Syiar IslamTabligul Islam

Berdakwahlah, Tak Perlu Menunggu Sempurna

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Zidny Istiqomah F. (Kelas IX SMP Bina Insan Mandiri
PP. Al Ihsan Baron Nganjuk)

Wacana-edukasi.com — Manakah yang harus kita pilih? Seseorang yang berpakaian ala barat, santun dalam berkata, rapi, peduli lingkungan, disiplin, dan menarik atau seseorang yang berpakaian Islami, hafal Al-qur’an, mahir berbahasa arab, peduli lingkungan, rapi, disiplin, dan bertanggung jawab ?.

Untuk menemukan jawabannya harus ada standar menilai kepribadian atau sikap seseorang. Tapi sesungguhnya kepribadian itu bukan dinilai dari fisik (postur tubuh, bentuk hidung, mata, cara berjalan, cantik atau tidak), bukan pula dari jabatan, kaya atau miskin, dan sebagainya. Karena kepribadian yang sesungguhnya ialah perwujudan dari cara berpikir (‘aqliyah) dan cara bertindak atau berprilaku (nafsiyah) didalam memenuhi kebutuhan jasmaniah dan naluriahnya sesuai aturan Islam, dan tidak mengikuti hawa nafsunya.

Setiap Muslim pada dasarnya berpotensi memiliki kepribadian islami yang kuat atau pun lemah. Hanya saja, Islam jelas tidak mewajibkan umatnya untuk sekedar memiliki kepribadian Islami ala kadarnya. Islam membutuhkan orang-orang dengan kepribadian islami yang kuat, kokoh aqidahnya, tinggi tingkat pemikirannya dan tinggi pula tingkat ketaatannya pada ajaran-ajaran islam.

Adapun upaya untuk memperkuat syakhshiyah islamiyah adalah dengan cara meningkatkan ‘aqliyah dan nafsiyah islamiyahnya. Meningkatkan kualitas ‘aqliyah islamiyah adalah dengan cara menambah khazanah ilmu-ilmu Islam (tsaqafah islamiyah). Dalam hal ini, islam telah mendorong umatnya untuk terus menuntut ilmu, kapan pun dan dimana pun. Dengan ilmu-ilmu Islam yang cukup seorang Muslim akan mampu menangkal berbagai betuk pemikiran yang merusak dan berentangan dengan Islam.

Sedangkan nafsiyah Islamiyah dapat ditingkatkan dengan selalu melatih diri untuk berbuat taat dan terikat dengan aturan-aturan Islam dalam segala hal, melaksanakan amalan-amalan ibadah, baik yang wajib maupun yang sunnnah, serta membiasakan diri untuk meninggalkan yang makruh dan subhat apalagi haram.

Kewajiban Menuntut Ilmu

Berkaitan dengan menuntut ilmu sebagaimana dikatakan kepada Muhammad bin Al-Hasan rahimahullah:

Belajarlah, karena ilmu adalah…
Hiasan, keutamaan, dan alamat ujian bagi pemiliknya
Jadilah orang yang dapat mengambil manfaat setiap hari
Dengan cara menambah ilmu fikih, karena fikih adalah pemimpin terbaik
Untuk mengantarkan kepada kebaikan dan ketakwaan, serta tujuan yang terbaik.
Fikih adalah ilmu yang menunjukkan pada jalan hidayah,
Ia benteng yang menyelamatkan dari segala malapetaka
Sungguh ahli fkih yang wara’
Itu lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah

Ilmu merupakan keistimewaan bagi manusia. Dengan ilmu, Allah menunjukkan kemuliaan Adam as atas malaikat, dan Allah memerintahkan mereka untuk bersujud kepadanya. Ilmu menjadi mulia tak lain karena ia merupakan wasilah menuju kebaikan dan ketakwaan, yang dengannya seseorang berhak mendapatkan kemuliaan di sisi Allah swt dan kebahagiaan yang abadi.

Sedangkan Rasulullah saw. bersabda tentang kewajiban menuntut ilmu :

“Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”

Berdasarkan anjuran dan dorongan tersebut, kaum muslimah menjadi sadar atas kebutuhannya terhadap ilmu. Mereka datang kepada Rasulullah saw. dan memohon agar beliau mengadakan perjanjian khusus untuk kaum wanita.

Abu Sa’id Al-Khudri ra. berkata, “Seorang wanita datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kaum lelaki telah menerima seluruuh pelajaranmu. Maka buatlah untuk kami satu hari khusus, sehingga kami bisa menemuimu dan mempelajari ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu.” Rasulullah saw. membalas, “Kalau begitu berkumpullah pada hari ini dan ini, di tempat si fulan.” Maka kaum wanita berkumpul pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, lalu Rasulullah saw datang dan mengajarkan kepada mereka ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya.” (Muttafaq ‘alaih)

Wanita muslimah sangat giat mencari ilmu sejak Allah memuliakan mereka dengan Islam. Mereka menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Contohnya adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah biniti Ash-Shiddiq ra., kekasih Rasulullah saw., Ulama wanita yang Rabbani dan sosok yang kesuciannya diumumkan dari tujuh lapis langit. Ketika Nabi saw. wafat, usia ‘Aisyah ra. Belum genap 19 tahun. Tapi dalam usia yang semuda itu, ia telah memenuhi segenap pelosok bumi dengan ilmu.

