Penulis: Ema Fitriana Madi, S.Pd (Muslimah Pena Kendari)
Wacana-edukasi.com — Khilafah, sebuah terminologi yang kini kian menjadi perbincangan. Perang pemikirannya pun sulit dielakkan seiring dengan boomingnya popularitas sistem pemerintahan alternatif tersebut. Tepatnya tanggal 20 Agustus 2020 lalu, Indonesia dihebohkan dengan penayangan film dokumentasi berjudul “Jejak Khilafah di Nusantara” (JKdN).
Film berdurasi 57 menit yang dipersembahkan oleh Khilafah Channel, Media Ummat, dan Komunitas Literasi Islam serta disutradarai oleh seorang sejarawan Muda yakni Nicko Pandawa sontak menggemparkan dunia maya, maupun dunia nyata. Bagaimana tidak, film JKdN telah memrontokkan teori sejarah awal kedatangan Islam ke Nusantara yang selama ini terdapat dalam kurikulum pendidikan kita seperti teori Gujarat dan teori Persia bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke 12 atau 13 M.
Maka, tak heran disela penayangannya, film ini menemui beberapa hambatan. Sabotase berupa beberapa kali pemblokiran terjadi, bahkan manipulasi link acara untuk mengecoh penontonpun dihadirkan. Namun, meskipun terjadi “perang cyber” seperti ini acara tetap bisa terlaksana hingga usai dan opini tetap tersampaikan, bahkan lebih dari yang diharapkan. Semua berkat pertolongan Allah.
Pembahasan khilafah kemudian makin menghiasi trending topik tanah air. Meskipun narasi radikalisme terus digencarkan untuk menjegalnya, berbagai macam fitnah dan ancaman digulirkan, namun tak bisa menahan gejolak masyarakat untuk membahasnya.
Menyibak Jejak yang terkubur atau sengaja dikubur.
JKdN adalah film dokumentasi pertama tentang kekhilafahan di Nusantara yang mengungkap semuanya berdasar hasil riset di lapangan. Berbeda dengan teori sejarah sebelumnya diatas, disini dipaparkan bahwa awal datangnya Islam ke Nusantara adalah pada abad ke 7 M. Tak sedikit tokoh yang membenarkan teori sejarah itu. Beberapa tokoh baik dari kalangan pejabat maupun ulama angkat bicara soal fakta sejarah JKdN. Mereka menaruh dukungannya. Mantan wakil DPR RI Pak Fadli Zon misalnya, dalam konten youtubenya yang diunggah pada tanggal 4 September 2020 mampu menunjukkan bukti arkeologis berupa koin emas era Khilafah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, kemudian menegaskan keyakinannya tentang awal mula kedatangan Islam di Nusantara pada abad ke 7 M. Ini Membuktikan JKdN benar-benar membantu kita untuk melek terhadap sejarah kemudian berani mengungkapkan bahwa banyak hal yang perlu diluruskan.
Banyaknya kesultanan yang membentang dari Sabang hingga Merauke begitu nyata menandakan betapa adidayanya pengaruh kekuatan dan kekuasaan Khilafah. Di Sumatera ada kesultanan Peurleuk, Samudra Pasai, Aceh Darussalam, palembang, dll. Adapun di tanah Jawa antara lain: Kesultanan Demak, dilanjutkan kesultanan Jipang, Kesultanan Pajang, kesultanan Mataram; sementara Cirebon dan Banten didirikam oleh Sunan Gunung Jati, tak lupa pula Kesultanan Yogyakarta. Di Sulawesi ada Kesultanan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, Luwu, dan Kesultanan Buton. Bagian Maluku ada kesultanan Ternate dan Tidore, dan masih banyak lagi jejak syariah dan khilafah di Nusantara, masya Allaah.
Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi, maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh. Hal ini nampak dalam bidang peradilan dengan diterapkannya hukum Islam sebagai hukum negara yang menggantikan hukum adat yang telah dilaksanakan di Aceh (Samudera Pasai) pada abad ke 17 M. Meskipun beberapa wilayah memang masih dipengaruhi oleh adat dan budaya Hindu atau Budha.
Dalam Bidang ekonomi, Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan riba diharamkan. Dirham adalah mata uang Aceh pertama, yang dikenal dengan istilah deureuham. Beratnya 0,57 gram, kadar 18 karat, diameter 1 cm, dan berhuruf arab dikedua sisinya. Secara umum diwilayah kesultanan Nusantara juga berlaku sistem kelembagaan Kemitraan dagang (syarikah mufawadhah) dan sistem commenda atau kepemilikan modal yang merupakan bagian dari hukum perekonomian Islam.
Dalam bidang hubungan luar negeri, TW Arnold menyebutkan bahwa Sultan Samudra Pasai III, Sultan Ahmad Bahian Syah Malik az-Zahir cucu dari Maliku Saleh menyatakan perang kepada kerajaan-kerajaan tetangga yang non Muslim agar mereka tunduk dan diharuskan membayar jizyah atau pajak pada kendaraan. Bahkan dalam serial Payitaht: Abdülhamid yang ditayangkan di stasiun televisi nasional Turki, menceritakan bagaimana kesultanan Aceh pernah mengirimkan surat ke Sultan Abdul Hamid II, mengadu dan memohon perlindungaan serta pertolongan agar Khilafah Utsmani membantu mereka mengusir penjajah Belanda yang telah mendzolimi mereka, melarang mereka berhaji, melarang rakyat Aceh menggunakan simbol bulan sabit dari benderanya, juga melarang membacakan Khutbah atas nama Khilafah Utsmani.
