Penulis: Dwi Indah Lestari (Aktivis Dakwah)
Wacana-edukasi.com— Istilah “good looking” sedang naik daun. Hal ini lantaran pernyataan Menag, Fachrul Rozi yang mengatakan paham radikalisme masuk ke masjid-masjid di lingkungan pemerintahan, BUMN dan di tengah masyarakat melalui orang-orang dengan penampilan “good looking”, memiliki penguasaan bahasa arab yang bagus dan hafidz qur’an. Tentu saja hal ini sontak menuai beragam komentar. Ada apa sebenarnya?
Tak cukup rasanya upaya Kemenag melakukan moderasi Islam melalui penghapusan materi yang dinilai radikal pada buku-buku ajar untuk Madrasah dalam rangka meredam radikalisme, kini Menag menyasar pula bagaimana penampilan penyebarnya. “Good looking”, hafidz qur’an dan pintar berbahasa arab giliran menjadi tertuduh.
Banyak pihak kemudian menilai pernyataan Menag adalah tanpa dasar, menimbulkan kegaduhan dan perpecahan di tengah umat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik. Menurut Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, tuduhan tersebut telah menyakiti perasaan umat Islam dan tidak berdasar. Apalagi umat Islam memiliki andil besar dalam memerdekakan negara dan mengisi kemerdekaan ini dengan karya nyata (news.detik.com, 4 September 2020).
Bahkan, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Dr. H M Hidayat Nur Wahid, MA menyayangkan pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi yang dinilai meresahkan umat tersebut. Beliau menyampaikan semestinya Menag berterima kasih kepada para pemuda yang “good looking” tersebut karena sudah mau memakmurkan masjid. Dan semestinya mereka dibimbing agar masjid semakin akmur, mereka tidak terkena penyakit masyarakat dan nyaman menjadi muslim yang rahmatan lil ‘alamiin (republika.co.id, 4 September 2020).
Agenda Deradikalisasi
Isu radikalisme terus mendapatkan perhatian penguasa saat ini. Belum cukup rasanya saat pemerintah membubarkan kelompok dakwah yang dinilai mengusung ide radikal melalui jalan yang dipaksakan. Hingga saat ini, perang terhadap radikalisme terus digencarkan pemerintah melalui berbagai kebijakan-kebijakan.
Pernyataan Menag (Menteri Agama) tentang jalan masuknya radikalisme melalui orang-orang berpenampilan menarik, hafidz qur’an dan fasih berbahasa Arab, semakin menegaskan apa yang tersirat dalam hati rezim. Yaitu kebencian sekaligus ketakutan yang berlebih terhadap Islam dan pemeluknya.
Ajaran-ajaran Islam yang dinilai membahayakan terus disorot dan berupaya untuk dapat dibendung. Sebut saja paham khilafah dan jihad yang saat ini telah dieliminasi dari buku ajar madrasah sebagai contohnya.
Tidak cukup dengan itu, para pengembannya yang mendakwahkan paham khilfah tak henti-hentinya mendapat tekanan. Khilafah terus menerus dinarasikan dengan kekerasan, menyebabkan perpecahan dan kehancuran bangsa. Bahkan salah satu ajaran Islam ini selalu dibenturkan dengan Pancasila sebagai dasar negara. Para simpatisannya pun ditakut-takuti agar enggan berdekatan dan tak lagi memberi dukungan.
Semua upaya para penguasa diberbagai negeri kaum muslimin, sejalan dengan agenda “perang terhadap terorisme” yang dicanangkan oleh Amerika sebagai kampiun kapitalis, sejak peristiwa 11 September. Dari peristiwa itu, jelas Amerika menempatkan negara-negara di dunia dalam dua sisi. Berada di sisi Amerika atau berada di sisi teroris.
Bila sebelumnya, dunia masih menarasikan umum siapa itu teroris, kini secara jelas mereka menunjuk Islam sebagai agama yang mengajarkan terorisme. Pemahaman-pemahaman Islam yang tidak sejalan dengan pemikiran kapitalisme barat dikelompokkan dalam paham yang mengandung radikalisme, seperti penegakan khilafah. Semua itu untuk membungkam gaung khilafah yang saat ini semakin nyaring terdengar.
