Mewaspadai Klaster Pilkada
Pilkada 2020 kali ini sangat berpotensi memunculkan klaster baru COVID-19. Sebab penyebaran COVID-19 salah satunya dari interaksi yang tidak berjarak. Sementara pada Pilkada 2020 potensi kerumunan massa sangat mungkin terjadi dalam aktivitas politik. Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito memberikan tanggapan atas potensi munculnya klaster penularan Covid-19 dalam tahapan Pilkada 2020. Menurutnya, dibutuhkan ketegasan dari penyelenggara pilkada untuk mencegah potensi terjadinya klaster. (Kompas.com 8/9)
Meski KPU telah membuat larangan berkumpul dan anjuran untuk kampanye via daring, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 menyatakan penyerahan dokumen pendaftaran ke KPU–digelar sejak Jumat lalu hingga Minggu (6/9/2020)– dilakukan dengan protokol kesehatan. Pendaftaran hanya diikuti oleh ketua dan/atau sekretaris partai pengusung dan bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah. Namun sayang, aturan itu tak diindahkan. Faktanya, selama tiga hari itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menemukan ada 243 pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran, yakni dengan membawa sejumlah pendukung dan melakukan pengerahan massa. Dari jumlah itu, merujuk pada catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), 51 pelanggar adalah calon petahana.
Pemangku kebijakan seyogianya, dapat mengambil keputusan yang bijak dengan menunda penyelenggaraan pilkada jika tak ada jaminan bahwa protokol kesehatan yang ketat akan dipenuhi mengingat kasus baru virus corona terus mengalami kenaikan setiap harinya. Beban rumah sakit dan para tenaga medis pun kian bertambah. Disamping itu, pilkada di tengah pandemi dengan protokol kesehatan tentu membutuhkan biaya besar sedangkan ekonomi saat ini berada diambang resesi. Sungguh pemerintah wajib menjaga jiwa rakyatnya agar tak melayang sia-sia akibat virus. Korban tak akan banyak berjatuhan jika sejak awal pemerintah mengambil opsi lockdown untuk menghentikan laju penyebaran virus. Negara tak boleh abai dengan persoalan nyawa warganya. Negara ini ada. Karena ada warga negaranya. Pemerintah juga ada. Karena ada rakyatnya. Jika nyawa rakyat tak dijaga, lalu kepada siapa rakyat bisa meminta pertolongan dan perlindungan? Wallahu a’lam bisshowwab.
Teti Ummu Alif
Kendari, Sultra
Views: 1
Comment here