Sontak hal ini membuat Khalifah Sultan Abdul Hamid II geram, lalu membantu Aceh dengan mengirimkan tentaranya, mengancam para penjajah, dan berkorban demi membantu rakyat Aceh meski dengan segenap konsekuensi dihadapannya. Belum lagi bagaimana dua pucuk surat yang dikirim oleh Maharaja Sriwijaya pada masa Bani Umayyah agar mengirimkan utusannya melakukan dakwah dan menjelaskan hukum-hukum Islam disana. MasyaAllah.
Dalam bidang keluarga dan sosial kemasyarakatan, hikayat raja-raja Pasai menceritakan bahwa Malikus Saleh melaksanakan perintah yang dianjurkan ajaran Islam seperti menyelenggarakan acara aqiqah, bersedekah kepada rakyat miskin, mengkhitankan anaknya, melakukan tata cara kepada jenazah sesuai fiqih Islam. Bahkan Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari menulis buku Kitabun-Nikah yang khusus menguraikan tentang fikih muamalah dalam bidang hukum perkawinan berdasarkan fiqih Mazhab Syafi’i yang kemudian dicetak di Turki. Lalu, uraian singkatnya dijadikan pegangan dalam bidang perkawinan untuk seluruh kerajaan.
Adapun dalam bidang pertanahan, tentang hak kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan tanah, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari menjelaskan ketentuannya dalam kitab Fathuk Jawad yang isinya memuat ketentuan fiqih diantaranya ihyaul mawat, yakni dalam pasal 28 UU Sultan Adam Kerajaan Bandar dijelaskan bahwa tanah pertanian yang subur di daerah Halabiu dan negara adalah dibawah kekuasaan kerajaan. Karenanya, tidak boleh seorangpun melarang orang lain menggarap tanah tersebut kecuali memang diatas tanah itu ada tanaman atau bukti lainnya bahwa tanah itu sudah menjadi milik penggarap dahulu. Ini sesuai dengan ketentuan fiqih Islam yang menyatakan bahwa tanah liar atau tanah yang belum digarap adalah dibawah kekuasaan negara dan siapa saja yanh menggarapinya adalah yang memilikinya.
Begitu besar jasa Khilafah terhadap Nusantara yang tak terhitung jumlahnya. Namun ironisnya, jejak berupa situs-situs sejarah banyak yang tak tersentuh, tak terurus, bahkan dalam kondisi yang menyedihkan. Fakta yang memilukan. Maka, inilah pentingnya terus menghidupkan sejarah itu kembali, mengumpulkan kepingan fakta demi fakta yang terkubur ataupun sengaja dikubur, kemudian menyambut peradaban yang mulia, yakni Khilafah jilid 2.
Urgensi Memperjuangkan Kembalinya Khilafah.
Khilafah adalah ajaran Islam. Sekalipun kekuatan global kapitalis hari ini memfitnahnya sebagai paham radikal, tak akan pernah mengubahnya, Khilafah tetaplah bagian dari ajaran Islam dan merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslimin untuk menegakkannya. Penolakan terhadap fakta sejarahnyapun merupakan sikap yang ahistoris. Pun Tudingan-tudingan semacam radikal, pemecah-belah, dsb. tidaklah beralasan dan tak ada faktanya. Justru yang ada saat ini seluruh dunia menyaksikan kegagalan kapitalisme itu sendiri.
Selama hampir dua abad lamanya kapitalisme ataupun komunisme tidak menghasilkan manfaat apapun selain menghasilkan kemiskinan, peperangan, ancaman, teror, penjajahan, kedzoliman, kerusakan generasi, krisis kemanusiaan, dll. Yang semuanya berlindung atas nama HAM, bantuan ekonomi, pembangunan, globalisasi, perdamaian, toleransi, dan slogan manis lainnya. Padahal nyatanya, merekalah biang kerok pembawa racun yang terus menerus merusak negeri-negeri kaum muslimin, berikut kaum muslimin serta aqidahnya.
Padahal sebelumnya, Islam dengan sistem pemerintahan khilafahnya telah berhasil menyatukan Nusantara, bahkan telah berhasil menyatukan dunia Islam. Tidak ada kemuliaan dan kebangkitan hakiki kecuali dengan Islam. Bukankah sejarah Islam di Nusantara jelas memperlihatkan kepada kita tentang kehebatan dan puncak kejayaan Nusantara masa silam hanya bisa diraih dengan Islam?
Setelah itu memasuki masa penjajahan dan kolonialisme, kemudian membawa kesengsaraan dan kehinaan bagi bangsa ini. Penjajah memisahkan Islam dari kancah kehidupan masyarakat (sekularisme). Sebab mereka paham bahwa Islam sajalah yang mampu menyatukan seluruh suku, bangsa, bahkan negeri-negeri dalam kesatuan Khilafah dan menghapus penjajahan dari muka bumi ini. Saatnya Khilafah Memimpin dunia, “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50).
Wallohualam Bishowab
Views: 4
Comment here