Oleh : Luthfiah Jufri, S.Si. M.Pd. (Aktivis Muslimah asal Konawe, Sultra)
Wacana-edukasi.com — Pasca disahkannya Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja 5 Oktober lalu tampaknya akan melenggang untuk diterapkan. Banyak hal yang akan merugikan rakyat bila UU ini berlaku. Para akademisi dari 67 perguruan tinggi mencatat ada lima masalah mendasar materi muatan pasal-pasal, salah satunya adanya upaya Liberalisasi Pertanian.
Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika melalui rilisnya pada awak mediaumat.news (2/11) beliau menganggap tanggal 5 Oktober sebagai hari perampasan kedaulatan agraria rakyat.
Dilansir dari laman Pikiranrakyat.com (1/12), terjadi Penyerobotan Lahan dan Intimidasi PT Riau Andalan Pulp Paper (RAPP) ke Petani Sawit Desa Dayun Siak, Riau. Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Riau untuk Keadilan (GMMRUK) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Senin kemarin 30 November 2020, mereka meminta keadilan atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan PT tersebut.
Menurut Pak Pahan selaku Korlap Aksi di Jakarta, bahwa sejak 1994-2012 masyarakat Desa Dayun sudah membuka lahan sawit. Para petani kemudian melengkapi berbagai dokumen seperti SKT, SKGR sampai sertifikat tanah.
“Tetapi kemudian tahun 2015 datanglah korporasi kapitalis, PT RAPP yang tiba-tiba datang dengan surat sakti. PT RAPP kemudian mengganggu keamanan dan kebahagiaan para petani. Mereka mengintimidasi, menggusur, merusak kebun petani bahkan sampai mempidanakan para petani kecil yang tidak sanggup melawan korporasi raksasa seperti PT RAPP,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonomi Arim Nasim mengatakan, keganasan korporasi menggarap lahan meski di tengah pandemi ini adalah bukti bahwa penguasa di sistem demokrasi ini sebetulnya adalah kapitalis.
Korporasi Agresif Garap Lahan
Nuansa UU Cipta Kerja memang mengkhawatirkan karena menjadi landasan bagi negara untuk merebut tanah rakyat dengan dalih investasi. Menurut Dewi Kartika, UU ini dengan jelas memberikan kepastian hukum dan kemudahan proses kepada investor dan badan usaha raksasa. Dengan begitu, mereka lebih mudah merampas tanah rakyat, menghancurkan pertanian rakyat, merusak lingkungan dan memenjarakan masyarakat yang mempertahankan hak atas tanahnya.
Tak ada belas kasih di masa pandemi ini pun tak menghentikan perampasan lahan oleh perusahaan terhadap warga. Sebaliknya, perusahaan bersama aparat keamanan negara malah semakin giat melakukan perampasan lahan. Alhasil, mereka terlempar dari tanahnya dan menjadi tenaga kerja murah, pekerja informal yang bermigrasi ke kota hingga ke luar negeri.
Secara hukum kasus ini dilarang dan tidak boleh terjadi, namun karena adanya kekuatan para kapitalis maka hukum bisa dibeli dengan uang sehingga hukum mengabdi kepentingan para kapitalis. Sistem ini memang menghasilkan hukum rimba, menghalalkan segala cara yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat.
Kepemilikan dalam Islam
Pemilikan dalam Islam ada tiga: (1) Pemilikan Individu, yaitu izin yang diberikan oleh pembuat syariat untuk memanfaatkan benda baik yang berkaitan dengan barang bergerak seperti sepeda motor dan uang maupun barang yang tidak bergerak seperti tanah, rumah, dan sebagainya. (2) Pemilikan Umum, yaitu izin pembuat syariat atas jamaah untuk memanfaatkan semua benda yang menguasai hajat hidup orang banyak termasuk dalam pemilikan umum. Seperti jalan raya, air, listrik, minyak, dan sebagainya. (3) Pemilikan Negara, yaitu kekayaan yang pengelolaannya diserahkan pada kepala negara. Misalnya, jizyah, hharaj, harta orang murtad yang dibunuh, harta yang tidak mempunyai ahli waris dan sebagainya.
Pengelolaan tanah atau lahan dalam syariat dibagi menjadi tiga kategori: Milik umum, milik individu dan milik negara. Milik Umum dan milik negara dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Milik Individu dilindungi oleh syariat, tidak oleh dirampas oleh siapa pun. Sekalipun itu untuk kepentingan umum atau negara. Jika individu tidak mau menjual atau memberikan izin pakai maka negara tidak boleh memaksa.
Dikisahkan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yang menghukum Gubernur Amru bin Ash karena hendak merampas tanah milik Yahudi.
Inilah gambaran umum terkait pengolahan lahan dalam Islam, seyogianya pemerintah bisa mencaplok sistem yang berasal dari sang pencipta tentunya rakyat petani Indonesia akan terhindar dari intimidasi korporasi.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 7
Comment here