Syiar IslamTabligul Islam

Seni untuk Bersikap Masa Bodoh

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Wacana-edukasi.com — Mengikuti one week one book asuhan Ustadz Yudha Pedyanto cukup menarik. Kali ini yang dibahas buku karya Mark Manson dengan judul “The Subtle Art of Not Giving a Fuck” atau jika diterjemahkan menjadi “Seni Untuk Bersikap Masa Bodoh”. Secara sekilas jika hanya membaca judulnya terlihat janggal namun menimbulkan ketertarikan untuk mengetahui isi buku tersebut.

Memang buku ini begitu unik. Menyampaikan sesuatu yang memotivasi kehidupan seseorang namun dengan memakai kata-kata yang bertentangan dengan yang sering diucapkan para motivator. Nah, inilah istimewanya. Biasanya semakin kontroversial semakin menarik untuk diketahui. Benar kan?

Don’t Try

Seperti judul bab yang tertulis di awal buku. Langsung disuguhi dengan ungkapan “don’t try” alias “ojo ngoyo” dalam bahasa Jawa. Lho? Don’t try di sini maksudnya tak usah terlalu ambisius mengejar gemerlap duniawi. Jika terlalu ambisius dan tak bisa menggapainya maka bisa menghantarkan pada depresi.

Pada zaman saat ini yang serba digital ditambah dengan gempuran sistem kapitalisme, menjadikan hal-hal yang bersifat duniawi menjadi tolak ukur kesuksesan. Seseorang bisa disebut sukses dan bahagia jika mendapatkan limpahan kenikmatan jasadi. Sebaliknya, jika tak memilikinya maka secara otomatis mendapat stempel gagal.

Individu berbondong-bondong memperlihatkan kesuksesannya dengan memposting di dunia maya. Membuat orang-orang yang masih belum kuat pijakan akidahnya timbul rasa iri dan dengki. Sesuatu yang wajar karena ini merupakan naluri baqo’ untuk mendapatkan yang diinginkan. Namun hal ini harus dikendalikan sesuai aturan syara’.

Sebagai contoh misalnya rizki sudah ditetapkan Allah. Kita diminta berupaya menjemput rizki sambil bertawakal. Ikhtiar dan bertawakal dilaksanakan secara bersamaan. Sehingga jika hasil tidak sesuai ekspektasi maka bisa menerima dengan ikhlas atau legowo.

Charles Bukowsky yang diceritakan di buku tersebut saja dengan keadaan sangat terpuruk bisa bangkit lagi karena menerima keadaan yang menimpa dirinya, apalagi kita yang notabene seorang muslim seharusnya bisa legowo dan tidak ambisius.

Semestinya ambisius itu digunakan untuk hal-hal yang berorientasi akhirat. Karena kelak itulah yang akan menyelamatkan kita di hari penghisaban.

You’re Not Special

Kemudian Mark Manson dalam salah satu judul babnya menuliskan “you’re not special”. Jika dilihat dari membaca judulnya saja sudah membuat kening berkerut. Bagaimana bisa manusia seperti kita dikatakan tidak spesial?

Ungkapan tersebut terkesan kata yang mengandung energi negatif. Namun ternyata benarlah ungkapan tersebut. Bahwa kita ini bukanlah siapa-siapa. Manusia biasa yang merupakan makhluk ciptaan Allah.

“Kowe dudu sopo-sopo” yang bahasa slengekannya “tau diri” berarti bahwa tak ada yang layak untuk disombongkan di muka bumi yang serba fana ini. Siapa lah kita yang jika dibandingkan dengan jagat raya hanyalah setitik debu.

Allah telah memberikan potensi pada setiap manusia. Tentu saja masing-masing memiliki potensi yang berbeda. Sekalipun manusia dengan fisik tidak sempurna, tetaplah ada potensi pada individu tersebut.

Legowo atas ketetapan yang menimpa manusia merupakan jalan terbaik. Kemudian menyadari bahwa manusia hanyalah hamba Allah. Menerima takdir diri dan mengupayakan secara lambat laun peningkatan kualitas diri.

Sesungguhnya orang-orang besar itu bisa sukses karena menyadari bahwa dirinya manusia biasa. Sehingga tak kenal lelah berupaya untuk mempersembahkan yang terbaik. Sebagaimana yang dilakukan Beethoven sang maestro dunia. Dengan kondisinya yang buta dan tuli, Beethoven telah berhasil membuat lagu sebanyak 650. Dari ratusan karyanya itu yang merupakan masterworks hanya lima. Sia-siakah yang dilakukan Beethoven? Tentu saja tidak. Repetisi itulah yang menghantarkan Beethoven bisa menghasilkan masterpiece.

Allah menilai setiap upaya yang dilakukan manusia. Sama sekali tidak berorientasi pada hasil.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (TQS. Ar-Ra’d [13]: 11).

Sebagai seorang muslim kita memiliki standar yang jelas dalam memandang kehidupan. Ibaratnya “values and metrics” benar-benar terukur. Hal ini dipakai untuk mengarungi kehidupan yang penuh dengan onak duri kapitalisme. Segala permasalahan yang menimpa diselesaikan dengan menggunakan aturan syara’. Tak ada kebimbangan ataupun keragu-raguan yang senantiasa membisiki hati manusia. Tak ada manusia yang luput dari ujian.

You’re Choosing

Dalam mengarungi kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihan. Apakah memilih jalan ke kanan, ke kiri atau lurus. Pilihan yang kita ambil itulah yang menentukan kehidupan kita.

Ketika manusia hanya memakai akalnya yang serba terbatas untuk menentukan pilihan, maka akan dengan sangat mudah manusia akan terjerumus dalam kesesatan atau keburukan. Karena jalan menuju kesesatan biasanya tampak mulus dan indah. Inilah yang membuat manusia terkecoh.

Sedangkan jalan yang menuju kebaikan biasanya penuh liku dan hambatan yang menghadang. Tak banyak yang memilih jalan ini karena nampak sulit dilalui. Namun, justru di jalan inilah keindahan dan kebahagiaan hakiki siap menjemput di depan.

Untuk itulah, Rasulullah membekali kaum muslimin dengan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan. Agar kaum muslimin tidak tersesat dengan keindahan dunia yang menyilaukan mata sesaat. Ibarat di hutan belantara, Al-quran ini adalah peta yang digunakan untuk menaklukkan liarnya hutan tersebut.

And Then You Die

Ternyata Mark Manson yang bukan seorang muslim juga memiliki pemikiran yang berorientasi akhirat. Sekuat dan setenar apapun seseorang kelak akan berakhir juga. Karena kehidupan dunia hanyalah kehidupan fana. Segala materi duniawi tak akan bisa menjadi bekal saat kematian tiba. Semuanya akan tertinggal begitu saja.

Lantas apa persiapan yang kita lakukan yang bisa menjadi bekal di akhirat kelak?Inilah yang harus kita pikirkan supaya perbuatan selama hidup di dunia tidak berakhir sia-sia. Tinggalkan jejak-jejak bermanfaat selama di dunia supaya memberikan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya.

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(QS Yasin:12)

Wallahu a’lam bish showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 54

Comment here