Az-Zuhri berkata , “Jika ilmu ‘Aisyah dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh seluruh wanita lainnya, maka ilmu ‘Aisyah lebih unggul.”

‘Atha’ berkata, “’Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan paling baik pendapatnya dalam persoalan-persoalan yang menyangkut masyarakat umum.”

Al-Hafizh Abu Hafs Umar bin Abdul Majid Al-Mayanisyi menyatakan dalam buku Iidhaah Maa Laa Yasa’ul Muhaddits Jahluh, buku Shahiih Bukhari dan Shahiih Muslim memuat 1200 hadits tentang hukum. Dalam dua kitab tersebut, jumlah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra. lebih dari 290 hadits, dan hanya sedikit yang tidak berkaitan dengan hukum.” Al-Hakim Abu Abdullah mengomentari pernyataan ini, “Dengan demikian, ‘Aisyah menyampaikan seperempat hukum syariat.

Maka penguasaan terhadap Ilmu benar-benar akan menjadikan pemiliknya dipandang mulia oleh umat manusia terlebih lagi dihadapan Allah swt.

Muslimah Berdakwah

Pertanyaannya apakah seorang muslimah telah merasa cukup dengan penguasaan ilmu dan tsaqofah keislaman ? Tentu saja tidak. Sudah saatnya kaum muslimah merubah mind set. Berislam tidak cukup dengan menjadi pribadi sholihah dengan penguasaan ilmu yang tinggi, namun harus berupaya meng-upgrade diri untuk segera berpindah dari zona nyaman keshalihan diri sendiri menuju zona dakwah dan perjuangan. Karena salah satu pilar agama ini adalah dakwah dan perbaikan umat.

Tapi, bagaimana jika kaum muslimah merasa belum siap berdakwah, karena merasa diri belum bersyakhsiyah islamiyah sempurna ?. Lalu benarkah berdakwah itu hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang sempurna ?.

Pada hakikatnya, berdakwah adalah kewajiban tak terkecuali bagi muslim ataupun muslimah yang merasa belum paripurna. Sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Manusia bukanlah malaikat yang tak pernah terlumuri kesalahan dan pelanggaran terhadap aturanNya.

Oleh karena itu mensyaratkan pengemban dakwah sebagai sosok paripurna, tak punya kesalahan sama saja dengan menihilkan kewajiban dakwah.

Rasul saw bersabda :

“Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik pembuat salah adalah yang bertaubat” (HR. Tirmidzi)

Maka hal ini menyiratkan bahwa setiap muslim memiliki peluang berbuat dosa, dan seorang pendosa terbaik adalah yang segera bertaubat, kembali ke jalan Allah swt.

Para ulama Salafus saleh juga menjelaskan bahwa perbuatan dosa yang melekat dalam diri kita bukanlah menjadi kondisi yang membatalkan kewajiban dakwah. Abu Darda ra berkata, “boleh jadi aku mengajak kalian pada suatu kebaikan sedang aku sendiri belum melakukannya, namun aku berharap Allah mencatatnya sebagai suatu kebaikan bagiku” (Syiar ‘Alaamin nubala juz II/335)

Imam Al hasan Al Bashri juga pernah mengatakan, “wahai sekalian manusia, sungguh aku memberikan nasihat kepada kalian padahal aku bukanlah orang yang paling shalih dan paling baik diantara kalian. Sungguh aku memiliki banyak maksiat dan tidak mampu mengontrol dan mengekang diriku supaya selalu taat kepada Allah. Andai seorang mukmin tidak boleh memberikan nasihat kepada saudaranya kecuali setelah mampu mengontrol dirinya, niscaya hilanglah para pemberi nasihat dan minimlah orang-orang yang mau mengingatkan” (Tafsir Qurthubi I/410)

Imam An Nawawi juga berpendapat, “ telah berkata para ulama dan tidak disyaratkan dalam mencegah kemungkaran sempurna keadaannya-mengerjakan segala perkara yang ia perintahkan dan menjauhkan dirinya dari segala kemungkaran-akan tetapi wajib atasnya (setiap muslim) melakukan amar ma’ruf meskipun ia belum mengerjakan apa yang diperintahkannya, dan wajib juga mencegah kemungkaran meskipun ia masih berada dalam apa yang ia larang” (Syarah Muslim, Imam An Nawawi juz I/131)

Maka, tak perlu menunggu sempurna untuk berada dibarisan dakwah, berjuang untuk tegaknya agama Allah swt. Dengan tetap berusaha melayakkan diri dihadapanNya, menguatkan tekad untuk menjadi muslimah yang lebih baik, dan memohon pertolongan Allah swt, semoga Dia berkenan memudahkan segala urusan.

Referensi :
Bara Dakwah Para Pemuda, M. Iwan Januar
Materi Dasar Islam, Islam Mulai Akar Hingga Daunnya, Arief B Iskandar
Ta’limul Muta’alim, Pentingnya Adab Sebelum Ilmu, Imam Az Zarnuji
35 Sirah Shahabiyah Jilid 1. Mahmud Al Mishri

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 235

Comment here