Oleh: Siti Subaidah
Wacana-edukasi.com — Pembangunan Jargas (Jaringan Gas) di kota Balikpapan memang menjadi salah satu solusi alternatif kelangkaan tabung gas melon yang sering terjadi. Hal ini pula yang mendorong Pemda Balikpapan menjadikan proyek pembangunan jargas sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( RPJM) 2021. Realisasi pembangunan jargas pun sudah di mulai sejak 2017 hingga kini. Dari total rencana 26 ribu sambungan rumah tangga, 60 persen dari target RPJM sudah tercapai.
Terbaru, Kepala Bagian Perekonomian Setkot Balikpapan Panti Suhartono menuturkan, beberapa waktu lalu telah mengajukan permintaan jatah sambungan baru ke Kementerian ESDM. “Kami ajukan lagi 20 ribu sambungan. Sistemnya kami ajukan sebanyak-banyaknya. Nanti dapatnya sekitar 30 atau 40 persen dari yang diajukan. Belum tahu hasilnya,” bebernya.
Jika tidak ada masalah dalam pembangunan, kemungkinan besar bisa mendapat bantuan pembangunan sambungan pada tahun selanjutnya. Panti berharap, pembangunan yang sudah ada bisa dimanfaatkan dengan baik dan lancar.
“Karena kalau ada kendala bisa proyeknya di-cut off, bisa bergeser ke daerah lain karena ini banyak yang membutuhkan,” sebutnya. Artinya jika proses pembangunan lancar, proyek bantuan dari Ditjen Migas ini bisa berjalan lagi. Menurut dia, ini semua untuk kepentingan rakyat juga (kaltim post).
Gayung bersambut, masyarakat pun antusias dengan proyek ini. Di samping efisien karena tidak perlu mencari gas lagi. Pemda Balikpapan memberi pemasangan gratis dan tentu harga yang dibayar jauh lebih ekonomis.
Liberalisasi SDA Energi di Balik Jargas
Pembangunan jargas bukan hanya proyek bagi kota Balikpapan, tetapi skala nasional dengan target hingga 2024. Namun, pemerintah mengakui pembiayaan yang berasal dari APBN dan juga penugasan BUMN tidak akan cukup untuk mengejar target tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah membuka pintu untuk mengundang badan usaha daerah maupun swasta yang berskala lokal, nasional maupun swasta asing, untuk ikut membangun jargas dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Targetnya, skema KPBU dalam pembangunan jargas ini bisa terlaksana pada tahun 2022.
Berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan 4 juta SR ( Sambungan Rumah Tangga) pada 2024. Diperkirakan kebutuhan pendanaan pembangunan jargas untuk 4 juta SR tersebut sebesar Rp 38,4 triliun, dimana pembiayaan melalui APBN sebesar Rp 4,1 triliun, penugasan kepada BUMN Rp 6,9 triliun dan KPBU Rp 27,4 triliun (kontan.co.id).
Pelibatan pihak swasta dalam proyek nasional ini tentu akan membuat sektor energi ini rentan menjadi lahan bisnis. Apalagi gas merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat, yang mau tidak mau pasti akan di beli masyarakat sekalipun harganya mahal. Liberalisasi (penguasaan) sumber daya energi oleh para kapital menjadi sesuatu yang tak terelakkan.
Skema KPBU yang membiarkan swasta memegang lebih dari 50 persen pembiayaan menjadi celah swasta dalam mengendalikan proyek ini dan melahirkan kebijakan-kebijakan komersialisasi kedepannya. Hal ini wajar saja terjadi karena watak para pengusaha adalah memang mencari keuntungan. Akhirnya sektor vital masyarakat tersandera dalam genggaman para pengusaha dan masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan.
Pemerintah Berlepas Tangan
Usut punya usut munculnya realisasi pembangunan jargas skala nasional merupakan bagian dari pengalihan penggunaan LPG yang notabene saat ini cukup mengambil porsi besar dalam APBN terkait subsidi. Diketahui LPG yang digunakan untuk memenuhi kuota dalam negeri, 75 persen berasal dari impor. Alhasil total subsidi yang harus ditanggung Pemerintah, termasuk LPG 3 kg, mencapai lebih dari Rp 42 triliun. Melalui 4 juta SR jargas pada 2024, pemerintah menargetkan penghematan subsidi LPG sebesar Rp 297,6 miliar per tahun serta mengurangi impor LPG sebesar 603,720 ribu ton per tahun.
Jika ditarik dari sudut pandang periayahan (pengurusan) pemerintah terhadap rakyat, maka jelas nampak bagaimana negara hitung-hitungan dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Subsidi kepada rakyat dianggap beban sehingga negara mencari peluang berlepas tangan dan mencari solusi alternatif dengan menggandeng swasta. Akhirnya peran negara sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat beralih ke swasta. Negara hanya sebagai fasilitator atau regulator penyambung antara pengusaha yang mencari untung dengan masyarakat sebagai konsumen.
Namun, jika melihat karakteristik dari sistem yang dianut oleh negeri ini yakni kapitalisme yang mengukur segala sesuatu dari keuntungan dan manfaat maka wajar saja hal ini terjadi. Sudah menjadi ciri khas dalam kapitalisme menyerahkan kepengurusan hajat hidup masyarakat pada para kapital (pengusaha). Pemerintah hanya mengatur regulasi dan mekanisme sementara eksekusi dilakukan oleh si pemilik modal. Antara penguasa dan pengusaha sama-sama mencari untung sementara masyarakatlah yang buntung.
Islam Penanggung Jawab Penuh Hajat Hidup Umat
Islam memandang bahwa energi merupakan salah satu kebutuhan dasar umat. Sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi negara untuk menyelenggarakan mekanisme mudah dan murah bagi masyarakat untuk dapat mengakses terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut. Jika di dalam sistem kapitalisme hal ini hanya menjadi sebuah angan-angan, dengan pengaturan sumber energi berdasarkan syariat Islam hal ini sangat mungkin terealisasi.
Sumber daya energi masuk dalam ranah kepemilikan umum. Artinya segala sesuatu yang menghasilkan energi dalam jumlah besar menjadi milik masyarakat luas. Negara wajib mengelola secara mandiri tanpa melibatkan swasta didalamnya untuk menghindari hajat hidup masyarakat dijadikan lahan komersialisasi. Keuntungan yang di dapat masuk ke dalam kas Baitul mal dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat termasuk menjamin ketersediaan energi bagi masyarakat dengan harga murah bahkan gratis.
Pembangunan jargas tidaklah salah dalam kacamata Islam karena ini merupakan bagian dari kemajuan teknologi yang memudahkan masyarakat. Justru negara harus berupaya semaksimal mungkin untuk mencari alternatif yang paling memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Inilah bentuk kepengurusan sejati ala Islam terhadap umat. Negara dalam Islam berfungsi sebagai raa’in sejati (pengurus rakyat). Tidak seperti kapitalis yang malah menggadaikan perannya kepada para pemilik modal demi sama-sama meraup untung.
Wallohualam bishowab
Views: 5
Comment here