Oleh: Reni Tresnawati
Wacana-edukasi.com — Kepulangan Ulama Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS), beberapa waktu lalu dari kota suci Makkah disambut riuh dan bahagia umat Islam. Pro dan kontra pun mewarnai kedatangannya. Sebelum sampai di tanah air pun sudah menjadi perbincangan publik. Baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah. Ada yang bahagia, ada pula yang resah. Tak ayal pasukan pun dikerahkan.
Belum lama ini warganet (netizen) dihebohkan dengan sejumlah kendaraan taktis (rantis) milik Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia (Koopssus TNI) yang berhenti di jalan Raya di Kelurahan Patambun, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, sambil dikawal polisi militer ( POM) dan sejumlah prajurit yang naik truk di belakangnya. Koopssus TNI membunyikan sirine yang membuat telinga pengang mendengarnya, berhenti di depan gang menuju markas FPI (Republika.co.id. 19/11/20).
Baliho atau spanduk HRS terpampang di mana-mana, dan ini pun dipermasalahkan, sampai mengerahkan pasukan TNI untuk mencopot spanduk yang bertebaran, dengan dalih tidak minta izin terlebih dahulu untuk memasang baliho. Sebab jika akan memasang baliho harus minta izin terlebih dahulu kepada pihak yang terkait. Ternyata aktivitas personel TNI yang menurunkan baliho bergambar HRS dipantau oleh juru bicara (jubir) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka ( TPNPB – OPM) Sebby Sambom. Menurut Sebby, kebiasaan TNI memang hanya berani melawan masyarakat civilian. Dalam keterangannya kepada Republika, Sabtu 21/11/20.
Pengamat Militer Fahmi Alfansi Pane, menjelaskan jika Koopssus TNI dibentuk untuk menghadapi ancaman nyata NKRI. Seperti, terorisme, separatisme, dan beragam ancaman hibrida (campuran). Sehingga bukan ranah pasukan khusus untuk menakut-nakuti warga sipil, dalam hal ini anggota FPI.
TNI mestinya bergerak di wilayah tertentu yang masih terjadi ancaman yang akan memporak-porandakan negara saat ini, di wilayah pegunungan dan hutan yang sulit di jambah manusia, biasanya mereka bersembunyi. Peristiwa terbunuhnya para pekerja yang membangun Jalan Trans-Papua secara kejam tahun 2018. Para pelaku hingga kini belum ditangkap. Semestinya inilah tugas utama TNI yang harus diurus untuk kedaulatan dan keamanan negara. Hanya TNI yang mampu menyelesaikan secara berani, tuntas, tegas dan cepat. TNI mutlak diperlukan untuk menumpas gerakan teroris, separatis dan kriminal bersenjata.
Penjelasan dari Fahmi, menggambarkan kebutuhan bangsa terhadap aparatur pertahanan keamanan (hankam), yang berfokus melindungi kedaulatan dan mencegah segala bentuk ancaman asing yang saat ini sedang terjadi di Indonesia. Seperti, Freeport, blok Cepu dll, yang saat ini sudah dikuasai asing. Aparat selayaknya tidak mendukung kekuasaan dan mengabaikan ancaman asing serta mengkapanyekan disintegrasi.
Namun, dalam sistem demokrasi saat ini, bagai api jauh dari panggang. Harapan bangsa dan rakyat sulit terwujud. Berharap pada aparatur hankam, seperti diketahui hari ini hankam lebih condong kepada yang memiliki kepentingan, daripada kepada rakyat.
Struktur hankam seringkali terbawa arus menjadi alat kekuasaan untuk yang berkuasa, bukan alat mempertahankan kedaulatan dan keamanan bagi bangsa dan negara.
Keamanan dan kesejahteraan ini akan terwujud jika kepemimpinannya di pimpin Islam (khilafah).
Islam menempatkan struktur hankam sebagai bagian terpenting dalam perlindungan kedaulatan dan keamanan. Perluasan pengayoman Islam terhadap umat manusia melalu jihad. Apabila jihad diterapkan dalam suatu negara karena sudah nyata terdapat ancaman. Maka angkat senjatalah yang menjadi solusi, supaya negara dan rakyatnya berada dalam keamanan dan kesejahteraan, terlindungi dalam naungan khilafah Islamiyyah.
Wallahu’alam bisawab
Views: 1
Comment here