Oleh: Annida Khairunnisa
Di tengah siang yang terik, terlihat Fatih, putraku, riang menyambut kedatanganku yang baru saja dari warung.
“Umi beli apa?”
“Beli pelembab muka, Mas,” jawabku lembut padanya.
“O …. ” celetuk Fatih dengan cuek seraya berlari menyambar sepedanya.
Cuaca sangat panas beberapa hari ini. Matahari dengan gagahnya memancarkan panas terik ke bumi. Padahal biasanya bulan Oktober adalah musim hujan.
Kulangkahkan kaki dengan cepat masuk ke rumah. Segera kumenuju kamar mandi dan membayangkan segarnya air yang menempel wajah.
Hm … wajahku yang terasa panas karena terik matahari, merasakan segar saat kubasuhkan air. Kunikmati kesegaran air dan kuraba-raba wajahku, tampak terasa kulit wajahku yang mengelupas.
Segera aku melangkah menuju cermin, terlihat kulit wajah memang sedikit terkelupas. Sepertinya cuaca yang cukup panas membuat kulitku kering sampai pecah-pecah. Segera kuambil pelembab yang baru saja kubeli di warung.
Biasanya dengan cream pelembab yang kuoleskan, kulit kering wajahku akan teratasi. Kuoleskan tipis-tipis ke wajah, kunikmati sensasi rasa dingin cream meresap ke dalam pori-pori kulitku. Semoga dalam beberapa hari, kulit keringku akan segar kembali, batinku.
Fitrah manusia ingin tampil sempurna. Apalagi kaum hawa, penampilan itu utama. Memang siapa saja akan meningkat rasa percaya dirinya bila tampil memesona.
Kadang manusia itu lebih memfokuskan dirinya pada penampilan luar. Padahal, penentu kepribadian seseorang bukanlah dari tampilan luarnya saja.
Banyak contoh seseorang yang penampilannya beken, anggun, elegan dan menarik, tetapi tingkah lakunya buruk atau bahkan bertentangan dengan hukum Allah. Bisa merugikan orang lain karena dengan casual penampilannya dia meyakinkan orang lain untuk menipu, menelikung, bahkan merampok.
Selama ini, kecantikan, ketampanan, kerapian, yang nampak memang dijadikan standar penilaian seseorang. Padahal semua kriteria tersebut hanyalah casing saja. Seperti contoh, Fulanah adalah wanita cantik yang berpenampilan rapi, dengan dandanan modis, Fulanah bekerja di suatu lembaga perbankan, wajahnya selalu tersenyum menawan dan dikenal sebagai pribadi yang ramah dan santun.
Apa yang nampak dari Fulanah sekilas akan memberikan penilaian bahwa Fulanah berkepribadian baik. Namun, bila dicermati dengan kacamata Islam, maka Fulanah belum memiiki kepribadian yang baik.
Dalam Islam, seseorang dikatakan memiliki shyaksiyah Islam jika cara berpikirnya Islam dan cara bersikapnya juga Islam. Artinya seorang muslim tidak hanya cara berpikirnya yang islam, tetapi tingkah lakunya juga harus mencerminkan pemahaman Islam. Dua unsur ini memadu dalam diri seseorang sebagai bentuk ketaatan sehingga mewujud ketakwaan.
Islam pun menganjurkan seseorang untuk menjaga penampilan dan kebersihan, dengan hidup bersih maka akan terjaga kesehatan. Pun, dalam Islam seorang Muslimah wajib menyenangkan hati suami, dengan penampilan yang segar dan cantik akan menambah suami menjadi senang memandang, hal ini merupakan akhlak yang baik dan bernilai pahala.
Berbicara kecantikan, Islam tidak melarang seorang muslimah menampakkan kecantikan. Namun, bila kecantikan digunakan untuk sesuatu yang tidak baik maka dapat menjerumuskan pada dosa. Misalnya, wanita yang tabbarruj ketika keluar rumah dia memakai wewangian yang berlebihan, menggunakan make up tebal. Maka, hal tersebut melanggar hukum syara’ dan akan berdosa. Karena Allah Swt. telah melarang wanita untuk tabbarruj keluar dari rumah.
Sehingga tabarruj itu, dalam beberapa kamus memiliki defenisi yang sama, yakni menampakkan kecantikan dan perhiasan dihadapan lelaki asing dan dapat menarik siapa saja yang memandang untuk memperhatikannya. Seolah-olah seluruh perhatian akan tertuju padanya.
Larangan bertabarruj tidak hanya dikhususkan bagi wanita muda. Termasuk wanita yang tua renta yang tidak lagi haid dan berbirahi diperbolehkan menanggalkan pakaian dengan syarat tidak bertabarruj.
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakan perhiasan.” (TQS an-Nur [24]: 60)
Dengan demikian, penampilan luar baik itu kecantikan, ketampanan, kerapian hanyalah unsur luar saja bukan penentu kepribadian. Unsur kepribadian mulia seseorang haruslah memenuhi dua hal yaitu cara berpikir Islam dan cara bersikap dalam hidup sesuai Islam.
Sebab, bila casingnya bagus, tetapi akhlaknya buruk sama halnya dia sedang memakai topeng dalam kehidupan.
Begitu juga dengan para pejabat berdasi, yang tutur kata dan pendidikannya cukup tinggi. Namun, sangat disayangkan, demi setumpuk harta rela menjual kepercayaan dan amanah yang telah rakyat kuasakan padanya.
Dengan penampilan bergaya, tercermin pribadi sempurna ternyata bertindak koruptor.
Wajar memang kini banyak yang bersikap demikian, alam kapitalis telah mengubah paradigma berpikir tentang arti kebahagiaan. Kebahagiaan adalah materi dan kepuasan jasmani. Maka dalam kondisi saat ini tidak hanya harus berhati-hati. Jangan sampai tertipu dengan polesan atau casingnya saja, tampilan sesuatu bagus diluarnya belum tentu bagus isinya.
Selain itu juga, perlu upaya memahamkan Islam pada umat bahwa sejatinya seorang muslim haruslah memiliki kepribadian Islam. Bukan menjadi pribadi yang hanya mengenakan topeng kehidupan atau bertindak munafik, lain di mulut dan lain di hati.
Views: 68
Comment here