Upaya memberantas radikalisme yang disematkan kepada Islam ini, kemudian nampak dari berbagai pernyataan dan kebijakan yang terus menerus menyerang Islam dan pemeluknya yang taat syariat. Para pembenci Islam berusaha mengamputasi ajaran Islam seperti khilafah, agar tidak berkembang dan menjadi pemahaman umum umat. Pengembannya dikriminalisasi agar menimbulkan efek jera dan ketakutan di masyarakat yang sebenarnya mulai bersimpati kepada dakwah khilafah. Hampir diseluruh negeri muslim, deradikalisasi Islam massif dilakukan agar umat tak mengenali ajaran Islam yang sebenarnya, termasuk di negeri tercinta ini. Selain itu juga agar umat jauh dari dakwah Islam yang diemban para pengemban dakwah yang ikhlas.
Dakwah Akan Terus Berjalan
Sesungguhnya sistem kapitalisme saat ini sedang berjalan terseok-seok menuju kehancurannya. Meski begitu para pengusung mabda fasad ini jelas akan berupaya mempertahankannya dengan segala cara. Termasuk menggunakan tangan agen-agennya dengan berbagai propaganda yang penuh tipu daya agar kekuasaannya langgeng.
Kehadiran dakwah Islam sebagai mabda’ jelas menjadi ancaman bagi kapitalisme dan para kapitalis, sehingga mereka berusaha keras untuk menjegalnya. Meski begitu, kekonsistenan para pengemban dakwah Islam dan jelasnya fikroh serta thoriqoh yang mereka tempuh, sedikit demi sedikit telah membuka mata umat tentang kerusakan ideologi kapitalisme yang selama ini mencengkeram kehidupannya.
Umat mulai menoleh pada harapan baru yaitu khilafah sebagai penyelamat kehidupan yang akan memberikan ketentraman dan keberkahan hidup di dunia dan di akhirat. Melalui dakwah para pengemban dakwah yang good looking, umat mulai terpaut hatinya untuk bersegera kembali kepada Islam dan syariatnya.
Melalui seruan pemuda-pemudi Islam yang cerdas, umat tercerahkan pemikirannya, terbuka kesadarannya tentang berbagai problem hidup yang selama ini menjerat mereka adalah karena penerapan sistem kufur di tengah-tengah umat. Hingga mereka merindukan untuk bisa kembali hidup dalam pangkuan Islam melalui penegakan khilafah.
Dengan dakwah juga, banyak pemuda yang terselamatkan dari gaya hidup bebas yang rusak yang merupakan buah busuk dari kapitalisme. Kerusakan-kerusakan inilah yang seharusnya lebih dikhawatirkan oleh rezim daripada dakwah para pemuda good looking.
Seharusnya tak perlu memusuhi para pemuda “good looking” yang taat syariat. Sebab mereka sebenarnya hanya menyerukan kebaikan untuk negeri ini. Para pengemban dakwah berpenampilan menarik, berwawasan luas, cerdas dan ikhlas ini hendak menawarkan solusi dari berbagai problematika yang mengungkung umat, hanya berharap balasan ridho dari Allah Swt. Semestinya seruan mereka disambut bukan dilabeli radikal, padahal mereka tak pernah menempuh jalan kekerasan dalam dakwahnya.
Para pengemban dakwah, insyaallah akan terus mengemban tugas mulia ini, karena Allah telah mewajibkannya. Allah Swt berfirman,
“Hendaklah ada sekelompok orang diantara kamu yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran, merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imron [3] : 104).
Isu radikalisme yang saat ini digaungkan untuk menghentikan dakwah, tak akan menyurutkan langkah para pengemban dakwah. Bahkan ini semakin membuat mereka bersemangat untuk terus mengupgrade diri, senantiasa mendekatkan dirinya pada Allah dan aktif melakukan aktivitas menyeru umat, hingga kelak Allah turunkan pertolonganNya, dengan tegaknya khilafah sesuai dengan janji Allah.
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam); dan akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa.” (TQS an-Nur [24]: 55).
Wallahu’alam bisshowab.
Views: 7
Comment here