Penulis: Ani Hayati (Ummu Rozan)
Wacana-edukasi.com — Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Pertanian (Kementan) mencabut sementara Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No 104/2020. Ada kontroversi dalam beleid tersebut yaitu masuknya ganja (Cannabis sativa) sebagai salah satu komoditas binaan pertanian.
Sebenarnya ini bukan hal yang baru, karena ganja sudah ada dalam daftar binaan seperti tertuang dalam Kepmentan No 51/2006. Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh Undang-undang (UU) Narkotika.
Meski ganja secara umum adalah barang terlarang tetapi ya itu tadi, bisa menjadi legal asal untuk tujuan tertentu. Buktinya, Badan Pusat Statistik (BPS) punya catatan ekspor-impor produk turunan tanaman yang punya nama julukan cimeng tersebut. (cnbcindonesia. 30/08/2020).
Adanya soal legalitas budidaya ganja sebagai tanaman obat masih menimbulkan kontroversi, namun pemerintah tetap melakukannya. Ini menegaskan bahwa adanya ketidakmampuan system sekuler karena yang menjadi Tolak ukur adalah manfaat semata bukan halal haramnya kandungan zat dalam ganja, sehingga menghasilkan kebijakan yang tidak menjamin terwujudnya rasa aman sekaligus kemaslahatan fisik demi keuntungan nilai komoditas.
Sebagai mana dalam pandangan Islam mewajibkan negara menegaskan bahwa benda yang diharamkan tidak boleh ditetapkan sebagai komoditas yg diambil keuntungannya.
Usaha untuk melegalkan ganja sebenarnya bukan hanya menantang norma hukum, tetapi juga norma agama. Dalam Islam narkotika jelas dilarang, hal ini tertuang dalam fatwa MUI yang ditetapkan pada 10 Februari1976. Salah satu ayat Firman Allah yang menjadi landasan adalah An-nisa ayat 29 (QS. 4:29) yang artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu (dengan mencapai sesuatu yang membahayakanmu)”.
Karena sesungguhnya Allah maha kasih sayang kepadamu. Menurut WHO penggunaan ganja memiliki efek yang buruk bagi kesehatan seperti merusak perkembangan kognitif, kinerja psikomotorik, cedera epitel trakea dan bronkus mayor, dan lainnya. Alasanlain kenapa ganja narkotika yang lain diharamkan adalah karena efek dari penggunaanya yang sama seperti khamar (sesuatu yang memabukan). Rasullullahbersabda “Tiap-tiap barang yang memabukan haram” (HR. Bukhari-Muslim).
Lalu bagaimana jika ganja ternyata menurut penelitian dapat menyembuhkan suatu penyakit. Sampai saat ini, tidak ada fatwa mengenai diperbolehkannya ganja untuk kesehatan karena pada dasarnya dalam Islam, seseorang harus berobat dengan sesuatu yang halal.
Dalam hadis riwayat Abu Daud disebutkan “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan menurunkan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, makaberobatlah, dan jangan berbobat dengan sesuatu yang haram”. Jadi meskipun dengan alasan untuk kesehatan, jika melihat dari hadis tersebut dan fatwa yang sudah dikeluarkan MUI, ganja tetap tidak diperbolehkan (kompasiana. 28/12/2020).
Para Ulama mengharamkan ganja walaupun dimanfaatkan sebagai kebutuhan medis, salah satu riwayat yang dijabarkan oleh Ummu Salamah RA ialah bahwasannya “Nabi SAW telah melarang setiap zat yang dapat memabukkan dan juga dapat melemahkan tubuh manusia”. (HR Abu Dawud & Ahmad ).
Dari hadits yang diriwatkan oleh Ummu Salamah diatas dapat dijadikan bahan refrensi atau sebagai acuan dalil untuk mengharamkan ganja. Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah terdapat sebuah dalil yang secara khusus mengharamkan ganja, karena ganja dapat mengakibatkan rasa tenang dan melemahkan pada tubuh manusia.
Oleh sebab itu keharaman ganja bersifat mutlak, artinya ganja tidak boleh dikonsumsi baik dalam jumlah yang banyak maupun sedikit. Selain itu, keharaman ganja juga hanya semata-mata didasarkan pada nash, bukan didasarkan pada illat(alasan) keharaman ganja tersebut.
Wallahu a’lam bi ash-shawa
Views: 0
Comment here