langsung sirna tak berbekas. (Trenopini.com, 20/08/2020)
Umat perlu menyadari bahwa upaya penghalangan sejarah khilafah demikian masif dan sistematis untuk mengubur sejarah khilafah di nusantara. Khilafah Islamiyah dengan izin Allah SWT pasti tegak kembali. Episode peradaban ini adalah sebuah fakta yang tumbuh dikonstruksi atas keyakinan (i’tiqâd) dan keniscayaan perubahan peradaban. Dunia semakin renta. Peradaban kapitalis sekular kian rusak dan gagal dalam menata dunia (setelah Sosialis runtuh). Semua ini meniscayakan Khilafah Islamiyah sebagai satu-satunya alternatif sistem yang dapat menata dunia.
Kembalinya Khilafah bahkan merupakan kabar gembira (bisyârah) dari Rasulullah saw. Setelah era para penguasa diktator (mulkan jabbriyan) akan lahir Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah untuk kedua kalinya. Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan oleh Hudzaifah bin al-Yaman, telah bersabda:
“…Kemudian akan ada kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah” (HR Ahmad).
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Views: 7
Comment here