Penulis: Wulan Amalia Putri, S.S.T. (Pemerhati Masalah Sosial)
Wacana-edukasi.com, — Lebih dari kasus kebakaran lain, kebakaran yang melanda Gedung Kejaksaan Agung menghentak publik sebab gedung tersebut adalah gedung para jaksa yang berperan penting dalam penanganan suatu kasus dari kasus kelas teri sampai kelas kakap.
Pada Sabtu (22/8/2020), Gedung Kejaksaan Agung di Jalan Sultan Hasanuddin Dalam No. 1 dilanda kebakaran hebat. Api pertama kali mulai menyala pada pukul 19.10 WIB, lalu terus menjalar pada beberapa bagian gedung. Petugas pemadam kebakaran kesulitan untuk memadamkan api sebab petugas kesulitan air. Padahal, puluhan mobil Damkar dikerahkan.
Banyak pihak turun tangan memperhatikan kasus ini.
Pengajar Teknik Sipil Konstentrasi Manajemen Proyek Konstruksi Universitas Pelita Harapan (UPH), Manlian Ronald A. Simanjuntak mengatakan bahwa kebakaran yang terjadi di gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) menunjukkan bukti kegagalan sistem keselamatan yang fatal.
Sementara itu, Indonesian Corruption Watch (ICW) justru mengkahawatirkan terjadi penghilangan bukti kasus besar dengan adanya kebakaran tersebut. Mengingat saat ini Kejagung tengah mengusut beberapa kasus besar seperti kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan kasus Asuransi Jiwasraya.
Korupsi di Pusaran Bara
Tidak hanya ICW, sejumlah legislator turun bersuara untuk meminta dilakukannya investigasi mendalam kasus kebakaran Kejagung. Sebut saja Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Alhabsyi, yang mengatakan “Kejaksaan perlu jua melakukan investigasi mendalam , untuk mengetahui penyebab kebakaran. Apa memang saat itu tidak ada petugas piket yang bisa memadamkan api dan mencegah membesarnya api. Atau memang gedung Kejaksaan Agung tidak memiliki alat pemadam kebakaran, sehingga api tidak tertangani,” kata Aboe. (Republika.co.id, 24/8/2020)
Menjawab kehendak publik, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono, meminta semua pihak untuk menunggu hasuk penyelidikan. Ia meminta publik untuk tidak membuat spekulasi dan asumsi yang tidak dapat dipertangungjawabkan. “Sampai dengan hari ini penyelidikan masih dilakukan,” kata Hari kepada wartawan di Kejagung, Ahad (23/8). (Republika.co.id,24/8/2020)
Berkaitan dengan standar keselamatan gedung, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, Perda DKI Jakarta nomor 8 Tahun 2008 dan Nomor 7 Tahun 2020. Isinya tentang bahwa sistem keselamatan gedung setidaknya memiliki dua faktor utama yaitu kelaikan administrasi dan kelaikan teknis.
Melihat pada dua unsur di atas, Pengajar Teknik Sipil Konstentrasi Manajemen Proyek Konstruksi Universitas Pelita Harapan (UPH), Manlian Ronald A. Simanjuntak menduga bahwa kedua faktor kelaikan dalam sistem keselamatan gedung Kejagung, gagal. Sebab, kebakaran yang terjadi menunjukkan kegagalan sistem proteksi aktif dan struktur arsitektur bangunan yang tidak mampu untuk mengarahkan dan mematikan api.
Kepercayaan publik tentu saja berkecamuk saat ini. Kasus Djoko Candra dan Jiwasyara saja sudah cukup menyita perhatian publik. Ditambah dengan kebakaran yang melanda gedung para jaksa yang menangani kasus ini, wajar saja jika sejumlah asumsi bermunculan. Dugaan bahwa ada oknum yang berupaya untuk menghilangkan bukti adalah dugaan terkuat saat ini. ICW berpendapat demikian.
ICW bahkan curiga bahwa kejagung tidak serius menuntaskan kasus Jaksa Pinangki. Bermula karena dengan tiba-tiba Kejagung mengeluarkan Pedoman pemeriksaan Jaksa. Lalu disusul dengan pemberian bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki dan terakhir gedung Kejaksaan Agung sendiri terbakar. Padahal untuk kasus Jaksa Pinangki saja, masih ada tiga hal yang menjadi tugas kejaksaan Agung. Yakni kejaksaan Agung masih harus membuktikan siapa yang menyuap Jaksa Pinangki, lalu apakah keberangkatan jaksa Pinangki adalah atas inisiatif pribadi ataukah ada perintah dari oknum Kejagung, dan apakah ada komunikasi Jaksa Pinangki dengan oknum di internal Mahkamah Agung. Belum lagi sejumlah kasus besar lainnya.
Bara api memang bisa melahap apa saja. Dapat pula dijadikan sebagai alasan untuk menutupi barang bukti. Meskipun hanya sekedar spekulasi tetapi dapat dikemukakan sebagai bahan untuk tetap mengawal jalannya pemeriksaan sejumlah kasus besar.
Butuh Keseriusan dan Kejujuran
Penanganan sejumlah kasus korupsi memang butuh upaya yang besar. Keseriusan dan keberanian tiap orang yang terlibat adalah hal terpenting yang juga harus dimiliki. Kasus tersebut terhubungan dengan publik dan kepercayaan yang menyertainya. Karena penyelesaiannya akan mencerminkan wajah hukum Indonesia.
Pada kasus penyiraman air keras kepada Penyidik KPK, Novel Baswedan, publik sudah kecewa. Alasan yang meringankan tuntutan hukuman kepada dua pelaku penyiraman tersebut sungguh di luar nalar. Kenyataannya, Novel Baswedan harus menerima bahwa mata kirinya sudah tidak dapat berfungsi.
Kasus asuransi Jiwasyara yang merugikan banyak nasabah juga tak kunjung kelar. Banyak masyarakat yang menaruh harapan pada jumlah dana yang mereka serahkan ke Jiwasyara selama bertahun-tahun. Ujungnya, klaim asuransi yang mereka harapkan sampai saat ini tak jelas kabarnya. Pada akhirnya masyarakat merasakan kesulitan.
Dari seluruh kasus korupsi yang melibatkan para orang kaya dan oknum pejabat tinggi. Karena itu, pemerintah harus melakukan berbagai cara untuk mengembalikan kepercayaan publik pada hukum di Indonesia. Sebab, pemimpin adalah perisai.
Sebagaimana dalam hadis dinyatakan: “ Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan oleh Pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jala dan berlaku adil, ada pilihan pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia bertanggung jawab atasnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, na-Nasai dan Ahmad)
Dalam hal ini, Pemerintah dengan segenap upaya harus menyelesaikan kasus kebakaran Kejaksaan Agung yang menuai banyak kekhawatiran publik. Kepercayaan publik digantungkan pada bagaimana penyelesaian kasus ini. Wajah hukum dan akuntabilitas publik dipertaruhkan. Menuntaskan dan mengungkap misteri penyebab kebakaran gedung Kejagung sangatlah urgen dan mendesak. Wallahul Musta’an
Views: 31
Comment here